43 Caroline Prime

Flashback.

Caroline duduk bersantai di sebuah taman kecil, seorang anak laki-laki berumur tiga belas tahun berada di sampingnya.

Anak laki-laki itu bersifat sangat manja pada ibunya sendiri, dan dengan sengaja ia tidur di atas pangkuan ibunya.

"Ibu, kau pasti akan sehat bukan?" Tanya anak laki-laki tersebut.

Caroline memandangi putranya, wajahnya yang pucat masih menunjukkan sebuah senyuman yang hangat ke arah putranya yang masih terus menunggu jawabannya.

"Calvin, ibu sangat ingin melihat kau tumbuh besar. Bahkan mungkin menggendong seorang cucu darimu." Ucap Caroline.

"Ibu aku baru tiga belas tahun, apa kau akan menyuruhku untuk segera menikah?" Calvin mulai memprotes tidak setuju dengan ide ibunya yang aneh.

"Anak ini..... sifatmu itu seperti ayahmu. Terlalu cepat menyimpulkan."

"Aku tidak seperti ayah, ibu! Aku ingin seperti ibu saja! Ayah selalu sibuk, dan mudah marah. Aku tidak suka padanya." Protes Calvin kembali, dan Caroline tertawa mendengar ucapan putranya.

Caroline membelai rambut putranya, ia juga memandang langit yang indah. Entah sampai kapan dirinya bisa melihat keindahan tersebut, atau mungkin bercengkrama dengan putranya.

***

Pemakaman itu telah berlangsung dengan cepat, Calvin dan Aaron sudah kembali menuju ke kekediaman mereka.

Berkali-kali Calvin meneteskan air matanya, walaupun tidak ada suara tangisan yang terdengar.

Calvin berada dalam kamar ibunya, memegangi sebuah pigura foto. Terlihat foto dia dan ibunya, sebuah kenangan manis bersama Caroline yang tidak mungkin ia lupakan.

Sebuah Pemandangan pantai menjadi latar belakang dari foto tersebut.

"Calvin..?" ucap Aaron Prime hati-hati sambil mendekati putranya yang masih dalam keadaan menyedihkan, dan masih terus terlihat murung.

Aaron menyentuh pundak putranya, berharap agar putranya bisa menangis dalam pelukannya.

"AKU BENCI KAU AYAH!!!" Teriak Calvin.

"Calvin, ini adalah yang terbaik untuk ibumu, kau harus merelakan ibumu." Ucap Aaron lantang, ia pun kecewa dengan penolakan putranya,

"Kau bilang ibu akan baik-baik saja!! Kau bilang akan menyembuhkan ibuku." Calvin masih histeris dan ia sudah berdiri dan menjauhi ayahnya.

"AKU SUDAH BERUSAHA CALVIN!! DAN HENTIKAN SEMUA AMARAHMU, BUKAN HANYA KAU SAJA YANG SEDANG BERSEDIH SAAT INI !!!"

"Aku sangat membenci kau!! AKU BENCI KAU!! KAU BUKAN AYAHKU!! KAU ADALAH PEMBOHONG!!"

Calvin semakin histeris, dan Aaron kembali mendekati putranya. Masih terus berusaha untuk memeluk putranya sendiri.

Calvin menolak ajakan perdamaian ayahnya, matanya sudah berkaca-kaca. Dan tetesan air mata sudah mulai keluar dari kelopak matanya.

"Kau tidak pernah peduli padanya, bahkan kau tidak ada di saat terakhirnya. AKU BENCI KAU AYAH!!" Calvin sudah berlari kencang melewati Aaron, dan pria itu hanya bisa pasrah melihat perlakuan putranya yang tidak mau mendengar penjelasan apapun darinya.

"Maafkan aku Calvin, kalaupun aku tahu itu adalah hari terakhirnya. Aku akan lebih memilih bersama istriku, daripada aku harus bertemu dengan Vivian Lewis."

Aaron mengambil pigura foto yang tergeletak di lantai kamarnya, ia pun duduk di sisi tempat tidurnya. Mendekap pigura foto tersebut dengan erat. Membayangkan yang ia peluk adalah istrinya yang tercinta.

Aaron pun menangis dalam dukanya yang mendalam, sebuah penyesalan yang tidak bisa tergantikan karena tidak bisa menemani wanita yang ia cintai hinga akhir hayatnya.

"Caroline maafkan aku...hk..hk..hk.."

Tangisan yang begitu memilukan dan putus asa. Aaron masih terus memeluk foto istrinya, berharap ia masih bisa mengatakan bahwa ia mencintainya di penghujung hidupnya.

avataravatar
Next chapter