49 Bekerja Sama

Ella memandangi sepotong donat dan gelas kopinya yang sudah ia minum hampir separuh. Kembali dia melirik ke arah jam tangannya, memperhatikan kondisi sekitarnya.

Sebuah kedai kopi yang menyajikan donat yang terenak di kota london, tampak ramai dengan pengunjung yang menghabiskan akhir pekan mereka di tempat tersebut.

Minggu siang ini Ella sudah bersiap-siap, dan tampak tegang karena dia harus menemui seseorang yang sudah lama tidak ia jumpa. Pertemuan terakhir dengan Ron adalah, ketika acara prompt night dan itupun Edward datang dan menjadi seorang pengganggu.

Seorang pria tinggi, dengan rambutnya yang berwarna high light cokelat tiba-tiba duduk di hadapan Ella.

Pria itu mengenakan baju lengan panjang berbahan rajut yang berwarna hitam, kerahnya yang panjang menutupi hingga lehernya. Ia juga mengenakan mantel cokelat yang panjang.

Pria itu tersenyum ramah pada Ella, potongan rambut yang rapi dan beberapa bulu halus terdapat pada area dagu dan kumisnya. Ella masih terdiam, dan bingung.

"Sepertinya anda salah tempat..."

"Ella, kau Ella bukan. Ella Amber!" Seru Pria itu dengan girang, Ella masih bingung dan pupil matanya semakin melebar, semakin ia berpikir dengan keras.

"Ron...??!" Ucap Ella tidak yakin.

"Astaga Ella, kau benar-benar tidak mengenaliku ya?" Sebuah senyum manis terukir di wajah Ron. Ia pun mendekatkan sedikit wajahnya ke arah Ella, "Bagaimana jika sedekat ini? Apa sekarang kau sudah mengenaliku?"

"Ya Ron, sekarang aku sudah mengenalimu. Kau sangat tampak berbeda, tanpa kacamatamu, rambutmu juga kau warnai, janggut halusmu, dan... kau juga semakin tinggi. " Ucap Ella dengan jujur seraya memundurkan wajahnya. 

"Hahaha... Ella jangan memujiku dengan berlebihan." Ron tampak malu mendengar perakataan Ella, "Tapi kau juga sekarang terlihat berbeda.. kau... menjadi lebih cantik." Puji Ron.

Ella pun terseyum malu, dan tidak menyangka Ron menjadi seseorang yang terlihat berbeda. Pria kutu buku tersebut, menjadi seorang pria dewasa yang tampan. Bahkan Ella sadar, banyak mata wanita memandang ke arah meja mereka ketika Ron berada satu meja dengannya.

"Aku sangat senang, ketika kau menghubungiku. Dan mengatakan ingin bertemu denganku." Ron mulai melepaskan mantelnya, dan melipat kedua tangannya yang ia letakkan di atas meja. Matanya memandang ke arah wajah Ella.

"Ahh itu.. ya benar aku yang menghubungimu." Ucap Ella berbohong, tidak mungkin ia mengatakan kalau Calvin-lah yang mengirim pesan kepadanya. 

"Aku tau ini terdengar tidak sopan, apalagi setelah sekian lama kita tidak bertemu."

"Aku hanya ingin meminta bantuanmu. Ohh... Ron, apa aku terlalu bersikap tidak sopan, dan terlalu langsung pada inti masalahnya?" Ella tampak canggung, bingung perkataan apa yang harus ia mulai.

"Tidak apa-apa Ella, aku akan membantumu," jawab Ron. Dia masih mempertahankan senyumannya.

"Kau tahu Ella, aku menulis novel ini karena terinspirasi darimu."

Ella terdiam dan merasa ada yang aneh dengan ucapan Ron. "Maksudmu?"

"Asal kau tahu, kau adalah cinta pertamaku. Walaupun aku tauh cintaku bertepuk sebelah tangan." Ron mulai menyandarkan punggungnya, dan masih menunjukkan wajah dengan kepercayaan diri yang tinggi.

"Apa kau sudah memiliki seorang kekasih?" Tanya Ron

"Ha?? Apa?? Kekasih?? Aku?"

"Tidak apa-apa kalau kau tidak ingin menjawabnya. Belum lama ini aku putus dengan seseorang, karena bayangan seseorang terus berada di pikiranku." Ucap Ron.

("Kenapa dia bicara seperti ini sih?") Batin Ella.

Ella yang merasa tidak nyaman dengan arah pembicaraan Ron, mengapa baru pertama bertemu dan pria itu sudah menanyakan hal yang aneh kepada dirinya?

"Ron, mengenai masalahku." Ella segera memotong percakapan Ron. Dia berusaha menghiraukan cerita Ron yang sebelumnya.

"Oh ya, ada apa dengan masalahmu, dan apa yang bisa kubantu?" Tanya Ron.

"Apa kau bersedia untuk mengadakan acara di sebuah toko buku di Bristol. Aku pernah bekerja disana, pemiliknya adalah mantan atasanku. Kebetulan sekali novel yang kau tulis, sangat diminati disana. Jadi aku berpikir, ingin mengadakan sebuah acara meet and greet dengan para penggemarmu disana."

Ella selesai dengan penjelasannya, dan masih menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Ron, "Ok, tidak jadi masalah. Kapan acaranya? Karena aku harus berbicara dengan managerku." Jawab Ron.

Ella langsung memberikan senyuman yang lebar, dan dengan spontan memegangi tangan Ron.

"Ron, terimakasih. Kau memang pria yang baik." Ucap Ella dengan antusias. Ron memandangi tangannya sendiri yang di pegangi oleh Ella.

Ella langsung melepaskan, "Maaf, bukan maksudku.."

"Tidak apa-apa." Jawab Ron kembali sebuah senyuman terlempar untuk Ella.

Ella dan Ron menghabiskan waktu makan siang mereka, dengan mengobrol ringan. Ella sudah tampak lega karena tujuan utamanya telah tercapai.

Ron tidak tampak ragu untuk menolong Ella, dan ia pun mulai menceritakan perjalanannya menjadi seorang novelis.

Walaupun Ella masih menghindari beberapa topik cerita, yang akan mengingatkan kenangan di masa sekolah mereka dulu.

***

Kantor Fogue

"Jadi Calvin, apa aku tidak salah mendengar?" Aaron Prime sedang menatapi putranya dengan curiga. Calvin hanya menyeringai, dan semakin menegakkan tubuhnya.

"Bukankah selama ini kau ingin aku bergabung dengan perusahaanmu, bukan?" jawaban Calvin membuat Aaron terdiam, matanya masih menatap tajam ke arah putranya.

"Kenapa? Apa kau meragukan kemampuan putra tunggalmu sendiri?"

"Baiklah... kalau kau memang ingin bergabung, tentunya aku akan senang. Karena siapa lagi yang akan meneruskan semua hasil kerja kerasku, kalau bukan putraku sendiri." Ucap Aaron dengan tidak terpukau.

"Mmm... sepertinya urusanku sudah selesai." Ucap Calvin seraya bangit dari kursinya. Aaron masih memperhatikan putranya dengan curiga.

"Calvin?" Panggil Aaron. 

"Aku harap kau serius dengan semua apa yang akan kau lakukan. Kau tau betapa aku peduli dan menyayangimu."

Calvin memandangi ayahnya, dan ekspresi wajahnya terlihat datar. "Aku melakukan ini, bukan berarti aku memaafkan semua kesalahanmu. Anggap saja aku berusaha sedikit berbakti."

Calvin pun berjalan ke arah pintu luar, menutup pintu ruang kerja ayahnya dengan kesal. Kalau bukan karena Ella, ia juga tidak akan mau berurusan dengan ayahnya kembali.

Kejadian beberapa tahun yang lalu, kembali teringat di pikirannya. Membuatnya menjadi semakin kesal, dan mendendam pada ayahnya sendiri.

avataravatar
Next chapter