28 Awal yang Baru

Dua Tahun Kemudian. 

Di Toko Buku Barnard, Ella begitu bersemangat menceritakan kisah putri pada seorang gadis kecil yang menyimak dengan tatapan penuh perhatian. 

"Pada jaman dahulu kala hiduplah seorang gadis cantik dan memili hati yang baik. Kebaikan hatinya membuat semua orang menyayanginya."

"Gadis itu bernama Cinderella, ia tinggal bersama ibunya yang juga baik hati. Tapi Cinderella tidak hidup sendiri, karena ia hidup bersama dengan para pelayan istana yang juga baik terhadap dia dan ibunya."

"Cinderella berharap dia bisa bertemu dengan pangeran tampan yang bisa mencintai dirinya."

"Kenyataanya... Cinderella malah menjadi pelayan dari pangeran tampan tersebut."

"Pangeran tampan mengatakan bahwa ia mencintainya, tapi Cinderella harus terus terkurung bersamanya dalam istana yang megah."

"Tentu saja Cinderella tidak mau, karena Cinderella tahu... jika itu bukanlah cinta dari seorang pangeran tampan yang ia inginkan."

"Cinderella pun harus sedih karena harus kehilangan ibunya, dan Cinderella harus terus berjuang hingga ia bisa menemukan ibu peri yang bisa membantunya menemukan pangeran tampan lainnya untuk Cinderella."

Ella baru saja selesai bercerita, memberikan senyuman lebar dan menepuk lembut pucuk rambut dari gadis kecil yang ada di hadapannya. 

"Bagaimana, apa kau suka dengan ceritaku? Apa kau yakin akan membaca buku itu, bagaimana kalau kau membeli buku dari kisah orang-orang sukses yang ada di Britania, aku yakin itu lebih berguna. Ketimbang kau harus membaca kisah Cinderella ini," tunjuk Ella pada buku dongeng yang masih di peluk erat oleh gadis kecil itu. 

Mulut dari gadis kecil itu sudah mengerucut dengan cepat, kedua matanya sudah memicing dengan raut wajah yang kesal atas cerita Ella yang tidak seru menurutnya. 

"Momy!!!!!!"

Anak kecil itu berteriak sangat nyaring, berharap sang ibu cepat datang. Gadis kecil itu masih terus mendekap buku dongeng mengenai kisah Cinderella, yang telah ia pilih sedari tadi.

Sang ibu menghampiri dan tampak panik, karena anaknya terlihat sangat kesal.

"Ada apa sayang?" Tanya ibunya, dan anak kecil tersebut menunjuk ke arah Ella yang menyeringai lebar dan sedikit melambaikan tangan ke arah anak kecil,

Ella merasa gemas dengan anak kecil tersebut, rambutnya yang dikuncir dua dan mengenakan pakaian seorang putri yang berwarna pink cerah.

"Aku tidak suka dia mommy... Dia menceritakan kisah yang aneh mengenai Cinderella," Ucap Anak kecil tersebut dengan lugas, dan Ella hanya memasang wajah tidak bersalah ke arah ibunya.

Ibu sang anak tampaknya tidak mau berdebat, ia dengan cepat sudah membayar buku dongeng pilihan anaknya, sedangkan sang anak kecil tersebut masih terus melotot ke arah Ella.

"Ella apa yang sudah kau lakukan pada gadis kecil barusan?" Tanya Barnard yang sudah menyilangkan kedua tangannya, dia juga tidak suka dengan Ella yang mengganggu anak kecil tersebut.

"Aku hanya menceritakan kisah yang sebenarnya, dia tidak boleh terlalu percaya dengan kisah tersebut. Karena nanti setelah dewasa, dia akan tahu semua kebohongan pada dongeng putri itu, Barnard." Ella memberikan penjelasan.

"Katakan saja... aku berusaha untuk menyelamatkannya," ucap Ella menyeringai senang tanpa ada perasaan bersalah sama sekali. 

Sudah dua tahun berlalu semenjak ia memutuskan untuk menetap di Bristol, Ella juga sudah memulai kehidupan barunya. Dan... tentunya dia masih bekerja di toko buku milik Barnard, ia pun sudah memulai kuliahnya.

Ella sendiri mengambil jurusan design grafis, dan tentunya ia masih terus berusaha untuk menamatkan kuliahnya dengan baik sesuai dengan keinginan almarhum ibunya - Laras.

***

Sebuah Studio Foto - Milik Calvin. 

"Hai.. Ella..." Sapa Calvin yang melihat temannya baru tiba, sedangkan dia masih terlihat sibuk dengan mengatur beberapa kamera yang kelihatan baru.

Usai pulang bekerja, Ella mampir ke tempat Calvin. Dan tentunya temannya tersebut sudah tidak tinggal lagi bersamanya.

Calvin sudah mendapatkan tempat usaha di pusat kota Briston, ia menyewa toko dengan dua lantai untuk memulai usaha miliknya sendiri.

Toko pakaian milik Calvin bertemakan Rock band & Metal. Setidaknya itu yang bisa Ella amati. Tidak hanya pakaian, beberapa aksesoris dan merchandise pun dijual di toko milik Calvin.

Calvin benar-benar menggunakan hampir seluruh uangnya, untuk mewujudkan impiannya.

"Hai Calvin, kau membeli kamera lagi?" Tanya Ella menatap pada kamera yang berada di tangan sahabatnya.

"Yeah... kupikir kamera yang satu ini akan lebih bagus untuk mengambil beberapa foto baju yang akan ku jual nanti," jawab Calvin sambil menyalakan lampu sorot yang ada di dekatnya.

Calivin mulai terlihat sibuk dengan menata sebuah kaos putih dengan gambar gitar yang besar, masih berusaha mengatur posisi pakaiannya agar terlihat bagus pada saat pengambilan gambar.

"Ahh ini jelek sekali!" gerutu Calvin kesal melihat hasil fotonya sendiri.

"Uhm... aku rasa yang salah bukan cara kau mengambil fotonya. Tapi sepertinya ada yang kurang." Ella mulai mengamati.

"Apa? Apa maksudmu, Ella? Menurutmu apa yang kurang?" Calvin menaikkan kameranya ke arah wajahnya, dan mencoba melihat dari kameranya.

"Apa yang kurang?" Pikir Calvin bingung.

Ella berjalan mendekat ke arah baju yang sudah di tata, dan mengangkat baju tersebut.

"Baju ini tampak tidak hidup Calvin," Ella meletakkan baju tersebut pada tubuhnya sendiri, "Kau membutuhkan seorang model untuk memakainya," lanjut Ella menjelaskan.

Calvin masih saja melihat dari kameranya, dan kali ini kameranya terarah ke arah Ella yang masih menempelkan baju tersebut.

"Ya..! Kau benar Ella! Aku butuh seorang model," ucap Calvin yang baru sadar kalau Ella temannya, memiliki postur yang tinggi dan pas untuk menjadi model brand dari bajunya sendiri.

Ella pun mengangguk, merasa senang karena Calvin setuju dengan gagasannya.

"Sepertinya kau harus membuka lowongan untuk seseorang menjadi modelmu, Calv." Ella masih belum sadar akan tatapan Calvin, yang mengamati dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

"Ella!" Seru Calvin tiba-tiba. Membuat Ella mengeryitkan keningnya dengan perasaan bingung. 

"Apa?"

"Kau" Kau yang akan menjadi modelku!" Ucap Calvin tiba-tiba dengan kamera yang sudah ia turunkan dengan cepat.

"Jangan menjadi gila, Calvin," jawab Ella. 

Dengan segera Ella meletakkan kembali baju Calvin, lalu berjalan ke arah temannya yang sudah memasang senyuman lebar dengan tatapan mata yang terlalu berbinar. 

"Ella... ayolah... sekarang lihat dirimu. Berapa tinggimu sekarang? Kau semakin tinggi, dan tadi kulihat dari sudut kameraku, saat kau berpose... dan kau sudah sangat cocok tadi." Calvin meyakinkan, tapi tampaknya tidak berhasil.

"Jangan mulai lagi Calvin, aku sedang tidak ingin berdebat. Dan aku benar-benar tidak tertarik untuk menjadi modelmu."

"Ayolah Ella... kau tahu, kan. Belakangan ini penjualanku sedang menurun, apa kau tega jika melihat temanmu bankrut?" Calvin masih terus berusaha membujuk.

"Tidak Calvin!! Cari saja orang lain." Tolak Ella dengan jelas. 

avataravatar
Next chapter