6 Menemani Edward Yang Kesal

"Apa, George hadir?? Dan dia bilang dia tidak mengenalmu??" Kristy terkejut mendengarkan semua cerita Ella mengenai pesta di sabtu malam di kediaman Huxley.

"Mungkin dia malu dengan teman-temannya, karena aku seorang pelayan." Jawab Ella.

"Tidak kusangka, Fix kau tidak boleh lagi suka dengannya." Kristy mulai menyereput minumannya, suasana kantin sekolah masih ramai dengan siswa-siswi yang baru saja tiba.

"Aku suka? Tidak mungkin, kau tau ada pepatah mengatakan mati satu tumbuh seribu. Masih ada pria baik di luar sana." Ucap Ella bohong, padahal dirinya sendiri merasakan kekecewaan atas sikap George. Bahkan dia juga tidak yakin apa masih ada pria baik yang bisa dia temui.

"Tanganmu tidak apa-apa. Apa kau harus ke dokter untuk memeriksanya?" Kristy mulai memperhatikan telapak tangan kanan Ella yang dibalut dengan kain kasa yang tebal.

"Ah ini.. Tidak apa-apa. Aku baru memberikan salep obat, mangkanya kuberi kasa yang tebal agar tidak infeksi." Jelas Ella, dan Kristy memandang ngeri ke lukanya.

"Edward Huxley benar-benar gila." Ucap Kristy. "Ini belum seberapa, masih luka kecil." Jawab Ella dengan bangga menjelaskan.

Tiba-tiba Kristy melotot ke arah Ella, memberikan kode dari matanya. Ella langsung menengok, dan melihat George yang sudah berdiri di sampingnya.

"Hai Ella, boleh aku duduk dengan kalian disini?" Tanya George dengan sopan.

Kristy semakin melotot, berharap Ella memberikan jawaban tidak.

"Silahkan." Jawab Ella cepat. "Ella apa kau sudah lupa pembicaraan kita tadi." Kristy berbisik kesal.

"Maaf aku harap tidak akan mengganggu kalian berdua." Ucap George sudah mengambil duduk di samping Kristy, dan menatap Ella yang berada di depan dengan senyum manisnya.

"Aku ingin membicarakan sesuatu." Ucap George, terlihat ragu dan memandang Kristy.

"Arrghh baiklah, Ella aku akan ke Calvin. Dan George, awas saja kalau kau berani macam-macam dengan temanku." Ancam Kristy yang sudah berlalu meninggalkan mereka berdua.

"Ella, aku benar-benar minta maaf soal kejadian malam itu. Kau tau teman-temanku agak sedikit aneh dan Gila. Aku hanya tidak ingin kau diganggu oleh mereka." George mulai memberikan penjelasan.

"Tidak apa-apa, aku sudah memaafkanmu George." Balas Ella, Geroge cukup terkejut dengan Ella yang memaafkan dirinya dengan mudah. Tampaknya cinta, benar-benar membutakan Ella.

"Ella, apa kau sibuk jumat malam nanti?" George sedikit malu pada saat menanyakannya

"Jumat,(Ella berpikir).. Tidak, aku tidak sedang sibuk. Ada apa?" Tanya Ella penasaran.

"Apa bisa kita pergi menonton, anggap saja ini sebagai permintaan maafku." George tersenyum manis.

***

Sepanjang perjalan pulang, Ella tidak henti-hentinya tersenyum aneh. Bahkan nasihat Kristy, sahabat baiknya tidak terlalu ia dengarkan.

Hatinya sedang berbunga-bunga, alasan yang dibuat oleh George tampak masuk akal. Ella berpikir bahwa George adalah seorang pangeran tampan yang ingin melindunginya dari orang-orang jahat. Ia sudah tidak sabar menantikan hari Jumat malam.

Ella baru saja tiba di kediaman Keluarga Huxley, sebuah mobil Limo yang ia kenal milik Mr & Mrs Huxley sudah terparkir. Dan benar dugaannya, mereka baru saja tiba bersama dengan anak kedua mereka Clarissa Huxley.

"Selamat sore Nona Clarissa." Sapa Ella sopan, ia sudah melangkah masuk ke dalam sebuah kamar bernuansakan pink.

"Hai Ella, bagaimana penampilanku?" Tanya Clarissa menggunakan sebuah baju musin semi dengan ornamen bulu yang mengelilingi bagian leher.

"Anda kelihatan sangat cantik." Jawab Ella, "Saya dengar dari Alvin, anda memanggil saya? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Ella.

"Ella apa yang baru saja kau lakukan? Dan tanganmu kenapa. Ahh jangan bilang itu ulah kakakku." Ucap Clarissa, dan Ella hanya menyengir tanpa berkata.

"Kalau aku tidak kenal kakakku, aku pikir dia menyukaimu." Ucap Clarissa dengan tidak peduli. Ella hanya mendengar dengan aneh, saat Clarissa mengutarakan pendapatnya.

"Ah maaf Nona Clarissa, saya sedang ada di kebun bunga membantu Jason. Apa saya perlu mengganti pakaian saya dulu?" Memang terlihat ada beberapa noda tanah di baju dan wajah Ella.

"Tidak perlu."

"Ella seperti biasa, aku ingin kau membantuku menyortir semua baju lamaku. Dan membuangnya." Ucap Clarissa dengan sombong.

Clarissa Huxley, dia tidak lebih parah dari Edward Huxley. Usianya dan Edward hanya terpaut dua tahun dari Edward, tapi sikapnya seperti anak-anak. Gadis cantik, manja, senang berfoya-foya dan tidak terlalu pintar. Apalagi mengenai fashion.

Ella pernah memberikan pendapatnya mengenai apa yang harus dikenakan oleh Clarissa, pada saat malam pesta perpisahan. Dan berkat pendapatnya, Clarissa menjadi Ratu Promp Night saat itu.

Semenjak itulah, Ella menjadi penasihat fashion untuknya.

"Nona Clarissa, ini semua akan diapakan?" Tanya Ella menatap setumpuk baju yang sudah selesai dipisah. "Buang saja, aku tidak peduli." Jawab Clarissa santai, dan dia masih mencoba-coba baju yang baru ia beli.

"Sayang sekali, boleh saya mengambilnya?" Tanya Ella sopan. "Ambil saja, biasanya kau juga suka mengambilnya bukan." Sindir Clarissa, Ella menyeringai lebar dan langsung membawa semua baj yang sudah tertumpuk rapi dalam kardus.

Ella melangkah keluar dengan sumringah, baju bekas milik Clarissa tidak separah baju bekas yang dipikirkan orang. Clarissa rela membuang baju-bajunya, walau hanya ada setitik noda. Ia tidak mau kecantikannya, menjadi cacat dengan pakaian yang tidak layak menurutnya.

"Kalau kau terus senyum seperti itu, aku akan menghukummu Ella." Ucap Edward yang berpaspasan dengan Ella yang membawa kardus yang besar.

"Selamat sore Tuan Edward." Sapa Ella sedikit terkejut, dan langsung menghilangkan semua senyumannya. Edward tidak menyapa balik, dan terus berjalan melangkah melewati Ella begitu saja.

"Kenapa sih dengan dia? Apa disini ada larangan tidak boleh tersenyum." Umpat Ella pelan, dan mulai berjalan menuju kamarnya.

Mr. Huxley, memandang wajah putranya dari balik kacamatanya. Wajahnya tampak menahan emosi, kerutan-kerutan di dahinya semakin bertambah, memperhatikan tingkah laku anak laki-lakinya.

"Apa kau bisa menjelaskan ini?" Ucap Mr. Huxley, yang sudah melempar kesal tablet ke arah Edward. Sebuah berita, menceritakan bagaimana kehidupan cinta Edward Huxley dengan banyak wanita.

"Lalu apa mau ayah?" Edward tidak menunjukkan rasa takut sama sekali.

"Tahun ini, adalah tahun terakhir kelulusanmu! Namamu sudah kupertimbangkan di hadapan semua petinggi direksi. Dan kau malah membuat ulah dengan semua artikel sampah ini!!" Gertak Mr. Huxley.

"Bukankah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Jawab Edward.

"Apa KAU!!" Mr. Huxley sudah melayangkan tamparan ke arah Edward, Edward masih menunjukkan rasa tidak hormat. Malah menatap tajam ke arah ayahnya.

"Apa kau sudah puas?" Edward sudah mulai bangkit dari duduknya, dan mulai membalikkan badannya dengan kesal.

"Edward apa kau masih marah padaku, atas apa yang menimpa ibumu." Teriak Mr. Huxley lagi.

Mrs. Huxley sudah berada di ambang pintu, berhadapan dengan putra tirinya. Edward memandang dengan jijijk ke arah ibu tirinya.

"Tidak perlu mengkaitkan ibuku. Aku hanya melakukan apa yang kau ajarkan." Ucap Edward.

"Kau BENAR-BENAR!!"

"Sayang, sudah cukup hentikan. Biarkan saja, kau tidak perlu emosi. Berikan ruang untuk Edward berpikir." Ucap Mrs. Huxley yang sudah berada di samping suaminya.

Sedangkan Edward, berjalan dengan santai.

Edward sudah tidak bisa menahan emosinya, ia mencari sosok yang ingin ia lampiaskan.

"Ella...." Teriak Edward kencang.

Mereka berdua sudah berada di ruang latihan pribadi milik keluarga Huxley – Ruang Anggar. Ella menatap ngeri ke arah majikannya. Ia dan Edward sudah lengkap mengenakan pakaian anggar mereka, masker pelindung, sarung tangan. Bahkan Ella sudah memegang senjata tipe sabel, yang ia genggam kuat.

Edward pun juga sama, ia sudah siap untuk bertarung.

"Tuan Edward? Apa anda yakin, ini sudah larut malam untuk berlatih anggar?" Tanya Ella bingung.

"Aku akan memberikan uang lembur tiga kali lipat, itu kan yang kau mau." Ucap Edward yang sudah memasang kuda-kudanya. Mata Ella langsung berbinar-binar, mendengar ucapan Edward.

Ella dan Edward pun langsung menutup masker mereka.

Edward tidak perlu menunggu Ella yang masih tampak bersiap-siap. Ia menyerang Ella dengan membabi buta, dan tanpa ampun. Berkali-kali Ella berusaha menghindari serangan Edward, tapi telapak tangannya yang masih sakit, membuat pergerakan pedangnya mudah ditebak oleh Edward.

"Ella apa hanya ini kemampuanmu?? Kemana semua yang sudah kuajarkan?" Teriak Edward.

"Tuan Edward, apa kau tidak ingat? Aku menggali dan menutup lubang yang banyak berkat kebaikanmu. Dan tanganku yang menjadi korban." Jawab Ella, seraya menghindari serangan Edward dan mencoba melakukan serangan balik.

"Sekarang kau menjadi wanita yang lemah ya?" Sindir Edward, dan memberikan serangan ke arah perut Ella.

"Tuan Edward, saya merasa tersanjung anda masih menganggap saya seorang wanita." Ucap Ella kesal karena pedang sabel milik Edward mengenai bagian perutnya. Ella langsung memberikan balasan, tapi Edward dengan curang menyikut dan mendorong Ella, tapi Ella pun juga menarik bahu Edward ke arahnya.

Mereka berduapun langsung ambruk berbarengan, Edward sudah berada di atas Ella. Nafas mereka berdua terengah-engah karena lelah.

Ella membuka maskernya dengan cepat, "Tuan Edward anda curang." Ucap Ella yang masih menatap kesal Edward yang berada tepat di atasnya.

Edward membuka maskernya, dan menatap beberapa detik wajah Ella. Edward menatap wajah Ella dengan tidak jelas, nafasnya pun masih terengah-engah.

"Apa aku lupa bilang, kalau ini pertandingan bebas." Ucap Edward yang sudah bangkit dan menatap Ella yang masih berada di lantai tanding.

"Sudah cukup, aku mau mandi dulu. Dan Ella.." Edward mengambil secarik kartu nama yang berada di selipan dompet kartunya, kemudian memberikan kepada Ella.

Ella menerima kartu nama tersebut, tertulis nama seorang wanita "Lisa?"

"Suruh Alvin menjemput wanita itu, aku ingin ia menemaniku malam ini. Dan bilang juga dengan Alvin, aku akan ada di tempat biasa." Edward menjelaskan, dan sudah berlalu meninggalkan Ella sendirian di ruang latihan.

"Huhhh... ternyata Rose malah tidak bertahan selama satu bulan. Perkiraanku salah." Ucap Ella kecewa dengan prediksinya sendiri.

avataravatar
Next chapter