44 Kalau Kau Adalah Seorang Pembunuh!

Edward melewatkan hari-harinya dengan terus memasang wajahnya yang masam, masuk ke dalam kediamannya dengan langkah yang berat setelah melewati jam kerjanya yang melelahkan.

Di pikirannya saat ini masih terngiang-ngiang wajah Ella dan Alfred.

"Selamat malam, Tuan Edward," Sapa Alvin dengan sopan. Edward tidak bergeming dari meja kerjanya, bahkan tidak melihat wajah Alvin sang kepala pelayan.

"Malam Alvin," jawab Edward masih menatap beberapa laporan kerja yang harus ia cek kembali.

"Apa ayahku sudah kembali dari Scotlandia?" Tanya Edward, barulah ia mengangkat dagunya untuk melihat reaksi Alvin.

"Sepertinya hari ini aku hanya melihat Nyonya Emma yang baru saja tiba, sedangkan Nona Clarissa masih dalam perjalanan pulang dari jadwal terapinya," kata Alvin menjelaskan. 

Edward menghela napasnya, dan masih tampak lelah dengan semua pekerjaannya hari itu.

"Makan malam sudah siap Tuan Edward, apakah kau akan turun ke bawah atau perlukah aku membawanya ke ruang kerja anda?" Tanya Alvin kembali.

"Tidak perlu Alvin, aku akan turun ke bawah."

Edward dan Emma sedang berada dalam satu meja makan, tidak ada perbincangan yang terdengar. Hanya ada suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring mereka.

Edward masih tidak peduli dengan kehadiran Emma, masih acuh dan menganggap Emma hanyalah sebuah bayangan.

"Edward..?" ucap Emma Huxley membuka pembicaraan, dan Edward belum merespon panggilannya.

"Abigail, baru saja menelponku saat aku dan Thomas berada di Scotlandia. Dia mengatakan beberapa hari ini kau terus menghindarinya. Padahal pernikahan kalian akan berlangsung bulan depan," lanjut Emma berbicara.

Edward langsung meletakkan garpu dan sendoknya, menegakkan tubuhnya dan melirik ke arah Emma. Tatapannya begitu dingin, dengan sikap angkuh seperti biasanya.

"Lalu apa maumu? Apa kau ingin wanita itu terus menempel padaku?" tanya Edward.

"Edward, jika kau butuh bantuanku. Tolong katakan saja, aku bisa membantumu untuk mempersiapkan pernikahanmu dengan Abigail..."

BUG!!!

Edward langsung saja menggebrak mejanya dengan kesal, sedangkan Emma masih mencoba bersikap tenang dan tidak mau terpicu dengan perilaku tidak sopan Edward. Mata hijau itu menatap kesal ke arah ibu tirinya.

"Jangan bersikap seolah-olah kau peduli. Bahkan kau bukanlah ibuku, Emma." Sindir Edward dengan sengaja.

"Edward..?! Kenapa setelah bertahun-tahun kau masih tidak bisa menerimaku sebagai ibumu. Aku benar-benar menyayangimu dan Abigail seperti anakku sendiri, Tidak bisakah kau membuka hatimu sedikit agar..."

"Apa??!! Apa aku tidak salah dengar?? Setelah bertahun-tahun? kau masih belum sadar. Sampai kapanpun aku tidak akan menerimamu sebagai ibuku."

"Mungkin kau sudah puas dengan nama Huxley yang tersemat di namamu sekarang ini! Tapi bukan berarti kau bisa menjadi ibuku."

"Apa kau lupa, bagaimana ibuku meninggal? Kalau saja kau tidak pernah menjadi seorang wanita penggoda murahan, ibuku mungkin saja masih berada disini. Dan kau mungkin masih tinggal di jalanan, lalu mati dengan menyedihkan."

Emma mengatupkan bibirnya dengan rapat, memegangi sendoknya dengan erat, dan masih terus mempertahankan kesabaran yang masih tersisa didirinya.

"Asal kau tahu Edward, kalau bukan karena Clarissa. Aku pun tidak akan masuk ke dalam keluarga kalian, ya... aku memang mencintai ayahmu. Dan kau benar, aku memang seorang penggoda. Tapi aku masih memiliki perasaan Edward" Ucap Emma dengan suara yang bergetar, dan tampak menahan air matanya untuk tidak keluar.

"Kau bilang karena Clarissa? Sungguh alasan yang aneh, kau berbohong hanya untuk menutupi kebohongan lainnya. Kalau kau berani, katakan pada adikku kalau kau bukanlah ibunya. Kalau kau adalah seorang pembunuh yang membunuh ibu kami." Ucap Edward dengan kasar.

"Edward KAU..!!!"

Emma sudah siap membalas ucapan Edward, tapi tiba-tiba saja Clarissa muncul dan seketika membungkam mulut kedua orang yang sedang bertengkar tersebut.

"Maafkan aku, jalanan terlalu padat hari ini dan dokter Meghan membuat jadwal terapiku menjadi sedikit panjang dari hari sebelumnya," ucap Clarissa dengan santai langsung duduk dan menatap Ke arah ibunya dan Edward.

"Mmm... ada apa? Apa aku melewatkan sesuatu?" Tanya Clarissa dengan bingung, tapi sebuah senyuman ia tampilkan di hadapan kedua orang tersebut.

Edward bangkit dari duduknya, dan pergi meninggalkan Emma dan Clarissa. Edward sudah menghilang dari ruang makan, sedangkan Emma masih terdiam dan menunduk.

Saat ini yang ia pikirkan, apakah Clarissa mendengar semua percakapan antara dirinya dan Edward?

"Ibu..? Ibu...? Kau tidak apa-apa?" Panggil Clarissa, Emma mendongak dan menatap wajah Clarissa.

"Kau memanggilku...?" Tanya Emma aneh, karena Clarissa masih memanggilnya dengan sebutan ibu.

"Ibu... kau kenapa? Apa kau habis bertengkar dengan Edward? Kenapa sih kalian sering sekali bertengkar?"

"Clarissa maafkan ibu. Ibu rasa ibu masih lelah dan kepalaku sedikit pusing. Aku harus segera beristirahat." Ucap Emma dan bangkit dari duduknya,

Clarissa pun tidak bisa menahan Emma yang juga sudah berjalan meninggalkan dirinya sendiri dalam ruang makan yang besar.

Clarissa masih duduk terdiam, mengambil napasnya dalam-dalam.

Dia sedang mencoba memahami semua perkataan Edward dan ibunya tadi. Clarissa mendengar semuanya, tapi dia masih belum bisa mengerti dan masih terus berpikir. Jadi apakah benar wanita itu bukanlah ibunya?

***

Beberapa jam sebelumnya,

"Dokter Mike, aku rasa aku sudah tidak membutuhkan terapi ini lagi. Apalagi dengan obat-obat ini." Clarissa memandangi botol kecil yang berisikan kapsul penenang miliknya.

Seorang pria dengan rambut cokelat yang gelap dan mengenakan kacamata tebal miliknya, menatap hasil dari pemeriksaan rutin dari Clarissa.

"Mmm... mari kita lihat perkembangan bulan ini. Ok"

"Tapi aku sudah tidak bermimpi buruk lagi, Dokter Mike. Dan kalau kupikir-pikir, kenapa juga aku harus bermimpi buruk seperti itu. Padahal tidak terjadi apapun dengan ibuku."

Dokter Mike menatap Clarissa yang masih berbaring di sofanya, Selama ini Clarissa berobat bukan untuk mengobati pikirannya yang terluka.

Selama ini Clarissa terus dibenamkan sebuah ingatan yang bukan miliknya sendiri. Hanya untuk menutupi sebuah kenangan buruk akan ibu kandung sebenarnya.

avataravatar
Next chapter