42 Aku Hanya Mengambil Peluang, Yang Kau Sia-Siakan!

Mata hijau itu sangat terlalu sering melirik ke arahnya, Ella pun sadar akan situasi yang semakin tidak nyaman dan terasa canggung. Membuat Ella sering kali memalingkan wajahnya, agar tidak bertemu mata dengan si pemilik mata hijau tersebut.

"Mr. Edward, apa kau bisa melihat ke arah sini?" gerutu David yang sadar Edward tidak fokus dengan sesi pemotretan hari itu.

"Kameranya ada disebelah sini, Mr. Edward." David mulai tidak sabar dan menunjuk ke arah kameranya sendiri.

Abigail sudah siap dengan pose mesra terbaik yang sudah ia tunjukkan, tangannya bertopang di pangkuan Edward dengan wajahnya yang ia sandarkan di antara kedua tangannya.

Gaunnya yang panjang dengan banyak rumbai dan payet, terlihat elegan ketika terhampar di lantai. Mereka berdua terlihat layaknya pasangan serasi, seorang putri cantik  dan pangeran tampan.

Abigail pun menyadari jika Edward terus memperhatikan Ella, dengan sengaja menarik wajah Edward ke arahnya. Kedua wajah itu hanya berjarak tidak lebih dari 10cm,

"Ahh... pose yang bagus." Ucap David dengan Riang, setidaknya dia bisa mengambil salah satu foto pasangan tersebut dengan hasil bagus.

Jantung Ella berdegup kencang tiba-tiba, mengira kedua orang tersebut akan melakukan aksi cium yang panas di hadapannya.

Ella segera menarik napasnya, merasa tidak nyaman melihat pemandangan yang ada dihadapannya. 

Ia pun membalikkan badannya dan berjalan cepat ke arah pantry, mengambil segelas air putih yang ia minum hanya dengan satu kali tenggakan.

"Ella kau harus mengendalikan dirimu, jangan pernah terlihat lemah terutama dihadapan mereka berdua. Dan ingat tujuan utamamu kesini!" ucap Ella pada dirinya sendiri. 

Ella kembali melihat Edward dan Abigail yang masih menjalani sesi pemotretan terakhir mereka. Duduk dengan tenang, pada sebuah kursi yang tidak berpenghuni. 

Satu jam pun berlalu, David memperlihatkan hasil fotonya, dan Abigail berkali-kali mengagumi hasil foto David yang ia ucapkan dengan nyaring dan sengaja, agar Ella bisa mendengar perkataannya.

"Hei Ella, kau mau lihat hasil fotonya?" Tanya David, Abigail yang berada disampingnya hanya bisa tersenyum licik.

"Aku akan ganti baju dulu, David." Ucap Abigail seraya meninggalkan David, Edward pun tidak tampak terlihat karena dirinya pun sedang merapikan diri.

"Bagaimana? Bagus bukan? ternyata idemu tidak terlalu buruk." David terlihat bersemangat menunjukkan hasil fotonya. 

Ketika Ella sudah berada dekat dengannya, Ella pun hanya bisa tersenyum masam sambil memberikan anggukan pelan, menandakan ia setuju dengan hasil foto milik David. 

Mata David tiba-tiba saja melirik ke arah bahu Ella, dan jelas sekali bukan Ella yang sedang ia tatap saat itu.

"Uhmm?" Kening David segera mengkerut cepat. 

Ella membalikkan badannya, karena ia juga merasa ada napas yang berhembus pada tengkuk lehernya. 

Edward Huxley, berdiri tepat di belakangnya. Memperhatikan Ella dalam kebisuan. Ekspresi wajahnya terlalu datar untuk orang yang sudah lama sekali tidak pernah ia jumpai.

Ella tidak bisa menduga, apakah pria itu sedang marah? Senang? Kesal? Sedih?

"Ella, apakah bisa kita berbicara sebentar?" Tanya Edward.

"Oohhh?? Baiklah Ella, sepertinya aku harus mengurus hal lain dulu." Ucap David, walaupun ia juga tidak tau ada apa sebenarnya? Tapi hati kecilnya mengatakan agar ia tidak berada di antara Ella dan Edward.

"Halo Tuan Edward... Lama sekali tidak bertemu denganmu," sapa Ella dengan wajah meyakinkan dan senyuman yang lebar.

"Ternyata kau bekerja disini?" Tanya Edward, karena ia tidak peduli dengan sapaan pembuka dari Ella.

"Ya... Seperti yang kau lihat bukan? Aku bekerja di Fogue saat ini," jawab Ella singkat. 

"Jadi kau sudah tinggal di London? Kau sudah tidak tinggal di Bristol? Sejak kapan?" Pertanyaan Edward begitu banyak. 

"Tuan Edward, kau terlalu banyak memberikanku pertanyaan. Lagi pula itu juga bukan urusan kau." Ella menolak untuk menjawab pertanyaan pria yang ada di hadapannya.

Edward masih terus memandangi wajah Ella, seakan-akan sedang terhipnotis dengan ucapan penolakan wanita yang masih membuat perasaannya menjadi gundah.

"Apa kau akan diam dan terus memandangku?! Aku yakin akan ada kesalahpahaman, jika calon istrimu melihat situasi seperti ini. Maaf aku harus pamit, karena banyak pekerjaan yang harus kau selesaikan." Ella yang kesal dan akan meninggalkan Edward, tapi pria itu langsung meraih lengan Ella.

Ella cukup terkejut dengan tindakan Edward yang tiba-tiba, matanya menatap tangannya sendiri yang dipegang erat oleh Edward.

"Apa kau cemburu, Ella?" Tanya Edward masih dengan wajah datarnya.

Ella mendelikkan matanya, dan tertawa dengan mencemoh. "Cemburu? Hahh ?? Apa anda tidak salah Tuan Edward? Untuk apa aku cemburu?" Ucap Ella dan ia segera melepaskan diri dari pegangan Edward.

"Ella setelah dua tahun lebih kita tidak bertemu, apa kau masih akan terus menghindar seperti ini? Aku tahu kau masih memiliki perasaan terhadapku, bukan?" Edward sudah sedikit menaikkan volume suaranya, orang-orang sekitar termasuk David melirik ke arah Ella dan Edward.

"Tuan Edward, aku mohon... kau harus menjaga etikamu ditempat umum. Dan ingat jika kau sudah memiliki calon istri, tidak baik jika kau bersikap seperti ini terutama kepada ku. Orang-orang akan berpendapat  aneh dan berbeda nantinya." Ucap Ella sambil memberikan senyuman yang memaksa.

"Aku tidak sedang ingin membuat gosip, maaf aku bukanlah dirimu Edward Huxley, karena kau sudah terbiasa dengan pemberitaan di banyak media," sindir Ella. 

"Ella, itu tidak seperti yang kau pikirkan! Aku dan Abigail... kami berdua..."

"Tuan Edward, CUKUP!! Aku tidak butuh penjelasanmu, karena aku  tidak memiliki kaitan apapun antara hubunganmu dengan calon istrimu! Jadi... maaf, karena aku harus pergi."

Ella yang tidak mau membuat keadaan semakin mencolok, tanpa ragu mulai melangkahkan kakinya untuk segera meninggalkan Edward yang tampak masih ingin berdebat dengannya.

Tapi lagi-lagi Edward menahannya, ia lebih erat memegangi pergelangan tangan Ella. Merasa sangat kesal, dan baru saja  Ellla ingin memaki. 

Namun hal itu tidak ia lakukan, mulut yang sudah terbuka itu tidak mengeluarkan apapun.  Terhenti begitu saja, karena sebuah suara mengagetkan mereka berdua. 

"Ella, apa kau tidak apa-apa?" terdengar suara seorang pria yang tampak khawatir. 

Ternyata Alfred sudah berada diantara Ella dan Edward, tampak dia baru saja tiba. Wajahnya memperlihatkan ekspresi terkejut, melihat Edward yang memegangi pergelangan tangan Ella. Dan tanpa permisi, Alfred dengan memaksa segera melepaskan pegangan tangan Edward dan menarik Ella ke arah dirinya.

"Alfred, kenapa kau bisa ada disini?" Tanya Ella bingung, dan Alfred masih memegangi pinggang Ella seraya menatap tajam ke arah Edward yang juga sudah kesal.

"Aku sedang bertanya pada resepsionis di lobi, dan ketika aku menyebutkan nama Ella. Seseorang yang bernama Sophia, mengajakku untuk menemuimu di lantai ini." Ucap Alfred memberikan penjelasan singkatnya pada Ella.

"Kalian....??" Edward tersadar dengan Alfred yang bersikap layaknya kekasih.

"Hai Edward, lama sekali kita tidak bertemu. Kudengar kau akan segera menikah. Selamat atas pertunanganmu yang sudah banyak tersebar dan menjadi pemberitaan hangat." Ucap Alfred dengan sengaja menyindir pernikahan Edward dan Abigail.

"Ella... Hahhh??? Jangan bilang kalau kalian selama ini..." Edward meninju telapak tangannya sendiri dengan kesal. "Tidak kusangka, ternyata kau tidak berbeda jauh dengan wanita-wanita di luar sana."

"Apa maksudmu Edward? Dan jaga bicaramu!" Ucap Alfred dengan tegas dan masih dengan sopan. Ella tidak ingin situasinya semakin memburuk, segera menenangkan Alfred.

"Alfred kumohon, ini hari pertamaku bekerja. Jangan buat keributan apapun." Ella memohon pada Alfred yang masih memegangi pinggangnya.

"Kupikir kita berteman Alfred, tapi apa yang kau lakukan sekarang padaku?" Edward masih saja meneruskan sindirannya.

"Kita masih berteman Edward, aku hanya mencoba mengambil peluang yang kau sia-siakan, apakah itu salah?" Jawab Alfred.

Edward membuka mulutnya dan ingin sekali membalas perkataan Alfred, tapi ia kembali menutup dengan kesal. Membalikkan badan dan pergi meninggalkan mereka berdua dengan wajah memerah yang kesal.

Tidak lama Abigail sudah selesai mengganti pakaiannya, ia sadar melihat Edward yang baru saja meninggalkannya. Abigail berjalan cepat untuk menyusul Edward, dan memanggil calon suaminya tersebut.

"Edward... tunggu aku...!!" Panggil Abigail, langkahnya sempat terhenti untuk beberapa detik karena memperhatikan Ella dan Alfred yang tidak ia kenal tentunya. Setelahnya ia kembali berjalan cepat menyusul Edward yang sudah menghilang.

***

Alfred sudah mengantar Ella pulang ke apartemennya, tidak ada obrolan sepanjang perjalanan pulang mereka. Alfred lebih banyak diam, dan Ella masih belum berani mengucapkan sepatah katapun.

Alfred sedang duduk di sofa, wajahnya masih terlihat tegang. Ella tahu, jika Alfred sengaja mengacuhkannya dengan hanya melihat ponselnya sendiri.

"Apa yang sedang kau lihat?"Akhirnya Ella memberanikan diri untuk bertanya,

"jadwalku untuk besok," jawab Alfred dengan singkat. 

"Apa kau ingin sesuatu? Atau mau kubuatkan secangkir kopi?" Ucap Ella seraya bangkit dari duduknya.

Entah sudah berapa kali tangan Ella di tahan dan ditarik oleh para pria. Dan kali ini Alfred melakukan hal tersebut pada dirinya.

Ella kembali dalam posisi duduknya, Alfred sudah mengangkat kedua kakinya di atas sofa Ella.

Mata pria itu tidak terlihat ramah, aura yang terlihat sangat seram menurut Ella. Alfred mendekati perlahan Ella dengan kedua tangannya yang berada di samping tubuh Ella.

Ella menelan ludahnya sendiri, masih bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh Alfred. Tapi wajahnya semakin mendekat, dan belum ada ekpersi ramah yang terlihat.

Alfred terus mendekat, sedangkan Ella terus menjauhkan tubuhnya. Kedua tangannya membentuk siku, agar tubuh Ella dapat bertopang pada sofa.

"Alfred..?" Ucap Ella canggung.

"Kau tahu Ella, aku sengaja menukar jadwalku malam ini. Agar aku bisa menempuh tiga jam perjalananku hanya untuk bisa menemuimu." Ucap Alfred, kedua wajah itu sudah berada dekat.

Ella tidak tahu harus berkata apa, matanya hanya bisa bergerak-gerak melihat wajah Alfred.

"Alfred... kau membuatku takut."

"Ahh...." Pekik Alfred dengan kesal, dan sudah menegakkan tubuhnya, "Maafkan aku Ella.." Ucap Alfred kemudian bangkit dan mengambil jaketnya yang ia letakkan di sisi sofa.

"Kau akan pergi?" Tanya Ella bingung.

"Kenapa? Kenapa kau peduli? Bagaimana perasaanmu padaku selama ini Ella?" tanya Alfred masih kesal.

"Oohh?? Jadi kau kesal karena kejadian tadi? Alfred, asal kau tahu!" Ella berusaha menjelaskan. 

"Aku sama sekali tidak tahukupun tidak tahu, jika mereka berdua akan berada di Fogue hari ini!"

"Tunggu!" Ella terlihat bigung dengan penjelasannya sendiri. 

"Kenapa aku harus menjelaskan hal ini padamu. Aku ini bukan siapa-siapamu, Alfred." Ella terhenti dengan ucapannya sendiri, sadar akan kesalahan yang ia buat.

"Maafkan aku Ella.. Sepertinya aku terlalu berharap... Ahh..." Alfred sudah melangkah mundur, dengan raut wajah yang penuh kekecewaan. 

"Alfred... dengarkan aku dulu. Maaf... tapi bukan maksudku untuk melukai perasaanmu." Ella menghampiri Alfred, memberikan pelukan yang erat.

Menutut Ella pria itu lebih pantas mendapatkan perasaannya ketimbang Edward Huxley,

"Maafkan aku Alfred... Kumohon... Selama ini kau yang selalu memberiku semangat... Selain Calvin temanku yang bodoh itu."

Alfred pun cukup terkejut dengan Ella yang memeluknya, dan membalas pelukan Ella dengan kedua tangannya yang ikut melingkar pada tubuh Ella dengan perasaan yang nyaman.

"Harusnya aku yang meminta maaf padamu Ella, karena aku sendiri yang sudah berjanji akan memulainya denngan perlahan." Ucap Alfred dan mencium pucuk kepala Ella dengan lembut.

"Aku mencintaimu, Ella," ucap Alfred kembali. 

avataravatar
Next chapter