19 Pengakuan

Tiga minggu telah berlalu, setiap kali Sarah berkunjung kerumah Tina selalu menyebutnya terlebih dahulu. Bahkan Fadil selaku kekasih kontraknya, kalah cepat oleh adik semata wayangnya. Entah apa yang terjadi mereka berdua sangat akrab. Fadil pun senang melihat Sarah akrab selain dengan dirinya. Suatu hari ketika malam hari, Fadil dan Sarah sedang berbaring di atas kasur. Pandangan lelaki itu fokus menatap layar ponsel miliknya, sedangkan gadis itu sibuk membaca buku.

"Jangan biasakan tidur sambil membaca buku sayang, nanti penglihatanmu bisa rusak." Kata Fadil memberikan nasehat pada Sarah.

"Terus apa bedanya denganmu, bermain ponsel sembari tidur di atas kasur?

Lelaki itu merasa konyo ketika mendengarnya. Menatap layar ponsel, dalam kurun waktu yang lama sama juga tidak baik untuk kesehatan mata. Apalagi seharian ini, aktivitasnya tidak jauh dari ponsel. Pemuda itu tertawa, sedangkan gadis itu menatap dengan raut wajahnya yang datar. Kemudian, dia beranjak dari tempat tidurnya lalu memasang lampu belajar di atas meja belajarnya.

Fadil menyuruh Sarah untuk membaca, pada tempat yang sudah di sediakan. Kini gadis itu, membaca buku dengan nyaman. Tak berselang lama, suara ketukan pintu pun terdengar sontak mereka berdua panik ketika mendengar suara Tina di balik daun pintu kamarnya meminta izin untuk masuk. Dengan sirgap Sarah menghilangkan wujudnya dan duduk di samping Fadil. Tina pun masuk ke dalam kamar lalu duduk bersila di atas kasur.

"Ada apa? Gak biasanya datang ke kamar gue?"

"Kak, Tina ingin membicarakan soal Kak Sarah."

"Memangnya ada apa?"

"Sepertinya Kak Sarah benar-benar tulus mencintai kakak. Tina mohon, agar kakak tidak mengecewakan Kak Sarah. Apalagi Kak Sarah itu gadis yang baik, jadi awas saja kalau bikin Kak Sarah nangis."

"Tenang kakak tidak akan pernah mengecewakannya. Dia itu pacar kakak, orang ketiga yang paling kakak cintai."

"Orang ketiga? He.he.he. Kakak aku mengeti maksudmu," ucapnya seolah satu frekuensi dengan kakaknya.

"Ha.ha.ha bukan itu maksudku. Orang yang aku cintai ada tiga, yang pertama adalah keluarga, saudara tapi kalau bajingan bisa di pertimbangkan, ketika adalah Sarah. Kalau dia ada disini mungkin aku akan mengatakan 'I Love You' sebanyak mungkin."

Mendengar hal itu raut wajah Sarah semakin memerah, jantungnya berdegup begitu kencangnya, lalu secara berhati-hati dia menggeser tempat duduknya. Kemudian Sarah memeluknya sangat erat, sehingga Fadil semakin tersipu malu. Melihat raut wajahnya memerah, Tina pun tertawa lalu dia berkata bahwa kakaknya tidak akan berani mengatakannya kepada Sarah.

"Tentu saja aku berani, jika dia ada disini kakakmu ini pasti akan mengatakannya." Ucapnya dengan melipat kedua tangannya, menatap agar terlihat keren di mata adiknya.

"Iya aku percaya," ujarnya dengan tidak yakin.

"Jadi kedatanganmu kemari hanya untuk itu?"

"Iya hanya itu, kalau begitu adek masuk kamar." Ucapnya sembari beranjak dari tempat tidurnya.

Tina pun beranjak meninggalkan kamar, kini hanya ada mereka berdua di dalam kamar. Gadis itu masih memeluknya, dengan raut wajah merah padam mengingat apa yang di katakan oleh Fadil pada adiknya. Begitu juga Fadil terdiam dengan rasa malu sejak tadi.

"Apa kamu serius mengatakannya?" Tanya Sarah menyembunyikan wajahnya pada pundak Fadil.

"Entahlah, aku hanya mengatakannya begitu saja," ucapnya sembari mentap ke depan sembari tersipu malu.

"Begitu rupanya," ucapnya sembari menunjukkan wajahnya agak kecewa.

"Tapi meski aku benar-benar mencintaimu, aku pasti tidak akan mengatakannya."

"Kenapa?" Tanya Sarah menatap raut wajahnya.

"Meskipun sekarang kita adalah kekasih, tapi belum tentu kita berdua bisa berdiri di pelaminan. Diriku khawatir hubungan kita selama ini berakhir sebagai penjaga jodoh." Membeberkan fakta yang terjadi di lapangan.

Mendengar hal itu Sarah pun menjadi sedih, dia melepas pelukkannya lalu tertidur sembari menatap langit-langit. Kebenaran yang ia dengar barusan, merupakan kenyataan pahit yang sedang dia alami. Jodoh memanglah di tangan Tuhan, kita sebagai manusia hanya bisa berjuang walau pada akhirnya Sang Pencipta yang memutuskan. Membayangkan kekasihnya, datang sebagai tamu undangan membuatnya semakin sedih. Gadis itu sebisa mungkin, menahan air mata agar tidak menetes keluar.

"Tapi asal soal Waifu dan ingin memilikimu, sewaktu aku mencium botolmu waktu itu. Aku sungguh-sungguh mengatakannya," ucapnya terbata-bata dengan tersipu malu.

Air matanya mengalir dalam kebahagiaan, gadis itu langsung menindihnya lalu Sarah menciumnya hingga meninggalkan bekas lipstik di seluruh wajahnya. Kemudian Sarah memeluknya sangat erat.

"Sebenarnya, semenjak pertama kali aku bertemu denganmu. Aku sudah jatuh cinta pada pandangan pertama. Awalnya aku tidak percaya, dengan cinta pandangan pertama. Rasanya itu mustahil, menyukai seseorang dalam sekali tatap. Tapi setelah kamu menciumku dasar genit! Kini aku mempercayainya," ujarnya mengungapkan isi hatinya.

"Aku juga berpikiran hal yang sama, apalagi kita bertemu di alam mimpi. Mustahil untuk mempercayainya, tapi semenjak kamu melihatmu terbebas. Rasanya tidak jauh berbeda dengan kamu rasakan. Aku ini memang lelaki payah, semoba dalam enam bulan ini kamu betah denganku." Ujarnya gantian mengungkapkan isi hatinya.

"Sepayah apapun dirimu, aku akan selalu mencintaimu walau kamu tidak berani untuk mengatakannya. Bergantunglah padaku, jika kamu membutuhkan sesuatu aku akan selalu membantumu. Sebab kebahagianmu adalah yang utama bagiku," ucapnya sembari memeluknya dengan sangat erat.

"Thanks," timbalnya pada Sarah lalu dia pun tersenyum kepadanya.

Lampu pun di matikan, lalu mereka berdua pun tertidur menghadap berlawanan. Gadis itu tersenyum lalu membalikkan tubuhnya, dan dia memeluknya membuat pemuda itu sedikit terkejut. Fadil menarik salah satu tangannya, agar pelukannya semakin erat. Sempat dia terpikir di benaknya, bahwa gadis itu akan memukul atau menjambak rambutnya. Kini ia hanya terdiam, dengan mata terpejam serta senyum kebahagiaan. Mereka berdua saling terjaga hingga fajar pun tiba.

Ketukan pintu mulai terdengar, mereka berdua pun terbangun dari tidur. Fadil pun berjalan keluar, dengan raut wajah yang masih mengantuk. Begitu juga dengan Tina, duduk seorang diri menonton acara televisi sambil menikmati sarapan pagi. Lalu dia seluruh wajahnya di penuhi bekas lipstik. Beberapa saat kemudian, seperti biasa dia membawa sarapan pagi untuk di bawa masuk ke dalam kamarnya.

"Kak kenapa dengan wajahmu?" Tanya Tina melihat wajahnya di penuhi bekas lipstik.

"Wajahku?" Fadil bertanya kembali, lalu ia berkaca pada sebuah cermin kecil tergeletak di atas meja panjang hitam.

"Anu, semalam kakak foto seolah di cium begitu." Ucapnya meyakinkan agar adiknya percaya.

"Mencurigakan. Ya sudah,sok kak kalau mau masuk ke kamar." Menatap curiga kakaknya.

Ketika Fadil membuka pintu kamar, sekilas Tina melihat Sarah berada di dalam kamar. Dia mengenakan baju layaknya seorang dayang istana, duduk di atas ranjang kakaknya. Kedua matanya tak berkedip, lalu dia berlari dan langsung membuka pintu kamarnya. Dan ternyata tidak ada siapapun disini selain kakaknya.

"Ada apa?"

"Tadi aku melihat Kak Sarah di kamar kakak," kata Tina sembari melirik setiap sudut kamarnya.

"Sarah? Tidak ada, kamu ngelindur kali. Sana pergi keluar," ucapnya meminta adiknya untuk keluar.

Secara perlahan Tina pun keluar dari kamarnya, sembari tersenyum aneh seolah tau apa yang sedang kakaknya sembunyikan. Tina bukanlah gadis yang bodoh, dia tau apa yang di sembunyikan oleh kakaknya. Seminggu yang lalu, dia masuk ke dalam kamar kakanya yang tidak terkunci untuk mengambil seprai. Dia melihat kakaknya, berpelukan mesra dengan Sarah. Kemudian saat kakaknya makan seorang diri, dengan dua sendok. Di mata orang biasa, dia hanya makan seorang diri. Namun jika di lihat dengan penglihatan supranatural, Fadil sedang makan berdua dengan Sarah.

Semenjak melihat keberadaan Sarah, dia terus melihatnya hingga sekarang. Melihat senyuman adiknya, yang tak biasa Fadil pun sedikit ngeri melihatnya. Pemuda itu berharap semoga kecurigaannya menghilang, walau sebenarnya adiknya sudah tau kebenarannya.

avataravatar
Next chapter