4 Menolong

"Nona….. Nona… kau dengar aku?" teriak Santi dari luar, yah Santi tak bisa lagi mengintip, tak ada celah sedikitpun untuk ia bisa tahu keadaan wanita malang didalam.

"Si… Siapa disana?" sahut suara wanita malang itu terdengar getir dan lemah.

"Menjauh lah, aku akan memecahkan kaca jendela, menjauh dari sana!" teriak Santi.

Dengan berlarian, Santi mengambil batu besar, mengangkatnya dengan sekuat tenaga, dan menghujamnya pada jendela kaca berukuran 1 meter itu.

Yah… ada teralis disana, tapi yang terpenting adalah, Santi harus memecahkan kaca terlebih dulu.

Satu…. Dua…. Tiga….

Brukkkk,

Kaca itu pecah,

Bagaikan superhero, Santi bersegera menyelamatkan si wanita malang yang masih terikat dengan tangan menggantung. Tak hanya itu wajah dan tubuh wanita itu penuh dengan luka, dan juga bekas memar.

Dahi Santi mengernyit, mendapati seseorang yang babak belur. Ditambah lagi pakaiannya yang sudah compang camping karena sobek.

"Cepat, cepat kita harus kabur dari sini!" ajak Santi dengan membantu wanita itu terlepas dari ikatannya.

Ikatan yang terlihat sudah lebih dari beberapa hari, karena ikatan itu sudah meninggalkan bekas di pergelangan tangannya.

Santi membopong tubuh wanita malang itu, sementara wanita itu hanya terdiam dan lemas, ia seperti sudah kehabisan tenaga.

Wajar saja, siksaan itu didapatkannya berkali-kali, dan sepertinya ia tak diberikan makan sedikitpun.

Santi tak tahu harus membawa wanita malang itu ke arah mana, ia pikir nasib setragis itu hanya ada di sinetron-sinetron. Tapi nyatanya ia melihatnya sendiri dengan kedua bola matanya.

"Cepat nona! Ingatlah anakmu di rumah!" teriak Santi memompa semangat wanita yang tak berdaya itu. ucapan itu membuat wanita malang itu berusaha membuka matanya yang bengkak.

"Bella…. Bella," ucap wanita itu yang sepertinya memanggil nama anaknya.

Santi mengangguk, "Yah.. semua demi Bella nona! Ayo.. sebelum si pria brutal dan jahat itu kembali, kita harus menjauh dari sini."

Wanita itu menganggukkan kepalanya, seolah ia sudah kembali bersemangat, langkahnya yang terpincang-pincang membuat Santi ikut serta membopongnya dengan setia.

"Aku tak tahu kita dimana, aku juga tak tahu harus kabur ke arah mana," ujar Santi dengan wajah bingung. Sementara mereka kini berada di belakang bangunan tempat penyekapan tadi.

Santi menunjuk arah sang kekasih berada, "Aku dari arah sana! Disana ada kekasihku," ucap Santi dengan mengajak wanita malang itu.

"Tidak! Tidak! Remon pasti ada disana, jam segini dia pasti sedang nongkrong dengan teman-temannya disana," sahut wanita itu dengan menggelengkan kepalanya cepat.

"Ha… apa? Jadi kau tahu keberadaan kedai kecil di sana?" tanya Santi penasaran.

"Panggil aku Sisil, aku adalah kekasih gelap Remon, laki-laki yang tega menyiksa ku 4 hari belakangan ini, ia sengaja membuat batin ku tersiksa, juga tubuhku dibuatnya hancur," butiran halus itu mulai membasahi pipi Sisil.

Sementara Santi masih tak percaya sepenuhnya, ia tahu kekasihnya Gilang memang brutal, tapi ia sedikit ragu jika tempat tongkrongan itu adalah tempat yang sama.

"Tapi kekasihku tak mungkin sejahat itu, dia memang memiliki tato yang banyak, juga tak memiliki pekerjaan, tapi aku yakin dia tidak akan bersikap jahat seperti Remon," bela Santi dengan sedikit meragukan ucapan Sisil.

Membuat Sisil Menggelengkan kepalanya, "Hati-hati dengan kekasihmu Gilang itu, ia memang bersikap manis saat kita masih menjadi kekasihnya. Tapi setelah kita memberikan semuanya padanya, maka sikap aslinya akan muncul."

"Apa maksudmu Sisil?" tanya Santi penasaran.

"Akan ku ceritakan semuanya, tapi nanti, sekarang kita harus pergi dari sini. Aku tahu jalan keluarnya."

Santi menganggukkan kepalanya, mereka berdua berpegangan tangan, menelusuri hutan yang penuh dengan pohon-pohon bambu juga rerumputan yang tinggi.

"Ini sangat mengerikan, apa tak ada jalan lain?" tanya Santi dengan langkah penuh takut, ia berpegang kuat pada tangan Sisil, seolah takut akan tertinggal.

Sisil menggelengkan kepalanya, ia sangat hafal jalan-jalan disana, "Tidak, ini satu-satunya jalan yang belum Remon tahu, kita harus lewat rumput-rumput tinggi agar ia tak tau arah mana kita kabur." ucap Sisil dengan terus menuntun perjalanan.

Santi terus mengikuti langkah Sisil, dia tak melepaskan tangan Sisil sedikitpun, tapi rasa dahaga itu benar-benar menerpa Santi.

"Tahan…. Kita tak akan menemukan warung atau air disini, ini adalah hutan liar, kita harus lalui beberapa kilo lagi," ucap Sisil yang sepertinya tahu keluhan Santi.

"A...apa?" wajah cemas juga tak percaya itu tampak jelas, Santi tak sanggup berjalan lagi. Rasanya ia tak punya tenaga lagi.

"Cepat Santi, kau tak inginkan tertangkap oleh mereka, mereka punya 4 sampai 6 orang teman, dan mereka bisa menangkap kita kapanpun. Apalagi jika kau sudah diperkenalkan oleh Gilang pada teman-temannya,"

Ucapan Sisil itu terdengar sangat menakutkan, "A… apa? apa mungkin Gilang akan seperti itu?" tanya Santi yang masih tak percaya begitu saja.

Sisil tersenyum setengah bibir, ia sangat tau perasaan Santi saat ini, karena ia pernah berada di posisi Santi beberapa tahun lalu.

"Aku sama sepertimu, aku anak SMA yang polos, dan aku tak sengaja menjalin hubungan dengan Remon, yah… berawal dari pertemuan singkat, saat pulang sekolah kami selalu bertemu di tempat tongkrongan, yang tak jauh dari pertigaan, disana ada pohon jambu dan juga rumah kosong yang tak jauh dari sana." papar Sisil.

"Ha…. Mengapa kisah Sisil sama dengan ku," gumam Santi dalam hati.

"Berawal dari sana, aku sering meninggalkan jam sekolah ku, untuk sekedar ikut Remon bersenang-senang, bahkan sahabatku sendiri telah melarangku, tapi aku tak memperdulikannya. Sampai satu ketika, Remon mengajakku ke kedai jauh itu, ia memperkenalkan ku pada teman-temannya. Dan aku terlihat enjoy dengan teman-temannya, tapi itu tak berlangsung lama.." ucap Sisil dengan suara yang semakin terdengar lirih.

"Maksudmu?" Santi begitu penasaran dengan kisah lengkap Sisil, tapi obrolan mereka harus terputus, karena keduanya benar-benar merasakan dahaga yang luar biasa.

"Apa ini masih jauh?" tanya Santi dengan raut wajah lelah, keringat terus bercucuran di dahinya. Ia tak mampu lagi berjalan, kakinya sudah gemetar, belum lagi perutnya yang sangat lapar.

"Berhenti! Berhenti Sisil!" pinta Santi dengan wajah memelas, ia benar-benar tak kuasa menahan rasa dahaga dan laparnya lagi, Santi terduduk di tengah-tengah rumput tinggi. Yang bahkan ia tampak tak peduli jika ada seekor ular yang tiba-tiba menyerangnya.

"A...aku lelah sekali, kumohon berhentilah sejenak, setidaknya kita bisa menghirup udara segar," ucap Santi dengan memohon.

Sisil menggelengkan kepalanya, ia tahu Remon dan kawan-kawan pasti sedang mencari keberadaannya sekarang, "Kau ingin ikut atau tertangkap?" ancam Sisil.

Membuat Santi tersadar, dan beranjak bangkit dari duduknya. "Tidak!!! Kau jangan menakuti ku terus," Santi berlarian menyusul langkah Sisil yang berjarak 10 meter darinya.

avataravatar
Next chapter