webnovel

Bab 4 ( Nenek )

Dirga memijat pelan kepalanya yang terasa lelah. Pagi ini baru saja ia dan bosnya dihebohkan oleh sikap kekanak-kanakan dari Neneknya Harry, yang menurutnya sangat lucu dan tidak masuk akal.

Nyonya Sofia berulang kali bersikeras tidak mau pulang dari rumah sakit, setelah tiga hari dirinya telah di rawat di rumah sakit tanpa menderita sakit apapun. Bayangkan saja. Orangtua mana yang sedang sehat walafiat secara jasmani dan rohani, yang mau menetap dan tinggal di rumah sakit dan menolak untuk pulang ke rumah?

Dirga sungguh tidak habis pikir dengan kelakuan Nyonya besarnya itu hingga kini.

Nyonya Sofia bahkan membuat kegaduhan diantara para dokter dan beberapa orang di rumah sakit karena mereka kebingungan dalam memberikan izin untuk rawat inap pada pasien yang telah mereka anggap baik-baik saja.

"Nenek, jangan buat keributan di sini dan ayo kita pulang," seru Harry untuk kesekian kalinya. Dirga yang saat itu juga berdiri di sana hanya bisa diam dan tidak berniat untuk ikut campur.

"Aku tidak mau. Nenek sudah katakan berulang kali!! Nenek tidak mau pulang sampai kau membawa menantuku ke sini!!" teriak Nyonya Sofia dengan lantang dan tanpa rasa takut serta malu sama sekali.

Padahal saat ini, Harry telah memberikan tatapan yang tajam dan dingin padanya. Tapi neneknya sama sekali tidak gentar. Belum lagi saat ini, mereka juga tengah berada diantara kerumunan orang yang sedang menonton pertengkaran mereka dengan asyik.

Ada seorang dokter, dua orang suster dan satu orang asisten serta sekretarisnya, Dirga.

Dengan sangat terpaksa, Harry harus menahan segala rasa malu yang dirasakannya akibat tingkah laku neneknya sendiri, yang dianggapnya sangat kekanak-kanakan. Di usianya yang sudah lanjut, nenek malah bertingkah seperti anak kecil dan membuat kegaduhan di hampir satu bangsal rumah sakit tanpa rasa bersalah.

"Nenek, kau tidak bisa membuat semua orang kerepotan karenamu di sini. Karena itu ayo kita pulang. Dan bicarakan masalah ini di rumah," balas Harry dengan tetap menahan segala kekesalannya.

"AKU TIDAK MAU!! Sudah nenek bilang bukan, Nenek tidak mau pulang sampai kau membawa gadismu itu kemari. Nenek harus melihat wajahnya sebelum nenek meninggalkan rumah sakit ini!"

Seperti sebuah ultimatum. Harry merasa ucapan nenek terlalu berlebihan.

"Tidak semudah itu, Nek."

"Apanya yang tidak semudah itu? Kau tinggal membawanya saja kemari apa susahnya? Memangnya dia ada di belahan dunia lain, sehingga kau begitu susah untuk membawanya kemari dan menemuiku? Kau sendiri yang bilang bahwa kau sudah memiliki seorang kekasih karena itu kau menolak semua wanita yang nenek jodohkan padamu. Tapi mana? Kenapa sampai sekarang nenek masih belum juga melihat wujud wanita yang kau sebutkan itu. Kau tidak sedang mencoba membohongi nenek bukan?"

Harry menelan ludahnya dengan pelan.

Ya. Harry memang berbohong. Itu juga karena nenek terus memaksa. Sehingga ia, tidak punya pilihan lain selain mengatakan bahwa dirinya sudah memiliki wanita lain yang ia inginkan. Dan tentu saja Harry tidak akan mungkin mengatakan yang sebenarnya pada nenek.

"Aku tidak berbohong. Aku memang sudah memiliki seorang kekasih. Tapi untuk saat ini, aku masih belum bisa memperkenalkannya pada nenek. Tidak untuk saat ini," jawab Harry dengan sekenanya. Dan nenek tetap tidak mau menerimanya.

Ia tahu sifat cucunya itu yang suka berkelit. Jika ia tidak memaksanya dengan cara ini, maka selamanya cucunya itu akan terus berdalih padanya dengan alasan-alasan lain yang terus ia buat.

Karena itu sampai ia dipertemukan dengan calon menantunya itu, Nyonya Sofia akan tetap berkeras hati tidak akan pulang ke rumah dan akan tetap terus tinggal di rumah sakit seperti ia tinggal di hotel atau tempat penginapan lainnya.

Setelah lelah berdebat, nenek akhirnya membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan berkata untuk terakhir kalinya, "Nenek tetap tidak akan pulang sampai kau membawa pacarmu itu kemari. Jika tidak, nenek akan tinggal di sini selamanya,"

Semua pihak yang mendengar keputusan Nyonya Sofia itu, langsung bergidik dan pasrah. Begitu pula dengan Harry. Ia memutuskan untuk menyerah dan tidak berdebat lagi dengan nenek. Jika ia tetap melanjutkan maka semua itu hanya akan menjadi sia-sia.

Tidak pernah ada seorang pun yang bisa mengubah keputusan nenek jika ia sudah sangat berkehendak. Karena itu ia memutuskan untuk pergi dan membiarkan begitu saja neneknya Itu, di sana.

"Biarkan dia tetap di sini dan rawat dia dengan baik. Aku akan membahasnya dengan pihak rumah sakit," pesannya pada para dokter dan suster sebelum akhirnya ia pergi bersama dengan Dirga yang sudah mengikutinya di belakang.

***

"Kau masih ingat dengan wanita yang aku suruh kau cari tahu?" tanya Harry pada Dirga di sela-sela waktunya berjalan menuju keluar rumah sakit begitu mereka telah selesai berbicara dengan pihak rumah sakit terkait masalah neneknya.

Sambil melewati beberapa lorong rumah sakit sebelum akhirnya menuju ke pintu parkiran, Harry mendadak mempertanyakan sesuatu hal pada Dirga.

Dirga yang mendadak ditanya, menjadi bingung. Ia menjawab pertanyaan bosnya itu dengan tenang.

"Iya. Saya masih ingat, Pak," jawabnya.

Harry melirik sedikit ke arahnya.

"Hubungi dia sekarang. Dan lakukan apa yang pernah aku instruksikan padamu waktu itu. Temui dia dan lakukan transaksi dengannya segera. Semakin cepat semakin baik," seru Harry pada Dirga dengan datar ketika keduanya sedang telah dalam perjalanan menuju ke kantor.

Memang awalnya Dirga berencana akan menghubungi orang yang bosnya itu maksudkan segera setelah ia telah sampai di kantor. Tapi karena mendadak ia terhalang oleh beberapa pekerjaan mendesak yang mendadak muncul, Dirga terpaksa mengurungkan niatnya itu terlebih dahulu sampai pekerjaan mendesaknya itu terselesaikan.

Ada sedikit kendala di bagian logistik. Sehingga hal ini mengharuskannya untuk melakukan segala upaya penanganan yang cepat agar masalah tersebut tidak sampai berlarut-larut dan merambah ke hal lainnya yang mungkin akan merugikan beberapa pihaknya.

Dan siapa sangka, Wanita yang akan dihubunginya itu justru malah menghubunginya duluan, tepat ketika ia baru saja telah menyelesaikan semua pekerjaan mendesaknya itu barusan.

Benar-benar suatu kebetulan yang berjodoh.

Untung saja Dirga cepat sadar dan mengenali nama wanita itu ketika Stephani, sang resepsionis menyebutkan namanya itu. Jika tidak, Dirga mau tidak mau harus meluangkan waktunya untuk mencari kembali nomor kontak wanita itu di antara tumpukan dokumen-dokumen miliknya, sebelum mereka akhirnya bertemu.

Dan karena berkat ia yang telah membaca dengan lengkap seluruh data dan profil pribadi wanita yang bernama Cleo itu, Dirga kini dengan mudahnya bisa mengenali wajah dari itu, tepat ketika ia telah sampai dan masuk ke dalam sebuah kafe yang menjadi tempat janji temu keduanya.

Dengan sangat yakin, Dirga berjalan menuju ke meja wanita itu dan menghampirinya.

"Nona Cleo? Maaf membuat Anda menunggu. Saya Dirgantara, sekretaris Pak Harry."

***

-

lenzluphcreators' thoughts
Next chapter