webnovel

Night King : Kebangkitan Sang Kucing Hitam

Pertemuannya dengan bocah delapan tahun membuat Lin Tian sadar, bahwa kekuatan tidak sepenuhnya bisa melindungi banyak orang. Sebaliknya, dengan kekuatan dan kekuasaan membuat orang-orang semakin menderita, terutama mereka yang lemah. Ketika Lin Tian hendak mengajak bocah tersebut untuk pergi, saat itu juga gerombolan Pendekar mengepung dirinya. Bocah tersebut tewas saat salah satu Pendekar menjadikannya dirinya sebagai tawanan. Lin Tian yang sudah dipenuhi luka itu akhirnya mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuannya untuk membunuh semua pendekar tersebut. Lin Tian pun menghembuskan napas terakhirnya. Namun, ketika dia membuka matanya bukan Nirwana yang didapatnya, tetapi dunia yang jauh berbeda dengan masa lalunya. Takdir telah membawanya ke masa depan, lebih tepatnya di tahun 2022. Ribuan tahun hari kehidupan sebelumnya. Namun, pada kehidupan keduanya pun dunia tidak jauh berbeda dengan kehidupan pertamanya. Ketidakadilan masih meraja rela, bahkan lebih kejam dari yang pernah dilihatnya. Lin Tian tidak memiliki pengalaman apa-apa pada kehidupan keduanya. Akan tetapi, dia bertekad untuk mengembalikan kedamaian dunia. Mampukah Lin Tian mengembalikan senyuman orang-orang yang ada di sekitarnya? Akankah kehidupan barunya membuat Lin Tian menyesali kematiannya? Takdir apa yang akan Lin Tian jalani nanti? Siapkah Lin Tian mengetahui kalau orang-orang yang pernah ada di kehidupan pertamanya, hadir di dunia baru ini?

arayan_xander · Action
Not enough ratings
205 Chs

19. Terbawa Perasaan

Night king : Kebangkitan Sang Kucing Hitam

Chapter 19 : Terbawa Perasaan

Lin Tian mengerucutkan bibirnya, ada bulir bening yang berusaha menerobos keluar dari matanya. Lin Hua pun buru-buru menghentikan tawanya, yang sepertinya sudah sangat melukai perasaan Lin Tian.

"Hem, ya ... Ya. Maaf. Aku salah," sesalnya, seraya menarik kedua telinganya dan juga menundukkan kepala sebagaimana tanda bahwa dirinya telah menyesali perbuatannya yang salah itu.

"Ya, maaf. Aku bukan bermaksud ingin tertawa, tapi ... Ya, kamu sendiri juga paham lah, kenapa aku tertawa?"

Biarpun dia sudah tidak tertawa seperti sebelumnya, tetapi Lin Hua terlihat menahan diri untuk tidak lepas kendali dengan menutup mulutnya dengan satu tangan.

Lin Tian tersebut kecut, dia sangat sadar dan paham betul dengan kalimat terakhir Lin Hua. Setelah menjalani kehidupan keduanya, Lin Tian merasa bahwa dirinya menjadi orang yang sangat bodoh.

Dibandingkan menjadi orang yang pintar, Lin Tian lebih terlihat seperti badut, semua tindakannya hanya akan memantik tawa bagi orang-orang sekitarnya. Biarpun demikian, Lin Tian tidak akan menyerah begitu saja. Dirinya percaya, bahwasanya dia akan bisa beradaptasi dengan dunia barunya ini, lebih cepat dari yang diduga.

Ada sesuatu yang membuat Lin Tian bertahan sampai detik ini. Seketika bayangan seorang gadis terlintas kembali di benak Lin Tian. Sosok wanita cantik yang tanpa terasa mungkin sudah mengisi ruang harinya. Siapa lagi kalau bukan Qianyu.

Tiba-tiba saja Lin Tian teringat Qianyu andai bukan karena Qianyu mungkin saja dirinya tidak akan berada di dunia ini. Lin Tian melihat bayang-bayang Qianyu dalam diri Lin Hua-- gadis yang pertama kali Lin Tian lihat ketika membuka matanya.

Tanpa disadari, Lin Tian pun senyum-senyum sendiri ketika mengingat kembali sosok Qianyu, hal tersebutlah membuat Lin Hua mengerutkan keningnya.

"Hei, hei!" Lin Hua menjentikkan jarinya di depan wajah Lin Tian. Namun, pemuda tampan itu tidak bergeming, sebaliknya Lin Tian semakin terlihat aneh.

"Scorpio!" Lin Hua memanggilnya dengan sebutan 'Scorpio' nama yang sejak dulu disematkan Lin Pan pada Lin Tian. Tentu, nama tersebut memiliki sejarah yang panjang, sebelum akhirnya menjadi nama kesayangan bagi Lin Tian.

Lin Hua terus memanggil sampai dua kali, tetapi Lin Tian terlihat masih asyik dalam dunia khayalnya. "Sebenarnya, apa yang sedang dia pikirkan?"

Lin Hua pun bertanya-tanya karena Lin Tian terlihat seperti tidak berada di dunia ini. Raga boleh saja berdiri tegak di sini, tetapi pikirannya sedang berada di tempat yang jauh.

"Astaga, ini membuatku kesal." Lin Hua pun mulai kehilangan kesabarannya. "Lin Tian!!!" Dia berteriak cukup keras, bahkan sangat keras di telinga Lin Tian.

"Aduh!" Lin Tian pun tersentak kaget, seketika bayangannya akan Qianyu pun hilang.

"Kamu ingin membuatku tuli?" gerutunya dengan kesal, seraya mengusap-usap telinganya yang berdengung akibat suara teriakan Lin Hua.

Lin Hua pun melipat kedua tangannya di dada, "Siapa suruh melamun, sambil senyum-senyum sendiri. Aku cemburu." Kata itu pun meluncur deras keluar dari mulut Lin Hua.

"Cem-bu-ru ... Cemburu? Apa itu?" tanyanya seraya mengeja kata terakhir yang Lin Hua katakan.

"Cemburu, siapa dia? Apakah dia pria tampan? Atau mungkin dia kekasihmu?" cecar Lin Tian semakin dalam.

Lin Hua menepuk jidatnya, lalu secara gemas dia mencubit hidung mancung milik Lin Tian. "Kau bicara tentang seorang kekasih, dari mana kau belajar tentang kekasih, ah?"

Dia terus mencubit hidungnya dan Lin Tian pun menjerit kesakitan. "Aduh, lepaskan tanganmu!" Lin Tian menyingkirkan tangan Lin Hua dari hidungnya dan gadis itu langsung melepaskannya.

Netra keduanya pun saling bertemu, berpandangan dalam garis lurus yang sejajar. Keduanya terdiam saling terpaku satu sama lain. Lin Hua dan Lin Tian, dua insan yang disatukan dalam ikatan keluarga tanpa adanya hubungan darah.

Kedua raga terbelenggu dalam rasa. Akan tetapi, sulit menggartikan rasa itu sebagai cinta atau mungkin sekedar rasa sayang antara kakak dengan adiknya.

Ketika duanya hanyut dalam khayal masing-masing, mendadak suara dering ponsel terdengar dari dalam saku celana Lin Hua, yang pada akhirnya membebaskan kedua dari dunia khayal yang bisa saja menjerumus keduanya masuk lebih jauh dalam perasan.

Lin Hua mengeluarkan benda pipihnya itu dari saku celana. Lin Tian ingin bertanya, tetapi belum sempat kata-katanya keluar dari mulutnya, Lin Hua sudah lebih dulu menjawabnya.

"Ini telpon dari Ayah," katanya demikian, seraya menekan tombol hijau tanda dirinya menerima panggilan tersebut.

Lin Tian membuka mulutnya membentuk huruf O, seraya mengangguk pelan. Lin Hua pun menempelkan benda pintar tersebut di telinganya.

"Ya, Ayah, ada apa?" tanya Lin Hua memulai percakapan antara anak dengan ayahnya.

"Bagaimana keadaan Lin Tian di sana? Apa dia baik-baik saja?" balas Lin Pan yang langsung saja menanyakan kabar Lin Tian.

Lin Hua pun melirik Lin Tian sebentar, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Lin Pan. "Dia baik-baik saja, Ayah. Saat ini aku sedang bersama Lin Tian."

"Bagus kalau begitu, Ayah senang mendengarnya. Jaga dia baik-baik, cukupi semua kebutuhannya," perintah Lin Pan yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Lin Hua.

"Ayah tenang saja, aku dan Lin Xiao akan menjaga Lin Tian dengan sebaik mungkin. Ayah tidak usah cemas di sana. Pikirkan saja tentang pekerjaan Ayah, biar Lin Tian aku dan Lin Xiao yang akan menjaganya," timpal Lin Hua dengan percaya diri.

"Ayah bangga dengan kalian berdua." Saat ini Lin Pan pastinya tengah mengulas senyum bahagia ketika mendengar kedua anaknya dapat menjag Lin Tian dengan baik.

"Ayah jangan lupa jaga kesehatan di sana," ucap Lin Hua seraya melirik ke arah Lin Tian. Gadis ayu bersurai panjang itu dapat membaca pikiran Lin Tian yang sebenarnya dia ingin mengatakan sesuatu pada Lin Pan juga.

Lin Hua pun melost speaker agar Lin Tian juga dapat mendengar apa yang Lin Pan katakan padanya.

"Tentu Ayah akan menjaga kesehatan di sini, Sayang. Sampaikan salam Ayah pada Lin Tian dan Lin Xiao. Ayah akan pulang tujuh hari lagi, Sayang. Jadi selama itu tugas kalian berdua adalah menjaga Lin Tian agar tetap baik-baik saja. Satu hal lagi, jika dia merasa bosan, maka tugas kamu dan Lin Xiao adalah menghiburnya. Jadi, buatlah dia terus bahagia, Ya. Sayang," pesan Lin Pan yang dapat didengar jelas oleh Lin Hua dan Lin Tian.

"Baiklah, Ayah. Aku akan mengingat dengan baik pesan ayah ini. Aku juga akan menyampaikan pesan Ayah pada Lin Xiao agar dia juga bisa menjaga Lin Tian dengan baik. Ayah tahu sendiri bukan sikap Lin Xiao bagaimana? Biarpun sedikit nakal, tetapi dia sebenernya sangat menyayangi Lin Tian," kata Lin Hua yang seketika membuat jantung Lin Tian berdengup lebih cepat dari biasanya.

"Kau atur saja bagaimana baiknya, Sayang. Maaf, Ayah tidak bisa lama-lama berbicara denganmu. Sebentar lagi Ayah akan ada rapat dengan apra investor jadi sampai salam Ayah pada Lin Tian dan Lin Xiao, Sayang."

Lin Pan menutup kalimatnya dengan kata sayang. Lin Tian dapat mendengarnya dan dia segera menjawab salam tersebut.

"Salamnya sudah Lin Tian terima, Ayah."