Di pelataran rumah yang cukup luas, dimana dua helikopter masih mengobarkan api, wajah semua orang terlihat tegang. Dengan kedatangan dua Gadis Kelabang Sengit, cerita Legenda Belanda pun menyeruak di hati semua orang di tempat itu.
Dan ketegangan itu pun semakin bertambah.
Dari arah pesisir pantai sana, terdengar suara riuh baku tembak dan jerit kematian. Semua mata langsung memandang ke arah sana dengan sejuta tanda tanya. Ada apa gerangan? Namun Ega menyakinkan semua orang di sini kalau itu adalah perbuatan Legenda Belanda.
"Legenda Belanda itu apa, hah?" bentak si tua codet Warsidi sambil mengacungkan pistol besarnya. "Kau jangan bicara sembarangan atau kutembak kau..!"
"Mereka adalah tentara Belanda jaman dahulu, setahuku itu!" jawab Ajeng. "Mereka telah lama mendiami area ini. Jumlah mereka entah ratusan entah puluhan. Yang jelas sangat banyak sekali."
Semua mata memandang ke arah Ajeng!
"Dia benar," dukung Ega. "Tadi kami sempat bentrok dengan mereka. Salah satu rekan kami pun tewas di sana..."
"Wafy tewas?" tanya Usep yang memang mengenali siapa adanya ketiga gadis ini. Antara mereka pernah bersama-sama dalam aksi di Kalimantan sekitar enam bulan yang lalu. "Kau jangan bercanda, Ega?"
Tata mengangguk, "ya, Wafy sudah meninggal."
Warsidi menatap kejauhan ke pesisir perairan sana, pijaran-pijaran cahaya terlihat redup redup sebagai tanda baku tembak benar-benar terjadi di sana. Namun tidak terlalu lama, perlahan suara suara letusan senjata mulai berkurang. Lambat laun tinggal sedikit saja malah. Sampai akhirnya benar-benar lenyap. Pendaran cahaya di kejauhan sana pun hilang bersamaan dengan hilangnya suara letusan.
Bentrokan dan gemuruh di sana sama sekali tidak lama
"Sepertinya ratusan prajurit yang kau lihat itu sudah dibantai habis semua, Warsidi?" kata Muni begitu suasana kembali sunyi. "Habis ludas dalam waktu singkat."
Si orang tua anggukan kepalanya, "sangat TIDAK masuk akal."
"Jumlah mereka ratusan orang, atau bahkan mungkin ribuan. Sungguh tidak masuk akal kalau jumlah mereka yang sebegitu banyaknya dapat dimusnahkan dalam hitungan beberapa menit saja. Terkecuali yang di lawan mereka pun jumlahnya ratusan juta," Shoopie yang sudah menyembunyikan kedua aki helikopter ikut angkat bicara. "Artinya sesuatu yang kita tidak tahu apa itu pun, jumlahnya tidak sedikit."
"Itu Legenda Apapun.. mereka seperti zombie!" tegas Ajeng
"Tujuanku datang ke sini adalah untuk mendapatkan NCT Dream. Jangankan manusia, zombie sekali pun tidak akan menyurutkan langkahku" ujar Warsidi sinis. "Yang mau mundur, silahkan mundur sekarang. Aku tidak mau ada orang pengecut di sini."
Baru saja si tua bercodet ini berkata demikian, tiba-tiba dari arah belakang mereka terdengar suara bersuit. Otomatis semua pun berpaling ke sana, ke arah darimana Ega, Ajeng dan Gilang tadi datang
Tidak ada siapa-siapa yang terlihat, hanya kegelapan hutan semata. Namun satu suara menyebutkan satu nama yang menjadi momok di tempat ini saat ini. "Hwang Renjun."
Otomatis semua orang pun melirik siapa yang bersuara, dan dia adalah Jaemin, member NCT Dream. Dia yang sedang terikat bersama Jisung dalam posisi duduk itu malah memperlihatkan senyum begitu semua orang memandangnya. "Biasa.. idung gue udah peka ama baunya si ucil, Son. Ini baunya si ucil, nih, Son."
"Dipikimya ini acara Tuyul mbak Yul, ya?" desis Soopie sinis tanpa berpaling. Mata gadis ini tetap lurus kegelapan di depan sana, ke arah darimana datangnya suara siulan.
Ternyata setelah Jaemin dan Jisung meninggalkan Renjun, mereka tertangkap pasukan pemburu.
Warsidi dengan gerak langsung mengacungkan pistol ke arah Jaemin. "Sampaikan salamku kepadanya. Kamu tunggulah dia di neraka sana," katanya sambil membidik lurus kepala Jaemin.
Jisung sampai ternganga melihat hal ini. Posisi dia dan Jaemin saatini adalah sama-sama duduk terikat dengan tubuh saling membelakangi. Sementara kedua tangan mereka diikat jadi satu dan digabungkan.
Dan kali ini tidak ada yang bisa menyelamatkan Jaemin, apalagi sudah terbukti kalau lelaki tua bercodet itu dapat dengan mudah melubangi kening dengan satu tembakan saja. Seperti yang sebelumnya dia lakukan kepada anak buah Usep.
"Dia benar." sebelum menarik pelatuk pistolnya, suara Shoopie terdengar membenarkan "itu Renjun member tertua NCT Dream."
Warsidi mengembalikan pandangannya dari Jaemin ke arah suitan. Dari kegelapan malam.
melangkah santai Renjun seorang diri. Tanpa senjata dan tanpa pakaian tempur atau apa. Gayanya benar-benar santai, namun dengan sorot mata tajam memandang semua orang yang ada di sana satu persatu.
"Manusia gila!" maki si botak monyong "Berani sekali dia mendatangi kita seperti itu "Itu yang dibilang ular nyari gegebuk!" aceh
"Eh ternyata bukan ularnya yang kegebuk, malah yang mau ngegebuk yang kena catek. Hihihihi."
"Diam Hyung!" sentak Jisung. Dia khawatir sekali ocehan Jaemin yang tidak tepat waktu itu malah membuatnya mengalami nasib yang tidak diinginkan. "Posisi kita tidak bagus, mereka bisa menembak kita kapan saja, tahu!" bisiknya memperingatkan.
"Yah, aku sih udah biasa diperlakukan seperti ini, Jisung. Santai ajalah," sahut Jaemin. "Liat aja, ujung ujungnya yang menang juga jagoannya. Bukannya udah diatur ama sutradara, jadi lo tenang ajalah."
Jisung pencongkan mulutnya, dia benar benar tidak mengerti akan jalan pikir orang ini. Cara berpikirnya diluar batas kewajaran, terlalu menganggap mudah dan santai. Seolah tidak peduli saat ini situasinya seperti apa. Kalau dia bisa keluar dari situasi ini dan berhubungan dengan Menegernya, dia akan bernegosiasi agar dia tidak mendapatkan unit tim dengan Jaemin bila harus Siaran langsung Vlive. Dia tidak mau berduaan saja dengan orang yang sepertinya tidak ingin selamat.
"Hwang Renjun member tertua NCT Dream dia yang paling mahal hadiahnya." desis Usep. "Datanglah kepadaku anak manis."
Muni pun sampai menggeleng- gelengkan kepalanya melihat Renjun yang keluar dari kegelapan malam dengan berjalan kaki santai seperti itu ke arah mereka. Kalau bukan manusia gila, lalu apa lagi. Dengan memiliki senjata pun, belum tentu ada orang waras yang berani datang seperti itu.
Apalagi posisinya satu lawan banyak..
"Kurasa ada kesalahan di diri anak itu" sentak Muni dengan tatapan ketidakpercayaan. "Anak iblis pun kurasa belum tentu berani memunculkan diri tanpa senjata ke hadapan kita semua seperti ini."
Anak buah Warsidi mengokang semua senjatanya, siap untuk membidik dan menembaki Renjun. Namun si orang tua bercodet mengangkat tangannya sebagai tanda menahan. Dia mau tahu, permainan apa yang hendak ditunjukan anak itu? Namun apa pun itu, dia yakin dapat mematahkannya.
"Sepertinya kita tidak perlu bersusah payah memburunya," kata Warsidi. "Tanpa senjata seperti itu, dia mau berbuat apa? Mau mengajak kita berduel satu lawan satu? Atau mau menyerah?"
"Aku akan memotong telingaku kalau sampai anak itu benar-benar menyerahkan diri tanpa perlawanan!" desis Usep. "Aku sudah beberapa kali mengejar dia selama ini. Jangankan ada peluang untuk hidup dalam situasi rumit pun orang itu tetap berusaha untuk hidup. Mana mungkin dia mau menyerahkan dirinya."
"Intinya kalau menyerah mungkin tidak," desis Soopie. "Tapi yang jelas dia pasti memiliki suatu rencana yang tidak kita ketahui."
"Seperti bertempur satu lawan satu." imbuh Muni. "Mungkin."
"Kalau itu terjadi, biar aku yang melakukannya..." kata Ega"Dia punya urusan pribadi denganku."
Kau pikir kau saja, hah?l" sentak Soopie. "Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia harus mampus di tanganku. Dia punya banyak sekali urusan pribadi yang tidak terselesaikan denganku."
"Terserah siapa yang membunuhnya, yang penting mayatnya milikku" ujar Muni. "Aku persilahkan kalian semua mengundi diri, siapa yang beruntung, dialah yang boleh membunuh anak itu."
"Dia pasti memiliki rencana.." desis Ajeng. "Dia bukan anak bodoh."
Jaemin dan Jisung yang melihat kedatangan Renjun pun sama herannya. Apalagi Jaemin, anak ini mendengus habis-habisan melihat kedatangan orang yang sudah bersamanya selama ini. "Mati udah... mati aja dah lo, Jun" desisnya berulang-ulang. "Ngapain Kamu pake muncul sih, ampuuun dah. Udah tau mereka semua nyariin lo, eh malah muncul. Ampunnn dah ampun..."
Tap.
Renjun berhenti melangkah sekitar dua ratusan meter lebih. Namun sebenarnya jarak seperti itu belum terlalu aman baginya, karena posisinya masih sangat Terjangkau akan daya tembak musuh. Akan tetapi dia berani melakukannya. Ini suatu perjudian besar. Entah apa yang direncanakannya, yang jelas posisi berdirinya adalah posisi menantang.
"Hwang Renjun." teriak Usep memanggil."Kenapa berhenti di situ, kemarilah! Berikan kepalamu dengan cara yang baik-baik, agar kematianmu tidak terasa sakit."
Renjun melirik orang yang meneriakinya, namun tidak menjawab.
"Jangan seperti itu Usep," larang Muni. "Orang seperti dia terlalu indah mati seperti itu. Akan lebih baik kalau kita mengulitinya terlebih dahulu. Hahahahaha."
"Dia milikku!" bentak Ega tiba-tiba. Gadis ini langsung berlari dengan pisau tergenggam di tangan.
Dia meninggalkan kerumunan sambil berteriak histeris.
"Aku bunuh kau Hwang Renjun..."
Shoopie hanya tersenyum sinis melihat Ega berlari kencang ke arah Renjun. Dia seperti tahu apa yang akan terjadi, makanya dia terlihat sangat santai.
"Door..
"Aaakkkhh."
Satu tembakan yang langsung membuat tubuh Ega ambruk Padahal dia sudah berlari cukup jauh.
paling tidak sudah sampai di pertengahan jarak antara Renjun dan gerombolan orang ini.
"Egaaaa." teriak Ajeng tertahan. Dia langsung berpaling ke Warsidi yang menembak rekannya itu.
"Manusia laknat.!"bentaknya sambil mengacungkan pistolnya.
Dor.
Ajeng keduluan, Shoopie rupanya sudah bisa memprediksi apa yang akan dilakukan Gadis Kelabang itu. Tembakan penyembunyi aki heli itu tepat mengenai bahu Ajeng hingga pistolnya terlepas.
Mata Ajeng berkilat menahan sakit, dia menatap penuh kebencian ke Shoopie. Pistolnya terpental entah kemana, sementara dari luka tembakan itu mengucurkan darah segar. Meski telah membekapnya dengan tangan kirinya, namun darah terus bercucuran.
"Uhhh.." Ajeng menahan sakit dan perih dari luka luar dan luka dalam. Luka luar karena tertembak dan luka dalam karena melihat Ega tertembak di depan matanya. Wafy juga begitu, nasibnya tidak jauh berbeda.
Wutt.
Shoopie yang ditatap Ajeng bergerak cepat, dia melayangkan satu tendangan di udara ke wajah personil Kelabang Sengit itu.
Desss.
"Aaakkhh."
Ajeng yang sedang limbung menahan rasa sakit kena tembak, harus menerima dengan lapang dada tendangan Shoopie. Tanpa ampun tubuhnya pun terpental Jauh ke samping dan jatuh bergulingan beberapa kali.
Sampai berhenti pun, gadis ini tidak segera bangkit. Dia lebih memperdulikan luka di bahunya yang begitu perih.
Hanya tatapan matanya saja yang berkilat menatap Shoopie penuh kebencian:
"Orang seperti kalian tidak pantas menyentuh Renjun. Dia milikku." kata Shoopie santai. "Lebih baik kau duduk diam disitu, menjadi penonton."
Ajeng mengembungkan rahangnya. Dia sebenarnya sangat tidak terima dengan apa yang dialaminya saat ini. Apalagi melihat Ega yang sudah tidak berkutik di sebelah sana.
"Sabar neng sabar.. ujar Jaemin yang memperhatikan semua kejadian. Apalagi posisi Ajeng saat ini tidak jauh darinya. "Biarin aja, kita liatin aja. Entar juga ujung-ujungnya dia sendiri yang mampus sama Renjun Belom tau aja dia."
Ajeng melirik si pemuda sekali, meski terdengar bodoh, namun terkesan kalau Jaemin ini orang yang santai. Seolah-olah dia tahu sekali siapa itu Raenjun. Atau bahasa mudahnya, pemuda itu yakin kalau Renjun dapat mengalahkan Shoopie.
Warsidi hanya tersenyum sinis melihat kelakuan Shoopie kepada Ajeng. Kemudian tatapannya kembali ke Renjun di depan sana itu. anak itu masih berdiri santai, menatap lurus ke depan. Kilatan cahaya dari helikopter yang terbakar, membuat suasana temaram di tempat ini semakin mencekam. Dan tentunya, semua orang di sini pun bukan sekumpulan orang bodoh. Bisa dibilang mereka profesional yang sudah makan asam manisnya pertempuran. Kalau Renjun yang tanpa senjata dan baju pelindung itu berani berdiri begitu, pastilah ada yang direncanakannya.
Mata tua Warsidi, Usep, Muni dan Shoopie menyipit. Mereka orang-orang yang termasuk golongan kelas berat dalam berburu dan memburu ini mencoba menerka-nerka, apa yang Renjun ini rencanakan?
Secara penampilan, tidak ada yang terlihat berbahaya dari Renjun.
Pakaiannaya hanya berupa kaus lengan pendek, celananya panjang hitam, tidak ada pistol pisau atau senjata apa pun di sana. Penampilan anak itu saat ini nar-benar bukan orang yang siap untuk pertempuran.
Tidak ada hal yang membahayakan sama sekali, dia benar-benar terlihat polos. Kalau pun ada yang sedikit aneh pada diri Renjun saat ini adalah, topi di kepalanya.
Sebuah topi berbahan kain dengan tempelan bendera Belanda kusam.
Renjun merentangkan kedua tangannya.
Lalu dia mengangkat sedikit dagunya dan berteriak keras. "aanval...!!" yang jika dibahasa Indonesia-kan berarti SERANG.
Lalu sekonyong-konyong dari arah belakang Renjun, berlarian gerombolan tentara Belanda kuno.
Dari balik tirai kegelapan, bermunculan sosok-sosok mengerikan dan haus darah. Mereka berhamburan sambil berteriak ganas, menyerbu ke arah kelompok Warsidi. Gerombolan yang bersenjatakan bedil bedil dan pisau belati ini melewati Renjun. Mereka seperti air bah, terus mengalir dari mana-mana. Bukan hanya dari belakang Renjun saja, tapi dari area sekitar pun bermunculan. Sepertinya sejak tadi pasukan tentara Legenda Belanda ini sudah mengepung dan tinggal menunggu instruksi dari sang pemimpin saja.
Yang dikenali Legenda Belanda ini ternyata bukan orangnya, namun topi berlambang bendera Belanda.
Maka siapa pun yang memakainya, itulah yang mereka anggap pemimpin atau jenderal tempurnya. Dan karena kini Renjun yang memakai, maka dialah yang dianggap sebagai Jenderal besar di sini.
Suara teriakan ganas keluar dari mulut Legenda Belanda. Sambil berlari mereka keluarkan suara-suara semangat Bepanda mereka dalam bertempur
Dan apa yang dipikirkan orang yang diserang?
Mereka semua terbelalak tidak percaya,
Apalagi Ajeng, seolah-olah rasa sakitnya kalah oleh rasa terkejutnya. Bagaimana mungkin Legenda Blanda bisa berada di bawah komando Hwang Renjun?
"Musang Hwang Renjun., benar-benar hebat dia!" entah pujian ini benar-benar dari hati atau hanya dari mulut saja. Yang jelas Muni langsung memerintahkan anak buahnya untuk siap menyambuti serangan. "Buat pertahanan grendel. Saling melindungi dan tetap solid hingga tetes darah penghabisan!!"
Bhu bhu bhu.
Bhu bhu bhu..!!
Selepas perintah, anak buah Muni langsung melepaskan tembakan ganas. Semua yang maju mereka brondong. Tentara Legenda Belanda yang sedang berlarian itu jatuh satu persatu terberondong tembakan. Begitu pula yang dilakukan Warsidi, namun dia memerintahkan anak buahnya hanya dengan satu anggukan kepala saja. Setelah itu semua anak buahnya bergerak menyambuti serangan. Sementara Usep dan Gilang pun ikut serta di sana.
Bhu bhu bhu.!
Bhu bhu bhu..!!
"Eh celepuk!" panggil Jaemin yang sudah bangkit diri bersama Jisung. Namun karena kedua tangan Darekatkan terikat dan terhubung, membuat mereka tetap berbarengan. "Bukain iketan gue dong. pintunya sambil mengajak Jisung melangkah ke Ajeng Sebenarnya Ajeng agak sedikit kesal dengan pangilan Jaemin kepadanya. Namun jika lihat situasinya, dia masih bisa berpikir jernih
Untuk menghadapi Legenda Belanda ini, mereka harus kerja sama dan saling melindungi. Berpikir demikian,
gadis ini pun menuruti permintaan Jaemin.
"Kita harus bisa secepatnya meninggalkan tempat ini. Legenda Blanda itu tidak bisa mati, perlawanan mereka hanya sia-sia belaka!" kata Ajeng sambil membukakan ikatan.
"Satu-satunya kendaraan di tempat ini cuma kedua heli itu," sahut Jisung. Tapi aki keduanya dicopot cewek yang tadi menembakmu itu."
Ajeng melirik gadis yang dimaksudkan. Gadis sedang sibuk melakukan perlawanan kepada gerombolan Legenda Belanda. "Dia urusanku. Aku punya perhitungan tersendiri kepadanya," ujar si Kelabang Sengit
Des des des.
Untunglah Ajeng cepat membukakan ikatan kedua orang ini. Karena tentara Legenda Belanda ini datang darimana-mana, bertepatan saat ikatan terbuka mereka sudah diserbu Legenda Bepanda. Jaemin dan Jisung melakukan perlawanan. Dia memberikan tendangan dan pukulan bertubi-tubi.
Sadaralah semua orang di sini sekarang.
Legenda Belanda tidak bisa mati. Tembakan serta perlawanan yang mereka lakukan sia-sia semata
Makhluk-makhluk itu seperti tidak bisa dirobohkan, begitu jatuh mereka langsung bangkit kembali dan menyerang lagi
Bhu bhu bhu..!!
Bhu bhu bhu..!!
Warsidi tahu kondisi. Begitu sadar lawan seperti apa, dia langsung bergerak sambil menembakan senjatanya ke setiap Legenda Bepanda yang ada dihadapannya. Namun dia memisahkan diri dari kelompok, dia berlari ke arah Hwang Renjun.
Dor dor dor.
Setiap Legenda Belanda yang ada dihadapannya dia tembak. Namun begitu jatuh, mereka pun bangkit kembali. Warsidi tidak peduli, dia terus berlari menuju Renjun. " Hwang Renjun.!" teriak lelaki ini sekerasnya. "Kau harus bertanggung jawab atas kematian anak buahku...."
Dalam sekejab, suasana di pelatar rumah menjadi semerawut. Baku tembak antara dua kelompok yang jumlahnya tidak seimbang itu berlangsung seru.
Satu persatu anak buah Muni dan Warsidi berjatuhan. Mereka tidak sanggup menahan gempuran dari Legenda Belanda yang datang silih berganti, seperti air bah
Bhu bhu bhu..!!
Bhu bhu bhu..!!
Sadar posisi mereka tidak akan sanggup. Muni mendekati Shoopie. "Dimana kau sembunyikan aki helikopternya?"
Sambil terus menembaki musuh-musuh yang arti tidak ada habisnya itu, si gadis menyeringai.
"Kenapa, kau mau kabur?"
"Sinting!!" maki Muni. "Cepat katakan atau kutembak kau.!" ancamnya.
Door.!
Satu tembakan tepat mendarat di pelipis kepala Shoopie, hingga membuat gadis ini langsung ambruk,
Muni langsung melihat siapa pelakunya, dia adalah Ajeng. "Kenapa kau membaknya, hah?!! Kau ingin kita mati di sini?!!"
"Percuma saja, dia tidak akan mengatakannya!" sahut Ajeng sambil berjibaku melawan musuh-musuh yang mendekat. "Aku datang menggunakan boat, aku memarkirnya di perairan sana!"
"Muni, lebih baik kita menyingkir!" ajak Gilang. "Lihat saja, semua anak buahmu sudah mati. Apalagi yang mau kamu tunggu!"
Muni mendengus kesal sambil memperhatikan sekitar. Yang masih berdiri di tempat ini memang hanya dirinya, Gilang, Usep, Jaemin, Jisung. Ajeng dan Warsidi. Namun nasib orang tua bercodet itu entah bagaimana sekarang, dia berlarian sendiri ke arah Renjun tadi.
Bhu bhu bhu..!!
Bhu bhu bhu..!!
"Lekas menyingkir dari sini! Kita ke arah perairan sana!" teriak Muni akhirnya. Namun ini tidak mudah, meski dia berteriak seperti itu dan diikuti Ajeng, Usep dan Gilang, tetap saja mereka harus bisa mengatasi serbuan tentara Legenda Belanda. Malah pada akhirnya, dia yang memerintahkan malah dia pula yang celaka. Dari arah belakang, tubuhnya menjadi santapan empuk belati dari bedil-bedil tua.
"Hiiaaaayyyyaatt.!"
Bhu bhu bhu.!!
Bhu bhu bhu..!!
Muni mengamuk. Memberondong orang-orang itu sekenanya. Sementara sekilas mata dia melihat Gilang dan Usep berhasil lari masuk dalam kegelapan bersama Ajeng. Namun dibelakang mereka, seromobongan Legenda Belanda pun mengejar
Bhu bhu bhu.
Bhu bhu bhu..!!
Tembakan Muni membabi buta, sementara luka yang dideritanya semakin banyak. Tusukan dan terkaman Legenda Belanda seolah tidak ada henti hentinya. Terus mencari sasaran di tubuhnya. Sama sekali tidak terpikirkan oleh lelaki ini, kalau dia pun menjadi bagian dari orang-orang yang mengantarkan nyawa ke sini.
Jaemin dan Jisung masih berjibaku, mereka saling melindungi. Aksi bertarung kedua orang ini sebenarnya tidak terlalu berhasil terbukti beberapa kali tubuhnya kadang sesekali terkena sayatan belati.
Bumss.!
KABOOM...!!!
Pada rupa, di kejauhan sana satu ledakan keras menggema hingga menggetarkan tanah. Tentara Legenda Belanda banyak vang berpentalan. Jaemin, Muni dan Jisung pun sampai jatuh bergulingan, terhempas angin ledakan.
Untuk sesaat, semua serangan Legenda Belanda pun terhenti. Asap ledakan mengepul menutupi pandangan, membuat semuanya menjadi terbatas.
Siapa pemicu ledakan ini?
Sudah pasti jawabannya adalah si tua bercodet Warsidi. Dia yang berlarian seorang diri ternyata harus mengakui kalau keegoisan masa tuanya ini salah besar. Langkah kakinya sampai di titik buntu, dimana dia tersudut tanpa bisa berbuat apa-apa lagi.
Renjun yang dicarinya tidak diketemukan dalam carut marut pertempuran ini. Malah tubuhnya menjadi sasaran empuk tusukan belati-belati lawan. Darah bercucuran dari beberapa bagian tubuh. Hingga dia pun memutuskan mengakhiri hidupnya, menyusul anak buahnya yang dinobatkan Renjun sebagai penanggungjawab kematian mereka.
Bhu bhu bhu.!!
Bhu bhu bhu.!!
Awalnya Warsidi masih memberondongkan tembakan kemana-mana. Namun pada akhirnya dia memutuskan dirinya sendiri setelah sadar tidak mampu lagi bertahan Luka yang di deritanya semakin parah, darah terus bercucuran dan musuh tetap tangguh tak terlawan.
BUMSS...!!
Siapa pun yang ada di radius seratus meter pasti hancur berkeping-keping. Makanya saat ledakan ini terjadi potongan-potongan tubuh bermentalan entah kemana. Potongan-potongan tubuh Legenda Belada ini berhamparan di seluruh pelataran. Dan saat asap masih menyekap keadaan, suara teriakan kematian dari Muni terdengar menyayat hati. Rupanya tentara lainnya sudah kembali menyerang,
Jaemin dan Jisung bangkit, mereka berlaku waspada terhadap serangan berikutnya. Begitu melihat bayangan bergerak, kedua muda-mudi ini pun sigap menghadapi. Akan tetapi, satu suara dalam bahasa Belanda terdengar berteriak. Membuat gerakan semua tentara itu terhenti.
"Kalian selamat?"
Jaemin dan Jisung berpaling, dilihatnya Renjun sudah berdiri di belakang mereka. Entah apa yang ada di benak Jaemin saat ini, yang jelas begitu melihat Renjun dia langsung memaki. "Kok kamu gitu sih, Jun?Zombie-zombie beginian kamu pelihara, kayak nggak ada peliharaan laen aja sih?"
Renjun tidak menyahut, dia memandangi Legenda Belanda yang masih ada disekitar mereka. Lalu dia memerintahkan mereka semua untuk pergi dalam bahasa Belanda. Seolah di remote, semua tentara yang tersisa di tempat itu pun berbondong-bondong pergi, meninggalkan mereka, masuk ke hutan.
"Eh, nurut-nurut banget tuh dedemit?" sontak begitu melihat para tentara Legenda Belanda bubar dari lapangan pertunjukan.
"Ayo, kita temui seseorang dulu. Lalu kita tigalkan tempat ini!" kata Renjun sambil mengajak keduanya untuk mengikutinya.
Sambil menahan perih di beberapa bagian tubuhnya yang kena sayatan bedil, Jaemin membarengi langkah Renjun "kamu darimana aja sih? aku pikir kamu kenapa-kenapa..." katanya.
Renjun menatap lurus ke depan, dia tidak menjawab. Dia terus melangkah dan melangkah, sementara Jaemin terus menyerbunya dengan pertanyaan.
Sampai tiba-tiba langkah kaki Renjun memelan, semakin pelan dan pelan, lalu berhenti. Tentu saja Jaemin yang berjalan disampingnya jadi tertegun.
"Semuanya selesai..." kata suara dari arah belakang Renjun dalam bahasa Jepang.
Tanpa berpaling, Renjun melepaskan topi yang dipakainya. Dia berpaling sambil memberikan topi tersebut dan menyahut dalam bahasa Jepang pula, "itu temanku. Terimakasih atas bantuanmu."
Orang dibelakang Renjun yang bukan lain adalah kakek Jenderal Rosim Lee adanya menerima topi kepemimpinan miliknya. "Pergilah jaga dirimu baik baik. Senang rasanya mengenalmu di usia tuaku ini."
Renjun mengangguk dan berjalan menuju heli yang terlihat mendarat di tepi danau, Jaemin dan Jisung pun tidak bisa melakukan apa-apa selain mengikuti. Namun sambil melangkah, Jaemin masih menyempatkan diri melihat ke arah si kakek. "Pak tua, gue nggak bisa ngomong pake bahasa begituan. Tapi gue cuma mao bilang nih orang orang yang mati di sini, dikuburin yaaa. bacain doa. jangan lupa"
Setengah berlari Jaemin dan jisung mengejar Renjun, Renjun berlarian berteriak "Hyung!! Meneger hyung"!
Karna bersemngatnya Renjun melihat heli milik Agensinya kakinya terpeleset dan jatuh terguling-guling dari bukit.
"Hyung!" panik Jisung.
Jisung dan Jaemin lari menuruni bukit untuk menolong Renjun yang sudah tak sadarkan diri.
"Ya Ampun Renjun! kamu kebiasaan semalem jatuh sekarang mau pagi jatuh lagi.." ucap Jaemin sambil membantu Jisung mengangkat Renjun
Renjun sadar dan merasa kakinya tersa sakit "Aww... kakiku sakit!"
"Ya jelas lah, orang kamu jatuh dari bukit, ya jelas sakit" kata Jaemin. " lagian kamu kenapa sih ceroboh banget, padahal tadi kamu tuh keren banget mimpin zombi buat nyerang para penjahat."
"Renjun hyung, bisa jalan nggak?" tanya Jisung merasa khawatir.
"Kayanya Kaki ku patah deh." jawab Renjun
"Aduh pake patah segala sih, kemarin Wendy Nuna jatuh sekarang Kamu, kita kan mai comback" crocos jisung sambil memapah Renjun menuju heli
Di bawah siuran angin baling-baling helikopter. Renjun, Jisung dan Jaemin berhenti melangkah sejenak dan membiarkan mereka mendekat. "Aku kenal lampu di ekor pesawat ini. Dan hanya satu orang yang punya pesawat seperti ini."
"Siapa, Jun?"
Renjun tidak menjawab, mereka meneruskan langkahnya ke helikopter.
Dalam hatinya Jaemin menggerutu panjang pendek pantesan ada helikopter dateng dia tenang-tenang aja.
Mereka langsung masuk ke dalam heli.
"Lah kok Kai hyung yang nyetir ?" sentak Jaemin. "Ajarin aku dong nyetir beginian, hyung.. soraknya yang mengenali siapa pilot helikopter ini. Dia langsung masuk dan duduk di samping pemuda bermata sipit, berkulit tan itu.
"Aku sudah mengajarkanmu mengemudikan boat, apa itu masih kurang?"
"Hehehehe.," Jaemin tertawa cengengesan
"Kurang keren kalo cuma nyertir boat doang hyung, Haecan aja belom tentu pernah naik beginian nih, apalagi nyetir"
"Ayo ajarin aku nyetir beginian hyung, tinggal ngajarin aja ribet!"
Renjun dan Jisung tidak peduli lagi keduanya mau ribut apa.
Dia lebih memilih membujurkan dirinya, dia lelah dan mengantuk sekali. Yang dia inginkan saat ini adalah secepatnya mandi air hangat dan berbaring tidur santai selama beberapa hari. Namun meski begitu Renjun merasa kakinya sakit.
Ark: Rumah Berhantu End
TO BE CONTINUED
Vol 2
Ark: Kastil Setan