3 Ark: Rumah Berhantu Bagian 2

Seorang diri Jaemin menelusuri lebatnya semak belukar pinggir sungai. Dia berpendapat sejauh apa pun atau Sepanjang apa pun Sungai ini, pastinya akan melewati jembatan atau perumahan penduduk. Berpikir demikian, daripada berdiam diri menunggu pagi di tempat yang asing dan berpotensi datangnya marabahaya, lebih aman kalau dia bergerak. Minimal jika ada sesuatu atau apa, dia bisa menyadari dan menanggulanginya dengan cepat. Daripada hanya diam dan diintai musuh dari suatu tempat tanpa diketahuinya.

lebih baik bergerak sambil memasang indera pendengaran dan penglihatannya sebaik mungkin Jaemin mengukur panjang sungai di malam kelam.

Lebih dari satu jam berjalan kaki, melewati akar-akar besar, semak belukar, rerumputan liar atau terkadang harus memutar daratan sedikit ketika tepian sungai tidak dapat dilaluinya, hal yang diharapkan Jaemin tidak juga didapat. Tidak ada jembatan atau perkampungan penduduk yang ditemukan. Seakan akan tepian sungai yang ditelusuri ini tidak ada habisnya Sampai suatu ketika, meski dalam keremangan dan keterbatasan cahaya memandang saat malam, langkah kaki Jaemin terhenti.

"Ini yang dibilang orang-orang. lepas dari mulut macan jatuh ke mulut buaya." desis Jaemin sambil memandang lekat-lekat sekumpulan gundukan hitam di hadapannya. Dia yakin sekali, malah bisa dikatakan yakin-seyakinnya kalau yang terbentang di jarak sepuluh meter di depan sana adalah buaya.

Jaemin berhenti melangkah, dia berdiri mematung. Otaknya mencoba berpikir cepat, sebelum buaya-buaya besar itu mengetahui kehadiran dirinya. Dan satu-satunya jalan yang terpikirkan saat ini, tentu saja mencari jalan lain. Dengan sangat hati-hati sekali Jaemin menjauhi tepian sungai, masuk ke semak-semak menuju dalam hutan.

"Moga-moga aja nggak ada ular atau ketemu anjing lagi," desis Jaemin penuh harap. "Nyawa kalo di tempat beginian, kayak mainan. Ketemu apaan aja, pasti langsung pontang panting..."

Ada sedikit keinginan terbersit dalam benak member NCT Dream ini untuk naik ke pohon dan diam menunggu pagi. Namun mengingat pengalaman tadi, dia jadi ngeri sendiri. Sebab siapa pun pasti tahu, kalau tergigit ular di tempat seperti ini pasti ujung-ujungnya kematian. Karena sudah pasti orang yang tergigit tidak akan sempat sampai dibawa ke rumah sakit.

"Ular bisa segede itu ya bener-bener parah nih hutan." desis Jaemin ketika berpikir demikian. "Jangankan gue, gorilla bunting juga bisa ketelen ama tuh ular tadi. Ah kasihan si anjing, mau makan malah kemakan..."

Lama menelusuri pedalaman hutan telinga Jaemin sayup-sayup mendengar suara derap langkah kaki dari arah samping kirinya. Dia langsung berhenti dan merunduk, matanya yang diedarkan lebih lebar lagi ke arah datangnya suara. Agar posisinya tersembunyi, Jaemin lebih merapatkan diri ke semak-semak. Perlahan tapi pasti, suara derap kaki semakin jelas terdengar. Dan tidak sampai hitungan ke lima, dari arah yang memang sudah diperkirakan muncul beberapa bayangan hitam manusia berjalan.

Tap tap tap....

Meski hanya bayangan hitam, tapi Jaemin tahu kalau di barisan tengah, ada dua orang memanggul sesosok tubuh dalam ikatan kayu. Sayangnya dalam keadaan suasana seperti ini, dia tidak bisa melihat dengan jelas. Tidak mau mengambil resiko apa-apa Jaemin diam menunggu sampai rombongan bayangan berlalu.

"Semuanya ada tujuh orang," pikir Jaemin begitu menghitung jumlah bayangan orang yang dilihatnya.

"Kira-kira siapa orang yang digotong, ya? Apa iya Renjun atau Jisung ya?"

Berpikir demikian. Jaemin bergerak mengikuti rombongan ini dari belakang. Dia mengendap-endap dari satu semak belukar ke semak belukar lainnya dan berusaha tanpa suara ketika melangkah. Lama mengikuti, akhirnya penguntitan ini sampai ke sebuah perkampungan kecil di tengah hutan. Dari cahaya perapian, barulah Jaemin sadar seperti apa orang-orang yang dia kuntit.

"Sampe juga gue ke sarang penyamun... eh salah, suku pedalaman." desah Jaemin sambil manjaga keamanan posisinya. Dia berusaha tetap dalam kegelapan, tidak mau terlihat cahaya penerang yang berasal dari perapian.

Begitu di tempat yang dirasa aman, Jaemin mengamati situasi.

Semua orang berkulit gelap, tanpa pakaian dan menggunakan penutup bagian bawah seadanya. Wanita dan lelakinya tidak jauh beda, dalam keremangan cahaya dan keterbatasan jarak pandang. Jaemin bisa mengetahui kalau aurat orang-orang ini tidak tertutup dengan baik.

Namun bukan itu yang menjadi perhatiannya, melainkan sosok orang yang digotong.

"Park Jisung... desis Jaemin begitu melihat anak bercelana pendek yang sebelumnya lari pagi. eh salah, lari malam bersama dengannya itu kini diikat di tiang pancang. "Waduh, bahaya tuh bocah. Jangan-jangan mau dicincang. Kayak di film-film bisa jadi tuh orang-orang kanibal."

Berpikir demikian, Jaeimin keluar dari tempat persembunyiannya dan mengendap-endap mendekat.

"Mampus dah kalo begini, serba salah atau salah serba ini mah? Kalo aku tinggalin, kasihan Jisung. Kalo aku tolongin, gimana cara nolongnya. lya kalo aku selamet, kalo gagal dan aku juga ketangkep. Bisa parah... ujung-ujungnya nasibku sabelas dua belas ama Jisung"

Jaemin mengamati dengan cermat situasi dan keadaannya. Saat ini Jisung terikat di tiang pancang yang terdapat tepat di tengah-tengah perkampungan. Perapian besar yang terdapat di area itu memberi cahaya cukup terang hingga menguntungkan Jaemin untuk mengamati situasi. Beberapa orang terlihat melakukan tarian-tarian mengelilingi perapian sambil mengeluarkan suara-suara aneh.

"Ini suku apaan sih, ya?" pikir Jaemin yang sudah mencapai bagian terdekat dari perkampungan "Kalo ini suku bener-bener kanibal, bisa berabe urusannya. Masa iya jeruk minum jeruk. orang kok makan orang?"

Jisung sendiri ketakutan setengah mati begitu sadar situasi dia menagis baru saja leoas dari penculik trus di kejar anjing, main arum jeram dan sekarang tertangkap suku pedalaman. Rupanya sejak tadi dia pingsan tidak sadarkan diri. Dan kini begitu membuka mata, mengamati sekitar wajahnya langsung pucat pasi ketakutan Wajah-wajah orang di suku ini begitu menyeramkan Saking takutnya, wajah  Jisung seperti orang mau menjerit namun tidak bisa menjerit, air matanya terus keluar. Rautnya pias, pucat pasi seolah tanpa darah.

Anak bercelana jeans pendek warna hitam dan berkaos lengan pendek itu terlihat benar-benar menyedihkan. Dengan kedua tangan dan kedua kaki terikat ke belakang tiang, otomatis dia tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Meski pakaiannya masih terlihat basah kuyup, karena habis tercelup dan terseret arus sungai, namun di beberapa bagian kaki dan tangannya terlihat lusuh blepotan lumpur dan tanah.

Seorang lelaki bertubuh tinggi dengan kulit hitam legam mendekati Jisung sambil membawa pisau belati yang terbuat dari tulang. Namun jarak dua langkah, orang ini berhenti karena mendengar suara teriakan dari belakang. Dia menoleh, dan semua orang melihat ke arah dia melihat.

Rumah terujung yang beratapkan rumbia-rumbia semacam ijuk terbakar cepat. Api melahap dengan Iringan suara gemeratakan kayu. Kontan saja seluruh penduduk di perkampungan ini langsung berlarian mencari air. Sepertinya pelajaran cara menangani kebakaran ini sudah menjadi aturan semua suku di dunia. kalo kebakaran ya cari air untuk mematikannya.

Dalam hingar-bingar suara panik para penduduk suku ini, tiba-tiba salah seorang menjerit-jerit dengan suara melengking tinggi. Orang ini menunjuk-nunjuk tiang pancang, dimana Jisung sudah tidak ada lagi di sana.

Salah seorang yang sepertinya bertindak sebagai kepala suku, berteriak memberi komando. Lalu sebagian besar warga suku mengambil senjata masing masing dan berlarian keluar dari perkampungan. Sementara sebagian kecilnya, ibu-ibu dan anak-anak tetap berusaha mematikan kebakaran.

Siapa gerangan yang punya perbuatan?

Sebenarnya hal seperti ini tidak perlu dipertanyakan, karena sudah pasti member NCT Dream ini yang punya kerjaan. Dan saat ini, dia harus mengulangi apa yang dilakukannya beberapa waktu lalu, lari tunggang langgang menerobos semak belukar. Bedanya, kalau sebelumnya peserta balap lari ini tiga orang sekarang hanya tinggal dia saja dia dan Jisung. Kemungkinan ini babak final, babak yang menentukan siapa juara dari balap lari ini?

Perbedaan lainnya adalah para pengejar mereka bukan lagi segerombolan anjing-anjing hutan liar, melainkan segerombolan orang-orang dari suku pedalaman hutan belantara ini. Dan sorakan ramai penyemangat, kalau sebelumnya berupa gonggongan anjing kini berganti suara aneh hiruk pikuk saling sahut yang terdengar mengerikan

Wusshh...!!

Wusshh..!!

Benda-benda yang merupakan senjata seperti belati, potongan tulang, batu pipih dan lain sebagainya melesat berjatuhan disekitar Jaemin dan Jisung yang terus berlari. Ini juga hal baru dan bahaya baru, berbeda saat dikejar anjing yang tidak pakai acara timpuk menimpuk dari si pengejar.

Run and run again

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan kedua anak ini selain lari dan lari. Beruntung pengejarnya manusia berkaki dua, tidak secepat pengejar sebelumnya yang berkaki empat. Tapi meski begitu, tetap saja Jaemin dan Jisung kalah cepat, karena mereka lebih mengenal situasi. Semakin lama jarak pengejaran mereka semakin dekat, mungkin dalam hitungan dua atau tiga menit lagi, jika acara kejar-mengejar ini terus berlanjut, dapat dipastikan yang dikejar akan terkejar oleh si pengejar hingga menangis kejer.

Senjata senjata terus berlesatan dan macari sasaran di sepasang target ini. Jisung sundiri yang hanya mengenakan celana jeans pendek, harus rela kakinya terbabat-babat ranting-ranting semak di beberapa bagian, tetap berlari seolah tidak merasakan perih aps-apa,  terus saja berlari. apapun yang terjadi, selembear nyawanya ditambah selembar nyawa Jaemin, jadi dua lembar, harus selamat dari keadaan ini. Kalau mereka sampai tertangkap, bukan tidak mungkin lembaran nyawa mereka akan menjadi lipatan atau sobekan kecil seperti serpihan kertas kemudian melayang lepas.

Hal yang diduga terjadi, jarak mereka terpaut dekat. Si pengejar semakin semangat, yang semakin cemas karena garis finis belum juga terlihat. Bahasa mudahnya acara kejar-kejaran ini belum tentu sampai pagi asal kaki kuat saja tidak gempor.

Suara sahut menyahut terdengar SANGAT jelas dan riuh  Namun dalam jarak sedekat ini, tidak ada lagi senjata yang berterbangan seperti sebelumnya. Mungkin setak senjata yang mereka bawa sudah habis dibuang-buang sebelumnya. Kini semua pengeejar kemungkinan bertangan kosong.

Ting...!!

Secara mengejutkan, tiba-tiba saja suara hiruk pikuk lenyap. Keadaan langsung sunyi senyap. Suara teriakan sahut menyahut dan suara semak-semak yang diterabas tidak terdengar dari belakang. Kontan saja Jaemin dan Jisung yang nafasnya sudah senin kemis ikut berhenti dan melihat ke belakang. Di sana, mereka melihat orang-orang hitam suku pedalaman ini berbaris rapi dalam keremangan cahaya hutan. Tidak ada yang berani melangkah maju, seolah-olah ada garis di hadapan mereka yang tidak berani mereka lewati Jaemin dan Jisung saling pandang entah bingung entah bersyukur. Mereka tidak mengerti, kenapa para pengejar itu tiba-tiba berhenti. Namun tidak mau ambil pusing, keduanya segera berlalu Bedanya mereka tidak lagi lari-larian seperti tadi, melainkan melangkah santai. Kalau bukan dalam kondisi capek. pasti ada saja yang akan diocehi atau dikomentari Jaemin, namun kali ini sepertinya dia sudah kerepotan mengatasi nafasnya yang tersenggal.

Tidak jauh berjalan, keduanya sampai ke pedataran luas perairan. Dan di sana, tepat di tepian air berdiri tegak seorang anak berjaket hitam.

"Renjun hyung ?" panggil Jisung sambil menangis, dia mengenali siapa adanya orang itu meski dalam gelap. "hyung di sini?

"Aku mendengar suara hiruk pikuk di hutan, seperti suara orang-orang di suku pedalaman yang sedang berburu. Aneh saja kalau perburuan dilakukan malam hari, makanya aku ingin mengeceknya. Tidak tahunya, begitu aku merapat," Renjun membuang sedikit dagunya ke samping agar Jaemin dan Jisung melihat boat kecil di belakangnya. "Kalian berdua yang muncul."

Jaemin langsung berialu menuju boat di belakang Renjun. "Mendingan cepet-cepet kita pergi. Jun Ini tempat gila, bisa selamet dari sini aja udah kebagusan. Lepas dari mulut buaya masuk ke mulut ular."

Renjun tidak menyahut, dia melihat Jisung yang mengenakan jeans pendek di belakang Jaemin. Bercelemongan kotor dan terus menagis, Renjun sungguh khawatir dengannya, dia juga memikirkan Jeno dan chenle apakah mereka berdua baik baik saja.

"Ayo Jun panggil Jaemin  yang sudah bera di atas boat bersama Jisung "Jangan buang waktu..Hebat banget kamu bisa dapat bot beginian di sini, darimana nih?"

"Tempat ini berbahaya, hyung." Jisung ikut memanggil. "Sebaiknya kita cepat pergi dari sini."

Renjun menggeleng. Senjata besar yang biasanya ada di punggung member tertua NCT Dream itu, kini tidak terlihat. Entah terjatuh dimana atau entah sudah dibuang karna berat membawa senjata tanpa peluru itu. Karena bentrok dengan anjing anjing hutan Renjun terus membuang isi senjatanya demi menyelamatkan nyawanya, termasuk nyawa Jaemin dan Jisung.

"Boat itu tidak ada bensinnya. Tadi aku menemukannya di tepian sebelah sana, tapi aku tidak mengecek bensinnya lagi. Kalau kita menggunakannya, kemungkinan bisa dipastikan akan habis ditengah jalan dan kita malah susah nantinya," kata Renjun santai

"Jiah" Jaemin menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kenapa nggak ngomong? Giliran orang udah di atas begini, tinggal tancap gas, baru ngomong. Ayo Jisung kita turun. Mau ngapain di atas boat begini?" ujarnya sambil turun dari boat dan menghampiri Renjun.

"Ini aneh," ujar Jisung "Siapa pun pengendara bot yang hyung temukan ini pastinya dia memiliki bensin cadangan di jerigen atau semacamnya Karena tidak mungkin dia melakukan perjalanan tanpa persediaan bensin yang cukup."

"Itu sudah aku pikirkan" sahut Renjun "Dan memang sudah seharusnya ada bensin cadangan. Tidak mungkin dia menjelajahi danau seluas ini tanpa bensin cadangan. Aku pun baru mengecek bensinnya begitu sampai di tempat ini kalau aku tahu bensinnya tinggal sedikit, mungkin aku tidak akan membawanya."

"Eh ini danau ya?" Jaemin menjulurkan tangannya mengambil air dan memasukannya ke mulut. "Gue pikir ini di laut."

"Pilihan kita sekarang dua, menelusuri tepian perairan ini atau mencari pemilik boat ini dan meminta bensin cadangannya," kata Renjun memberikan pilihan atas keadaan. "Kalian pilih yang mana?"

"Kalo menelusuri pinggiran danau, terus terang bahaya Jun. Kita nggak tau ada buaya atau ular atau apaan disepanjang pinggiran danau begini" ujar Jaemin."Tau sendiri daripada kegigit uler mendingan kegigit Kamu deh. Racunnya beda..."

Jisung sunggingkan senyum mendengar selorohan Jaemin. "Kalau ular racunnya mematikan, hyung. Tapi kalo Renjun hyung, tidak ada racun apa-apa. Ya sudah pasti lebih mendingan di gigit Renjun hyung."

"Aku menemukan boat itu di tepian sungai arah sana. Dengan bensin yang tersisa aku rasa kita bisa kembali ke sana. Tapi untuk pergi ke perkampungan nelayan atau penduduk terdekat, aku kurang yakin. Karena persedian bensinnya tadi aku lihat sangat sedikit." Renjun mengalihkan pembicaraan Sepertinya dia enggan berbasa-basi di sini. "kalau tidak mau jalan kaki menelusuri bibir perairan ini, ayo naik ke boat."

Baru saja Renjun berkata seperti itu, tiba-tiba saja dari kelebatan hutan tepi danau ini, bermunculan banyak sosok hitam. Melihat hal ini, ketiganya langsung terkejut kaget. Terlebih Jaemin dan Jisung, sosok bayangan hitam yang muncul ini berbeda dengan orang-orang suku pedalaman yang mengejar mereka sebelumnya. Tidak mau mengambil resiko, ketiganya langsung bergerak ke boat.

Druusszzz.!!

Dengan cepat Renjun menghidupkan mesin boat dan menjalankannya ke arah dia datang sebelumnya.

Sambil berlalu, ketiganya lekat-lekat memandang sosok sosok hitam yang semakin banyak dan bermunculan dari dalam hutan. Bentuknya seperti manusia, namun anehnya tidak ada yang bersuara sama sekali. Seolah olah mereka memang hanya muncul dan memperlihatkan dirinya saja.

To be Continue

avataravatar
Next chapter