3 Two : Gadis yang dipersembahkan

----------

"Well, kurasa semua tim sudah memberikan laporan masing-masing di sini. Apa ada yang tertinggal? Jika ada hal yang belum tersampaikan, katakanlah di sini sebelum rapat hari ini ditutup"

Derek beralih dari lembaran kertas yang dipegangnya ke puluhan orang yang tengah duduk mengelilinginya. Beberapa menengok satu sama lain, ada pula yang menatapnya, seperti berpesan bahwa masalah yang mereka hadapi sudah beres. Suasana senyap sempat berkurang ketika beberapa berbisik untuk bertanya satu sama lain, namun kemudian Derek berdeham menenangkan.

"Baiklah, jika memang tidak ada pertanyaan. Mungkin itu semua yang dapat kita diskusikan sekarang ini," laki-laki itu tersenyum tipis, lalu menoleh pada Evelynn yang menunggunya untuk menyerahkan kendali. Ia mengangguk pelan pada Evelynn, yang kemudian dibalas dengan anggukan yang sama.

"Baiklah, semuanya. Aku akan menjelaskan hasil rapat dan kemajuan kita sejauh ini..." Evelynn membalik-balik kertas pada lapboardnya yang dipegangnya saat ini. Iris hazelnya bergerak naik turun menyelami baris demi baris huruf. Keheningan membuat beberapa wajah warga desa terlihat tegang.

Derek sempat melirik Evelynn karena ikut menunggu, namun di saat itu juga Evelynn berhenti membaca dan menutup catatannya.

"Semuanya sangat baik," senyuman lebar terlukis di wajah Evelynn seraya ia menatap beberapa wajah di depannya, lalu ia kembali lagi pada lapboard miliknya. "Banyak senjata-senjata yang berserakan di sekitar Rosmaid, yang kini bisa kita gunakan untuk melindungi diri. Meskipun tidak seberapa, tapi itu lebih baik daripada menggunakan tombak biasa. Oh ya, kita harus berterimakasih pada tim patroli karena telah menemukan tumbuhan-tumbuhan liar yang bisa menjadi sumber persediaan makanan kita saat ini, meskipun sebenarnya panen sisa-sisa kebun yang selamat sudah lebih dari cukup. Kita tidak perlu cemas perihal pembagian bahan makanan lagi".

"Yang paling mengejutkan adalah, hampir sebagian labu yang ditanam di kebun selamat dari kerusakan akibat perang. Aku sangat tidak menyangka dengan jumlah ini, semoga kalian tidak berbohong ya," kata-kata gadis itu membuat para warga tertawa kecil sehingga suasana mencair perlahan.

"Dengan ini berarti kita bisa ikut festival. Well, kuharap begitu, mengingat festival musim gugur adalah acara yang diselenggarakan kerajaan Westerton".

gadis itu tersenyum masam ketika menyebut Westerton.

"Yah, tidak ikut pun tidak apa, yang penting kita harus membangkitkan Rosmaid terlebih dahulu. Itu tujuan utama kita. Tahun ini atau tahun besok, aku yakin kita akan memenangkan kontes makanan musim gugur terenak yang kita ikuti nanti".

"Aku tidak akan menyebutkan semuanya, hanya yang penting saja. Secara keseluruhan, pencapaian kita sangat baik dan lebih dari perkiraan. Seharusnya pencapaian ini memakan waktu lebih lama lagi, tapi kita berhasil melampauinya. Rosmaid akan bangkit lebih cepat dari yang diperkirakan," Evelynn mengusap matanya yang sedikit mengeluarkan air mata, kemudian kembali memberikan senyumannya pada semua orang.

"Terakhir, aku berterima kasih pada kalian semua. Rapat hari ini secara resmi kututup".

Tepuk tangan terdengar dari seluruh penjuru tatkala gadis itu berdiri, diikuti oleh Derek lalu para warga. Kepala desa dan wakilnya itu sedikit membungkuk pada para kader. Kini balai itu menjadi ramai, dan satu-persatu orang mulai pergi meninggalkan bangunan kayu sederhana itu.

"Apa hasilnya sebagus itu?" Derek menoleh pada Evelynn. Apa yang dikatakan wakilnya itu memang cukup mengejutkan, terlalu baik untuk benar-benar terjadi. Pertanyaannya disambut dengan senyuman khas Evelynn ketika sedang senang. gadis itu menyenggol Derek dengan tubuhnya, lalu ia terkekeh jahil.

"Persediaan bahan makanan sudah melebihi cukup, sehingga kita tidak perlu mengurangi porsi-porsi bagian untuk satu keluarga. Namun bukan berarti kita sudah bisa bersantai. Kita harus tetap bercocok tanam bahan pangan agar punya sumber makanan tetap," jelasnya dengan penuh semangat.

"Tinggal beberapa fasilitas desa yang belum diperbaiki, tapi fasilitas penting sudah dibereskan. Kita juga memiliki senjata yang lebih kuat sekarang. Pedang, perisai, bahkan senapan dengan kotak pelurunya. Dengan begini, setidaknya kita dapat melindungi diri lebih baik dari..."

Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Evelynn disambut oleh pelukan dari Derek.

"... Umm, Derek...?" Evelynn menggeliat pelan, berusaha mencari posisi nyaman dalam dekapan laki-laki kekar di depannya.

"Terimakasih, Eve".

Suara Derek berubah menjadi lebih lembut. Untuk beberapa saat keduanya terdiam. Evelynn perlahan memejamkan matanya, membiarkan dekapan sang rekan kerja menghangatinya. Senyuman tipis terlukis di wajahnya seraya matanya terpejam tenang.

"... Ugh, sori," laki-laki itu melepaskannya, lalu tersenyum masam. "Aku sangat berterimakasih padamu. Tanpa bantuanmu, mungkin aku tak akan bisa membangkitkan Rosmaid dari perang besar dua kerajaan yang terjadi di tanah ini. Harusnya yang memimpin desa ini aku, tapi malah jadi dirimu. Maafkan aku karena tidak bisa banyak mengambil alih".

Gadis itu tertawa kecil mendengar suara Derek yang melembut seperti ingin rapuh. Pada akhirnya, Derek hanyalah seorang yang lembut, meskipun perawakannya cukup mengintimidasi.

"Apa sih yang kau katakan? Aku kan wakilmu. Aku harus bisa menggantikanmu di saat kau tak bisa. Buat apa aku menjabat kalau tidak ada kontribusi yang dapat kulakukan?" kedua tangannya disimpan di belakang, seraya Evelynn mengangguk lembut.

"Derek, aku tahu ini sangat berat untukmu, tapi aku yakin kau pasti bisa. Kau hanya perlu pelan-pelan mendalami peranmu, oke?"

*Tengg teng tengg!! Tengg teng tengg!!*

Tiba-tiba terdengar lonceng dari luar. Evelynn langsung menoleh cepat ke arah sumber suara. Rosmaid hanya punya satu lonceng besar yang dipasang di pondok sumur tengah desa. Biasanya lonceng itu dibunyikan pada siang hari, saat matahari sudah mencapai puncak tahtanya.

Namun hari ini berbeda. Lonceng berbunyi tepat pada jam 3 sore.

"... Well, sepertinya sudah saatnya ya...?" gadis itu menyentuh sebagian helai surai keemasannya, mengelusnya perlahan. Manik hazelnya beralih ke bawah, seperti menyembunyikan sesuatu dari sang laki-laki di depannya. Derek hanya bisa menatapnya dengan penuh kesedihan.

"Yeah..." Netra gelap milik Derek pun ikut beralih. Keduanya terdiam, seakan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ada rasa kuat yang mengharapkan waktu dapat berhenti selamanya, namun detik tetap berjalan, begitupun semua yang bergerak.

Perlahan wajah laki-laki itu kembali terangkat. Ia menatap Evelynn yang ikut menatapnya setelah terdiam beberapa saat.

"Kau mau mengunjungi Grannie dulu...?"

----------

"Grannie....?"

Evelynn melangkah masuk ke dalam sebuah kamar tidur. Jendela kamar tersebut terbuka, namun ditutupi tirai putih bercorak hijau bulat. Sesekali tirai diterpa angin kecil, membiarkan udara ruangan kamar keluar masuk perlahan. Iris hazel milik gadis itu langsung tertuju pada tempat tidur kecil. Seorang wanita tua renta terlelap dengan tenang, dengan selimut tebal melindunginya dari angin yang dingin. Garis-garis keriput memenuhi wajahnya, menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya yang sudah begitu lama. Rambutnya yang sudah memutih, terkepang dua di sampingnya.

Tak ada jawaban, Grannie masih terlelap.

Gadis itu tersenyum tipis, lalu duduk di sebuah kursi yang telah ada di sebelah tempat tidur. Gadis itu memerhatikan wajah Grannie. Sebenarnya namanya adalah Annie, namun Evelynn dan anak-anak lain memanggilnya Grannie sebagai singkatan dari Grandma dan namanya sendiri. Grannie sudah berumur 66 tahun saat Evelynn lahir, dan kini usia gadis itu sudah menginjak 22 tahun.

Evelynn perlahan menyentuh tangan renta miliki Grannie yang tergeletak lemah. Dengan penuh hati-hati, digenggamnya tangan sang nenek. Tangannya sedikit dingin, terlalu lama berada di luar selimut. Dirasakannya sedikit respon berupa gerakan dari tangan Grannie.

"Evelynn... Itu kah kamu...?" perlahan Grannie membuka matanya, seraya ia melirik perlahan ke arah tangannya digenggam. Terasa tangan Evelynn dibalas genggam oleh sang Nenek. Mata gadis itu sedikit berkaca-kaca, namun ditutupinya dengan sebuah senyuman lembut.

"Ya, Nek. Ini aku," jawabnya. Perlahan didekatkannya kursi ke tempat tidur, membantu Grannie agar lebih jelas melihatnya. Grannie telah mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan sejak beberapa tahun terakhir. Beruntung bagi Evelynn, Grannie masih memiliki kesadaran dan dapat mengenalinya.

Meskipun Grannie hanyalah Nenek dari anak-anak di desa dan tidak sedarah dengan Eve, Grannie sangatlah berarti baginya.

"... Kau sudah ingin pergi, Eve...?"

Pertanyaan itu begitu mengena di hati Evelynn. Sesaat terasa jantungnya berdetak kencang, memberikan perasaan tak enak dan sedih pada gadis itu. Ia memejamkan matanya, dan perlahan setetes air mata mengalir perlahan. Gadis itu mengumpulkan kekuatan untuk tidak terisak kencang.

"... Ya, Nek..." jawabnya.

Grannie perlahan tersenyum, dan saat itu juga sedikit keriput di wajahnya menghilang sebentar.

"Grannie senang, kamu sudah cukup besar sekarang..." Ibu jari lemah dari sang Nenek mengelus punggung Evelynn yang sedikit gemetar, membuat gadis itu sedikit lebih tenang. "Grannie masih ingat, saat kau kecil dulu... Kau sangatlah manis, ceria dan ramah... Di saat anak-anak lain sibuk bermain, kau membantu orangtuamu, lalu membantu Grannie menenun baju... Tak ada hari-hari Grannie yang tak melihatmu...".

Evelynn langsung teringat masa-masa kecilnya. Dulu ia pernah terjatuh dari pohon apel rindang di bukit padang rumput. Saat itu Grannie yang langsung bergegas datang dan mengobati lukanya setelah dipanggil. Teringat pula kenangan saat Evelynn pertama kali membuat kain pertamanya yang bercorak merah muda dan biru laut. Lalu yang paling tak pernah ia lupakan, saat-saat Grannie membantunya membuat biskuit yang ingin Eve berikan kepada orang-orang untuk hari kasih sayang.

Hari-hari di mana hanya kebahagiaan dan kehangatan memenuhinya.

"Dan sekarang lihatlah dirimu... Anak gadis yang Grannie lihat dulu kini sudah menjadi wanita dewasa... Yang siap melakukan tanggung jawabnya..."

Gadis itu tersenyum lalu mengangguk, tatapan lembut tak henti-hentinya di arahkan kepada sang Nenek. Tak terhitung lagi berapa tetesan air mata yang mengalir.

Evelynn sangat menyayangi neneknya. Ia tidak ingin meninggalkannya.

"Kau tak perlu izin Grannie untuk pergi dari Rosmaid... Kau sudah berperan banyak... Grannie tahu bahwa kau akan menjadi gadis hebat... Grannie tahu kemampuanmu bisa digunakan lebih dari sekedar mengurus Rosmaid... Kini saatnya kau menginjakkan kaki ke tempat lain, dan bersinar lebih terang dari sebelumnya..."

"Terima kasih, Grannie..."

Evelynn menyeka air matanya. Genggaman tangannya semakin dipererat hingga hangat. Perlahan ia berdiri dan mendekati wajah Grannie. Diciumnya pipi sang Nenek bergantian, lalu ia membiarkan sang Nenek melakukan hal yang sama dengannya.

"Julian akan sangat bangga padamu, Nak..."

Teringat satu nama lainnya yang sangat berarti baginya. Gadis itu menyibakkan rambut emasnya ke belakang setelah sempat ikut turun. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.

*Tokk tokk tokk!!*

Ketukan pintu pelan terdengar. Evelynn menoleh perlahan ke arah pintu, melihat kepala Derek muncul dan balas menatapnya. Laki-laki itu mengangguk, dibalas dengan senyuman tipis dari si gadis. Ia kembali menghadap Grannie, lalu membantunya memasukkan tangan ke dalam selimut agar hangat.

Kedua tangannya saling menggenggam.

"Terima kasih, Grannie..."

----------

Perlahan gadis itu keluar dari rumah sederhana yang sempat disinggahinya. Dilihatnya orang-orang yang kini telah berkerumun membentuk sebuah jalan untuk Evelynn. Sunyi, semuanya menatap kepada Evelynn yang pipinya terdapat semburat merah. Langit sore tampak jingga, angin menerpa helai rambut tiap orang yang ada.

Hari ini hari terakhir untuknya berada di tanah kelahiran.

Gadis itu tersenyum tipis lalu mulai berjalan menyusuri jalan yang disediakan untuknya. Satu persatu wajah ditatap oleh Eve, seperti tengah menyampaikan bahwa ia pamit. Beberapa wajah yang dikenalnya akrab, juga wajah-wajah lainnya yang ia kenal cukup baik sebagai bagian dari Rosmaid.

Hingga akhirnya jalan yang diberikan untuk Evelynn berhenti di sebuah kereta berkuda. Dengan warna hitam memenuhinya. Tirai gelap pun menutupi kaca jendela dan pintu kereta. Di depannya terdapat dua buah koper besar.

Derek menunggunya di sana, bersama sosok-sosok berkulit arang yang berpakaian seperti Ranger. Senjata berupa tombak, pedang, belati, busur dan anak panah, juga tongkat dipegang oleh masing-masing sosok-sosok yang juga bertelinga runcing dan bertubuh ramping. Pandangan tajam terarah pada Evelynn yang perlahan mendekat.

Dark Elf

"Evelynn Rosemary Avaron," panggilan padanya terdengar dari sosok telinga runcing dengan pakaian yang agak berbeda dari yang lainnya. Mata Obsidiannya memerhatikan penampilan Evelynn dari ujung kaki ke ujung kepala. Sore itu, Eve memutuskan memakai gaun hijau dengan sentuhan garis emas sederhana. Selop berwarna coklat dikenakannya. Rambutnya sengaja ia tidak sanggul, melainkan ia kuncir biasa untuk mengurangi berat di kepalanya.

"... Peringatan untukmu bahwa upaya kabur tak akan ada gunanya. Senjata apapun yang kau sembunyikan sekarang, keluarkanlah sekarang," ucap Dark Elf yang memanggilnya tadi. Tatapan tajam masih tidak dialihkan dari Evelynn. Evelynn tidak goyah dari intimidasi yang diberikan padanya.

"Aku tidak membawa apapun, kecuali buku jurnal dan sebuah buku lama tentang kalian," katanya tanpa menyembunyikan fakta apapun. Diangkatnya sebuah buku jurnal kecil juga buku tebal yang amat sangat tua berwarna kehitaman. Evelynn sengaja terlalu jujur agar ras elf asing itu menyadari bahwa sebenarnya ia juga was-was pada mereka.

"Dan sebaiknya kau juga tidak menyembunyikan apapun di dalam sana," Dark Elf itu mendekat pada Evelynn dan menghadapnya. Ia beradu tatap dengan Eve beberapa saat. Aura mengintimidasi sangat kuat terasa oleh gadis itu. Namun ia tidak mengalihkan pandangan.

"..." Beberapa saat kemudian sang Dark Elf beralih dan beranjak menuju Derek dengan kedua koper milik Evelynn. "Kau boleh menyampaikan salam perpisahan, cepat lakukan".

Evelynn merengut. Ingin rasanya ia memukul Dark Elf yang tadi sempat bertatapan kuat dengannya. Diurungkannya niat itu, seraya ia berbalik dan menghadap warga desa Rosmaid yang menunggunya. Ia terdiam sebentar, mempersiapkan diri untuk dapat mengatakan sepatah-dua patah kata.

"Hei, umm..." Evelynn menunduk sebentar, lalu kembali menatap semuanya. "Ini bukan menjadi salam perpisahan terakhir, namun ada baiknya jika aku berpamitan kepada kalian untuk beberapa saat".

Eve berhenti lagi. Rasanya gadis itu tak kuat berbicara terus seperti ini. Ia ingin menangis, tapi ia sudah kehabisan air mata.

"Aku ingin ucapkan terimakasih kepada kalian yang sudah membantu Rosmaid untuk bangkit dari peperangan yang terjadi di sini. Tanpa kontribusi kalian, mungkin Rosmaid sudah hancur. Derek, dan wakil kepala desa yang baru, Tara William. Semoga kalian dapat membimbing Rosmaid menjadi lebih baik lagi, menjadi seperti saat sebelum peperangan terjadi".

"Sekali lagi, ini bukan salam perpisahan terakhir. Aku yakin akan kembali ke sini suatu saat nanti. Kuharap kalian baik-baik saja, sampai jumpa nanti".

Gadis itu berbalik, lalu mendekati Derek. Sang Dark Elf yang tadi mengintimidasinya kini tengah memasukkan koper ke dalam kereta kuda. Ia tersenyum tipis pada Derek. Keduanya mulai berpelukan. Tangan Derek menepuk bahu Evelynn yang sebenarnya tampak sangat gemetar.

"Kau akan baik-baik saja, Evelynn... Kau hanya akan menikahi seorang raja dari ras lain yang telah menolong kita," Derek melepas pelukan lalu tersenyum tipis.

"Bagaimana jika aku tidak akan baik-baik saja...?" suara gadis itu gemetar. Biasanya Evelynn yang menenangkan Derek ketika ia merasa sedih. Kali ini, justru laki-laki itulah yang menenangkannya.

"Kau harus tetap baik-baik saja sampai kita berjumpa kembali. Kau harus janji padaku," laki-laki itu menepuk kedua pundak kecil Evelynn, memberikannya semangat kecil yang disalurkan lewat tepukan. Laki-laki itu kemudian menarik tangan Eve, lalu ia menaruh sebuah sapu tangan dan membuat Evelynn menggenggamnya.

"Kau harus kembalikan ini padaku, saat kita berjumpa lagi. Jadi kuharap kau menjaga ini sebaik kau menjaga dirimu sendiri, oke...?"

Derek kembali tersenyum tipis, lalu berjalan mundur. Ia melambai pada Evelynn. Gadis itu hanya mengangguk kecil. Ia beralih menghadap Dark Elf yang menunggunya, dengan pintu kereta kuda yang telah terbuka lebar, menunggu Evelynn untuk masuk. Gadis itu mendekat, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kereta kuda.

Sebelum ia masuk total, ia menoleh ke belakang. Untuk terakhir kalinya, ia menatap semua orang yang akan ia tinggalkan.

"Semoga kau baik-baik saja, Eve!"

"Kembalilah secepat mungkin!"

"Jangan lupakan kita!"

Evelynn tersenyum lembut, lalu mengangguk. Ia kembali memasuki kereta kuda, lalu duduk di dalamnya. Gadis itu bersandar, kepalanya mengadah ke atas. Ia memejamkan mata, membiarkan dirinya beristirahat dari hari-harinya yang melelahkan.

Kereta kuda mulai berjalan, ditarik oleh beberapa kuda yang anehnya berkulit keunguan yang menyala. Perlahan sebuah rombongan cukup besar meninggalkan Rosmaid.

Evelynn, 22 tahun, lahir dan dibesarkan di Rosmaid.

Hari ini, ia akan pergi ke sebuah tempat antah berantah, di mana ia akan dinikahi dengan seorang raja dari ras Dark Elf.

----------

avataravatar
Next chapter