5 Four : Alvirth

"Grannie, bisakah kau jelaskan tentang pegunungan Alvir?"

"Astaga, sayang. Kau masih penasaran dengan mereka?"

Grannie tersenyum halus kepada bocah cilik di depannya, yang kini membantunya menggosok beberapa seprai kasur berwarna putih yang sudah kotor. Anak itu mengangguk, dengan rambut keemasan pendeknya yang dikuncir rapi. Di saat anak-anak desa justru berlarian di padang rumput bermain segala hal, Evelynn kecil justru malah meminta membantunya mencuci seprai yang dititipkan beberapa tetangganya untuk sejumlah uang.

"Penggunungan Alvir itu di mana, Nek?" tanya anak perempuan itu kepada Neneknya, namun kini wajahnya yang tembam dan lucu menunduk, terfokus pada seprai yang terendam dalam air bersih, menumpuk dan sedikit bergelembung karena ada udara yang mengisi.

"Alvirth," Grannie mengoreksi pengucapan Evelynn, kemudian ia mulai mengambil posisi bertumpu. Tangannya yang sudah cukup berkeriput dan mulai mengurus kini ikut direndam dalam wadah kayu di depannya. Ia mulai ikut menggosok seprai yang terendam dengan telaten.

Sang anak perempuan pun mulai menyebut nama Alvirth berkali-kali, sampai membuat sang nenek terkekeh kecil. Ia membiarkan Evelynn asyik menyebutnya sampai benar, dan untuk beberapa saat keadaan lebih sunyi.

"Alvirth itu di mana, Grannie?"

"Nenek tak tahu pasti, sayang. Yang Nenek tahu dari apa yang nenek ingat, pegunungan Alvirth ada di selatan sana, agak sedikit ke kiri, jika di lihat di peta."

Ujung dua jari nenek menjepit, lalu membentangkan seprai di dalam air hingga sedikit melebar, kemudian tangan satunya membuat sebuah titik di satu tempat di seprei itu, tak lama jarinya yang renta menggaris ke bawah lalu berbelok kekiri, dan akhirnya membuat segitiga transparan.

"Kalau mau ke sana, bisa satu hari satu malam. Cukup dekat, memang, tapi pegunungan Alvirth adalah pegunungan yang sangat berbahaya."

"Kenapa berbahaya, Nek?"

"Ya, karena pegunungan Alvirth dipenuhi oleh makhluk-makhluk buas dan besar. Tubuh mereka bersisik keras, ada yang memiliki sayap, ada pula yang tidak, bahkan ada yang tak memiliki sayap dan kaki sama sekali, lalu bergerak seperti ular. Mereka banyak jenisnya, namun yang paling ditakuti itu adalah Wyrm."

"Wyrm?"

"Ya. Yang bentuknya seperti ular raksasa itu dinamakan Wyrm. Tak memiliki sayap dan kaki, bergerak di dalam tanah, dan menyerang tiba-tiba. Ada pula yang namanya Drake, memiliki empat kaki dan tak bersayap. Lalu Wyvern, memiliki dua kaki dan dua sayap. Adapun naga-naga lainnya yang juga bersarang di sana."

"Mereka semua naga?"

"Begitulah, ya."

"Kalau begitu apakah Dark Elf menghilang karena dimangsa oleh mereka?"

Grannie terdiam, lalu menatap Evelynn yang balas menatapnya, dengan iris penuh rasa penasaran. Kerutan di wajah Grannie berkurang tatkala ujung bibirnya terangkat dan matanya menatap bangga pada sang bocah. Rasa keingintahuannya tinggi, namun sayang Neneknya hanyalah seorang warga desa yang tak pernah bersekolah.

"Entahlah, mungkin kau benar, nak. Tapi apa kau yakin ras yang hebat dan menakutkan itu akan kalah dengan makhluk-makhluk itu?"

Grannie menarik seprai yang telah dicucinya keluar dari wadah air besar, dengan sang anak yang sudah siap ikut menarik sebrang seprai, berusaha mengimbangi Neneknya. Mereka perlahan membawanya ke samping wadah, mencari ruang kosong, kemudian perlahan memeras seprai hingga air yang memberatkannya mengalir turun.

"Kalau begitu kenapa mereka menghilang kalau bukan karena makhluk-makhluk menakutkan itu?"

"Sayang, ada beberapa hal lain menjadi alasan kenapa gunung Alvirth sangat berbahaya."

"Apa itu , Nek...?"

Perlahan kain tersebut diperas hingga ke tengah. Grannie memeriksa bagian yang Evelynn peras, memastikan bahwa tak ada air yang tertinggal.

"Pegunungan Alvirth adalah pegunungan yang amat tinggi dan dingin. Salju tebal menyelimuti semua permukaannya. Ditambah lagi, daerah selatan adalah daerah yang belum benar-benar dijelajahi oleh manusia."

Evelynn kecil memerhatikan neneknya, ketika sang nenek mulai mengambil alih seprai tersebut lalu mulai menjemurnya di sebuah tali jemuran antara dua pohon yang berjarak jauh satu sama lain.

"Ada yang bilang kalau mereka telah mati karena cuaca ekstrem di sana. Ada yang bilang kalau mereka menghilang karena bermigrasi ke benua lain di selatan sana. Ada juga yang bilang kalau dia dimangsa."

Grannie berhenti sejenak setelah selesai menjemur seprai tersebut. Masih ada seprai lain yang harus ia selesaikan pada pagi ini.

"Ada yang bilang kalau mereka bersembunyi di suatu tempat di pegunungan Alvirth yang luas, namun tak ada yang berani membuktikan karena tempat tersebut amatlah berbahaya. Hanya dugaan-dugaan kecil yang tak terbukti."

"Namun, begitulah, Dark Elf yang menghilang secara tiba-tiba membuat pegunungan Alvirth menjadi pegunungan misterius yang juga ditakuti manusia."

----------

Sebuah dunia asing terbentang di hadapannya. Hutan lebat yang redup dengan warna-warna menyala dalam kegelapan menghiasinya. Tak hanya pada flora, namun Evelynn juga melihat beberapa hewan yang mengeluarkan nyala indah dan bergerak melakukan rutinitasnya masing-masing.

Rombongan tersebut perlahan menuruni tebing tempat mereka keluar dari sebuah gua. Hutan itu amat begitu luas jika di lihat dari atas tebing itu, namun samar-samar, gadis itu dapat menyadari bahwa hutan itu dibatasi oleh dinding-dinding batu yang mengelilingi mereka. Dinding-dinding batu alami tersebut membentuk area hutan lain di atasnya, membuat hutan menyala tersebut memiliki beberapa lapis tanah berbeda tinggi di tiap tempat tertentu.

Cercah cahaya menyelundup dari atas, dan Evelynn baru menyadari bahwa ternyata tak hanya dinding-dinding, namun jauh di atas sana masih dibatasi langit-langit gua, dengan beberapa stalaktit besar dan kecil mengisi. Beberapa makhluk bersayap terbang, ada yang berkelompok dan ada yang sendirian, namun yang paling unik adalah, mereka memiliki corak dalam kulit mereka yang menyala, berkamuflase dengan kristal-kristal yang juga menghiasi langit-langit tersebut. Di tengah langit-langit luas tersebut, terdapat sebuah celah yang membentang seperti goresan tak berujung. Celah itu menjadi sumber masuknya cahaya yang menyinari tempat tersebut.

"Ini... Di mana?"

Seketika terasa angin berhembus dengan tenang, menerpa halus wajah Evelynn yang berada pada bingkai jendela. Kereta kuda dan rombongan pengawal itu pun memasuki hutan menyala tersebut. Terdapat buah-buah berbentuk seperti kepompong bergantung di pohon-pohon rindang, menyala kehijauan dengan corak kulit yang indah. Beberapa pohon ada yang lebat dan pendek, ada pula yang menjulang tinggi seperti pinus. Beberapa pasang mata hewan samar-samar dapat Evelynn lihat. Kadal dengan totol-totol biru muda yang juga menyala mengikuti kulit pohon yang bercorak demikian. Kupu-kupu beterbangan mengelilingi sebuah semak berbunga terang benderang. Tak jarang terdengar raungan keras jauh entah di mana.

Seekor kupu-kupu dengan sayap oranye yang begitu gemilang datang perlahan ke arah jendela. Begitu makhluk indah itu mendekati Evelynn, ia sempat mengeluarkan tangannya dan mempersilakan sang kupu-kupu untuk hinggap, namun tiba-tiba tangannya ditepis oleh seorang Dark Elf yang menghampirinya dengan tunggangannya.

"Jangan dipegang," katanya singkat, lalu mengibaskan tangan ke kupu-kupu tersebut hingga makhluk kecil itu pergi perlahan kembali pada kawanannya. "Yang tadi itu cukup beracun. Kau tidak tahu apa-apa tentang hutan ini, jadi jangan lakukan hal-hal sembarangan."

Evelynn menoleh pada sosok Dark Elf tersebut, menyadari bahwa ia adalah Dark Elf yang sama dengan yang ia ajak bicara selama perjalanan. Meskipun di atas tunggangan, namun Eve dapat mengetahui bahwa ia sama dengan Dark Elf lainnya. Ramping, tinggi, dan menyeramkan. Wajahnya terlihat seperti remaja berumur enam belas tahun, namun kurus dengan tulang tulang pipi sedikit menonjol. Matanya abu-abu gelap, dengan rambut putih lurus menutupi sebagian dahi yang rapi seperti sering disisir. Terdapat beberapa anting menghiasi daun telinganya yang meruncing. Ia memakai sebuah rompi kulit yang sengaja dibuka kancingnya, dengan rumbai bulu lebat melapisi pundaknya, lalu ia memakai pelindung tangan. Rompinya yang dibuka membuat sebagian dada dan perutnya terlihat dengan kulit gelapnya, namun dapat terlihat kekokohannya, bukti bahwa ia sudah berlatih entah berapa puluh tahun lamanya.

Dark Elf itu terlihat sedikit lebih berisi dari Dark Elf lainnya yang Evelynn lihat.

"Terimakasih, emm..."

"Panggil saja Nath," Nath meliriknya, tak berekspresi. "Baru saja tadi kita perkenalan."

Evelynn tersenyum tipis. "Kapan kita akan sampai?"

Kereta kuda tersebut mengikuti arah rombongan yang perlahan menuruni sebuah jalanan berbatu lain, di mana kini dinding batu lainnya kembali menghalangi pandangan mereka karena semakin lama semakin turun. Kristal-kristal keunguan yang menghiasi langit-langit di atas sana juga menyelimuti dinding-dinding yang berada di depannya.

"Sudah hampir sampai," Dark Elf itu menghela napas, mungkin lelah karena perjalanan panjang yang dilakukan. "Kau tak harus melihat, tapi di depan sana ada pintu gerbang, tanda bahwa kita sudah hampir sampai."

Evelynn mengintip sedikit ke depan, lalu melihat jauh semakin dalam di turunan tersebut, sebuah gerbang besar berwarna berkayu coklat, dengan besi hitam yang bercorak seperti hembusan angin menempel di kedua daun pintu gerbang tersebut. Dua orang pengawal berjaga di sana lengkap dengan zirah hitam mereka.

"Kalau aku boleh tahu... Ini di mana...?"

Nath tersenyum tipis.

"Bukakan pintunya!"

----------

Jendela ditutup, atas perintah Nath, dan ia menyuruh Evelynn untuk menutup jendela tersebut dengan tirai. Sebenarnya gadis itu enggan, apalagi ruangan tersebut sangat gelap dan lembab, namun setelah kejadian beberapa waktu yang lalu, Evelynn tak ingin menimbulkan banyak drama yang akan mempengaruhi nasib Rosmaid. Mungkin Nath bermaksud baik, dan ada hal lain yang tak Eve ketahui.

Sudah sekitar hampir 45 menit lamanya gadis itu kembali terisolasi. Ia menyandarkan diri di bangku dan menatap ke kegelapan yang mengelilinginya. Kegelapan itu membuatnya terbayang hutan aneh yang barusan dilihatnya. Hutan yang berada dalam sebuah gua raksasa, dengan warna-warna menyala terang menyinari sudut-sudut hutan gelap tersebut. Makhluk-makhluk hidup yang tak pernah ia ketahui, dengan corak-corak kulit terang benderang seakan ikut menyamar dengan tumbuhan-tumbuhan yang sama uniknya dengan mereka.

Lalu dinding gua di kejauhan seperti batas dari hutan tersebut, dengan langit-langit yang diisi kristal keunguan beserta stalaktit-stalaktik dari ukuran kecil hingga besar dan panjang seperti akan jatuh menyentuh tanah.

Dark Elf yang ia ketahui menghilang di pegunungan Alvirth, pegunungan tinggi yang amat dingin, ditinggali makhluk-makhluk buas berjenis naga. Sarang utama dari munculnya naga-naga beberapa tempat di dunia, seperti berita-berita yang pernah ia dengar dari kerajaan-kerajaan yang tengah berseteru sekarang.

Ia memejamkan mata.

Sepertinya ia tahu jawabannya.

Tiba-tiba kereta kuda tersebut berhenti berjalan, hampir mendorong Evelynn ke depan. Gadis itu refleks menahan kedua tangannya ke dua koper di sebelahnya. Ia menoleh ke sekitarnya yang gelap. Samar-samar cahaya terang benderang terlihat menembus tirai tebal yang menutupi jendela.

Knock knock!

"Kita sudah sampai."

Suara Nath terdengar dari luar, kemudian perlahan pintu terbuka, dan Dark Elf itu pun muncul sambil menahan pintunya.

"Keluarlah."

Evelynn mendekati pintu lalu perlahan mengeluarkan kakinya dari kereta. Perlahan gadis itu keluar dari kereta kuda. Matanya yang sempat memberat tadi kini menjadi segar kembali, terutama setelah ia menyadari bahwa sekarang ia berada di sebuah aula besar layaknya sebuah kerajaan. Tiang megah berdiri di tiap kaca jendela yang menghiasi kanan dan kiri aula. Tiap tiang tersebut juga berdiri pemegang lilin berdiri, dengan warnanya yang kekuningan menyala, mengikuti dinding mewah keemasan. Lampu gantung besar berada di atasnya, dan juga sepanjang jalan yang tertutupi karpet biru.

Sebuah tahta kehitaman berada di ujung karpet tersebut, dibatasi oleh beberapa anak tangga. Di belakangnya, sebuah tirai besar kemerahan menutupi sebuah bingkai lukisan. Hanya boots hitam yang terlihat dari seseorang yang tergambar di lukisan tersebut.

Evelynn menatap Nath yang kini telah memegang koper-kopernya dari kereta kuda. Entah kenapa kini hanya ada Evelynn, Nath, lalu makhluk-makhluk menyerupai kuda yang masih terikat di kereta.

"Aku harus ke mana?"

"Tunggu sebentar."

Setelah itu muncul Tiga Dark Elf lainnya masuk dari sebuah lorong di belakangnya. Satu Dark Elf wanita di depan bertubuh tinggi dan ramping, helai rambutnya yang lurus sebahu dan berwarna putih tampak sedikit kusut, namun terlihat cocok padanya. Ia memakai setelan sisik hijau yang meninggalkan bagian dada terbuka, dengan kerah leher berwarna senada yang mengkilap lalu menyambung dengan pelindung pundak berupa tempurung. Kedua tangannya memakai sarung tangan dengan jari yang terbuka, lalu ia memakai bawahan celana hitam dan sepatu boot satu warna yang memiliki tumit. Tangan kanannya berkacak pinggang, dan wajahnya tampak begitu serius, memberikan kesan dominan kuat.

Dua Dark Elf perempuan di belakangnya sama-sama berpakaian gaun hitam bercelemek putih. Wajah keduanya ditutupi oleh sebuah masker dengan dua warna berbeda, lalu rambut mereka dikuncir. Dilihat dari caranya berjalan dan seragam mereka, Evelynn dapat memastikan bahwa kedua Dark Elf tersebut adalah semacam pelayan.

"Akhirnya sampai juga. Kupikir kau akan terlambat sampai pagi," Dark Elf wanita dengan setelan hijaunya menghadap kepada Nath. Keduanya saling bertatapan kuat, entah mengapa menimbulkan aura kuat yang dirasakan Evelynn sendiri.

"Keberangkatan diperlambat sedikit karena beberapa hal, dan aku rasa setiap perjalanan ada waktu perpanjangan jika yang ditunggu belum datang," Nath memberikan dua koper milik Evelynn kepada pelayan di belakang wanita bersisik tersebut. Ia kemudian berbalik dan melambaikan tangan kirinya. "Dia kuserahkan padamu."

Setelah Nath meninggalkan mereka, sang wanita dengan setelan sisik hijau itu langsung menghadap Evelynn. Evelynn sedikit bergidik namun menyembunyikan ketakutannya dengan tetap berdiri tegap, menatap sang wanita tersebut. Setelah dilihat seksama, ia menyadari kalau Dark Elf wanita di depannya ternyata cukup feminim. Bibirnya dipoles kehijauan, lalu bulu matanya lentik. Irisnya hitam gelap dengan tatapan yang cukup intens. Aura dominannya berubah menjadi mengintimidasi.

"Dan namamu?" Tangan Dark Elf wanita itu terlipat di dada, masih menatap lekat Evelynn.

"... Evelynn," gadis itu berhenti karena gugup. Ia mengumpulkan keberaniannya, lalu menghela napas. "Evelynn Rosemary Avaron."

"Evelynn..." Wanita itu mendekat, lalu menatap Evelynn. Dengan Evelynn yang lebih pendek dari wanita itu, ia benar-benar merasa diintimidasi sekarang. Gadis itu refleks sedikit mundur dan memejamkan matanya kencang karena gugup.

"Selamat datang! Aku sudah menunggumu dari beberapa jam yang lalu!"

Tiba-tiba Evelynn mendapatkan pelukan erat dari sang Dark Elf. Gadis itu sontak terkejut dan hampir terjengkang, namun ia berhasil mengontrol diri dan terdiam kebingungan.

"Eh, anu..."

"Kau tak apa-apa? Pasti perjalanan dari tempat tinggalmu ke sini sangatlah melelahkan," pelukan terlepas, lalu Dark Elf itu menatap Evelynn. Ia tersenyum lebar dan memegang kedua pundak gadis itu. "Astaga, kau cantik sekali, aku tak pernah bertemu manusia, tapi aku yakin kau suka dipuja-puja."

"Tidak juga," sang gadis yang dipuji hanya terkekeh kecil lalu menunduk sedikit.

"Aku Ishtar Corval. Panggil saja Ishtar," katanya memperkenalkan diri. Ishtar mencium kedua pipi Evelynn lalu tersenyum padanya. "Setidaknya kau tampak memiliki kualitas, aku tak perlu khawatir jika manusia yang menikahi Raja adalah kau."

"Menikah?" alis Evelynn terangkat, kemudian ia teringat perjanjian antara Dark Elf dan Rosmaid. "Ah ya, benar."

"Sepertinya sudah cukup berkenalannya. Kau terlihat lelah, ayo, kami telah menyiapkan kamar untukmu."

----------

Beberapa saat setelah kedatangannya, kini di hadapannya terpampang sebuah kamar yang cukup megah dan luas. Dengan sebuah balkon terbuka yang menunjukkan pemandangan sebuah kerajaan dalam gelap. Sebuah tempat tidur cukup besar dengan selimut keunguan berada di bawah tiang perbatasan kamar dengan balkon. Di sebelahnya terdapat lemari yang tak kalah besarnya, dan dua meja terbuat dari kayu yang cukup kokoh.

"Ini tempatmu bermalam untuk beberapa waktu ke depan. Hanya sementara, setelah itu mungkin kau akan pindah lagi," Ishtar membiarkan Evelynn menikmati kamar megah tersebut. Ia mengangguk kecil pada kedua pembantu untuk menurunkan koper Evelynn di sebelah tempat tidur, kemudian menyuruhnya pergi.

"Kamar ini... Bagus sekali," Evelynn mengerjapkan matanya beberapa kali. Badannya bergerak memutari ruangan, melahap pemandangan ruangan yang cukup megah. Lampu-lampu dinding yang redup terhias di dinding. Pandangannya pun berhenti ke sebuah kolam jernih yang berada di sudut ruangan.

Gadis itu menoleh pada Ishtar, memandangnya ragu. "... Kau yakin ini kamarku?"

"Tentu saja, aku sendiri yang menghias kamar ini" Ishtar duduk di pinggir tempat tidur lalu kembali tersenyum pada Evelynn. Entah kenapa, aura intimidasi yang dikeluarkannya kini tak terasa lagi.

"Terima kasih... Kupikir..."

"Simpan dulu pikiranmu. Kau tampak lelah, sayang. Lebih baik kau beristirahat," Ishtar berdiri dan mendekat pada Evelynn yang masih berdiri di tempatnya. Ia mengelus pipi gadis itu halus, menatapnya hingga gadis itu kembali tenggelam dalam iris gelapnya. "Aku akan menemuimu lagi besok, oke?"

Sepatu boot itu kini beralih menuju pintu kamar. Evelynn mengikuti Ishtar yang mulai beranjak keluar.

"Anu... Sekali lagi, terima kasih."

Ujung bibir yang terpoles hijau itu terangkat, menunjukkan pemiliknya tersenyum tipis. Kini impresinya berubah menjadi baik dan ramah di mata Evelynn.

Dark Elf itu beranjak pergi menyusuri lorong.

"Tidurlah dan kumpulkan energi. Besok upacara pernikahannya akan dimulai."

----------

avataravatar