webnovel

Di kira Bunuh Diri?

Teori sahabat rasa pacaran yang pernah ku ucapkan ke Rio, sepertinya sudah menjalar keseluruh tubuhku. Dari pikiran, tindakan, hingga perasaan. Aku terbawa perasaan. Rio, sudah sudah ku anggap hanya miliiku seorang. Dia baik, selalu memanjakan ku, memberi perhatiannya padaku, prilakunya membuatku lupa kalau kita cuma sahabat.

Ibarat pacaran, saat salah satu dari mereka menemukan seseorang yang menempati tempat paling tinggi di hatinya, mereka akan berpisah. Dan Rio, sudah menemukannya. Aku menendang batu kecil yang ada di depanku. Sambil tersenyum miris aku berkata, "emang gue siapa dia?"

Dari awal gue tahu Rio punya pacara aja gue galaunya setengah mati, apalagi gue udah kenal sama ceweknya, baik pula sama gue. Jujur aja kejadian saat gue di hukum di lapangan itu membuat diri gue rendah karena di tolong oleh Cinta.

Kenapa sih gue harus mengalamin hal seperti ini? Kenapa gue harus suka sama Rio yang udah punya pacar? Dan kenapa Rio harus jadian sama Cinta? Kenapa gak sama gue aja jadiannya? Kenapa harus sama Cintaaa???

Ponsel yang sedari tadi di pegang ku masukan kedalam tas, sebelumnya aku mematikan alat komunikasi itu. Nunggu balesan chat dari pacar orang sama aja adu mulut sama orang bisu. Gak akan di bales!

Aku mengelap wajahku yang sedikit berkeringat akibat asap kendaraan. Aah, seharusnya aku pulang bareng Rio hari ini! Tapi laki-laki itu pergi dengan Cinta dan aku pun terpaksa harus pulang sendiri. Dengan begitu aku harus berjalan lumayan jauh menuju halte Bus karena itu satu-satunya kendaraan yang lewat ke arah rumahku.

Halte Bus itu ada di sebrang jalan, karena tidak bisa menyebrang aku menggunakan jasa jembatan menyebrang. Sebenarnya ini akan terasa melelahkan daripada menyebrang langsung di jalanan, tapi aku tidak bisa menyebrang. Kakiku menaiki anak tangga yang membuatku sedikit lelah. Aku berhenti sejenak untuk beristirahat, ku sandarkan kedua tanganku pada pagar jembatan. Pemandangan dari atas ini terlihat indah.

Kakiku sedikit berjinjit karena pagar yang cukup tinggi untuk perempuan sekecilku, dari atas sini aku bisa melihat berbagai kendaraan yang melintas. Seram sih, tapi seraman mana sama lihat gebetan yang jalan bareng pacarnya? Walaupun melihat hantu saja itu sudah sangat seram, tapi untuk orang yang sedang jatuh cinta sepertiku hanya akan takut dengan pemandangan-pemandangan dua orang yang saling bucin.

Aku menerawang langit. Luas. Dari sini aku berpikir,  Mungkin aku hanya berpikir dunia ini hanya selebar daun kelor, yang setiap hari, setiap saat, setiap waktu aku selalu bertemu dengan dia. Tapi, apa yang dipikirkan olehnya adalah langit yang merupakan sebuah tantangan, yang menantang kita untuk menemukan ujungnya.

Rio menerima tantangan langit itu, ia mengembara menemukan bebrapa orang dan mencari cinta sejatinya. Dan dia menemukan hal dalam pencariannya. Cinta. Begitulah cara laki-laki itu menemukan Cinta.

Sangat jauh berbeda denganku yang takut untuk bertemu dengan orang yang baru, aku sudah nyaman dan merasa cukup untuk mengenal Rio saja di dunia ini. Padahal Rio telah menemukan dunianya, tapi aku masih terjebak dalam duniaku sendiri.

Kebanyakan kaum hawa berpendapat, lebih menyenangkan memiliki sahabat pria. Tapi, resiko terbesarnya adalah jatuh cinta. Ya, mungkin ini adalah Resiko yang harus aku tanggung sendiri. Aku yang mmemilih untuk bersahabat dengan Rio dan aku sendiri yang jatuh cinta padanya. Aku tidak bisa meminta laki-laki itu untuk membalas perasaanku karena aku sendiri lah yang memilih jalan seperti ini.

Rasa nyaman ini, membuatku lupa kalau kita hanya sebatas sahabat. Aku menghela napas panjang, apa yang dilakukan Rio terhadapku membuat aku merasa bahwa aku adalah perempuan satu-satunya. Padahal, laki-laki itu sangat baik ke semua perempuan. Ya, mungkin ini adalah salah satu resiko yang harus aku tanggung karena menyukai cowok yang friendly.

Di saat aku sedang asyik dengan duniaku, seseorang memegang lenganku dan menarik tubuhku ke dalam perlukannya. Aku terkejut, siapa yang berani melakukan hal yang lancang seperti ini?

"Aaaa!!!" Aku memekik sekencang kencangnya.

Tanganku mendorong tubuh orang tersebut agar menjauh.

Namun, tangannya kembali menarik tubuhku dan memeluknya kembali.

"Lepasin!" teriakku memukul-mukul orang tersebut, dalam hati aku berpikir kalau ini adalah rencana penculikan. "Toloong!!! To—"

"Tenang." suara bariton itu membuatku berhenti berteriak, tangannya menutup mulutku sehingga aku tidak bisa berteriak kembali. Di situasi seperti apa yang harus aku lakukan? Apakah aku akan dibawa ke gudang kosong dan di siksa?

Banyak sekali kasus-kasus penculikan anak sekolah termasuk di dalam usia remaja. Di saat kita berada di posisi sebagai sadera, tidak ada yang bisa kita lakukan selain pasrah dengan keadaan. Aku tidak mau hal tersebut terjadi padaku.

Aku pun menggigit tangan orang tersebut yang menutup mulutku, dia meringis kesakitan.

"Siapa kamu? Jangan seenaknya ya peluk-peluk gue!" tegas gue memasang wajah sangar.

Aku terkejut melihat sosok orang yang kupikir dia akan menculikku itu.

Ternyata orang jahat yang aku pikirkan itu adalah seorang anak SMA.

 "Aku gak akan nyakitin kamu! Tapi, aku mohon jangan lakukan tindakan bodoh yang merugikan diri sendiri. Jangan bunuh diri di sini, pasti akan terasa sakit jika jatuh ke bawah."

Sepertinya ini hanyalah kesalah pahaman. Aku yang mengira dia akan menculikku dan dia yang mengira aku akan bunuh diri di jembatan penyebrangan ini.  Padahal apa yang sebenarnya terjadi bukanlah seperti apa yang kita pikirkan.

"Maaf, kalo lo khawatir. Tapi, gue cuma lihat-lihat pemandangan dari sini," ucapku lembut. Mendengar ucapanku barusan sepertinya dia juga menyadari kalau ini semua hanyalah kesalah pahaman kita saja. Aku pun menghela napas lega karena semua ini berakhir dengan baik.

 Dia menghela nafas panjang, lega karena niatku bukanlah untuk mengakhiri hidup lalu mendekat ke arahku. Sambil mengulurkan tangan ia berkata, " Maaf, kalau kamu merasa tidak nyaman dengan kelakuan ku barusan."

"Aku Alvin," katanya memperkenalkan diri.

"N—Nagita," balasku memberitahu namaku.

"Gimana kalau kita berdua pergi sebentar?" tawarnya mengajakku jalan berdua.

Aku terhentak, bagaimana bisa kita jalan dengan orang yang baru saja kita kenal? Apa ini salah satu modusnya untuk menculikku?

Pikiranku masih saja pada laki-laki yang ada di hadapanku ini adalah seorang penculik. Paahal kesalah pahaman Alvin tentang aku yang ingin bunuh diri sudah terselesaikan. Kayaknya gue gak boleh terima ajakan orang ini deh, ucapku dalam hati waspada dengan orang ini.

"Hm ... maaf, gue harus cepat-cepat pulang karena ada urusa sama keluarga. Makasih ya lo udah perhatiin gue tadi, tapi gue gak ada niatan buat bunuh diri sama sekali kok, gue duluan yaaa ... dadaaa!" gue segera pergi dari hadapan laki-laki itu dan segera pulang.