3 Ke rumah mertua

Mobil sedan berwarna hitam masuk pelataran rumah mewah bertingkat dua milik keluarga Panji. Menyadari sudah sampai di depan halaman rumah yang di tuju, Algis menegakkan badan. Matanya mengamati sekitar halaman.

Rumah mewah bergaya modern di dominasi warna cat putih. Di tambah taman kecil dan kolam ikan yang tidak terlalu besar. Rumah calon suami kakaknya sangat besar menunjukan betapa kaya keluarga ini. Algis tidak habis pikir kenapa kakak perempuannya itu justru kabur di hari pernikahannya. Apa yang kurang dari calon suaminya ini, Panji pria yang tampan dia juga berasal dari keluarga yang kaya.

Jantung Algis mulai berdetak cepat ada rasa gugup dalam diri Algis saat dia kembali teringat akan segera bertemu dengan keluarga Panji. Tak lama Panji memakirkan mobil, seorang pelayan laki-laki meghampiri Panji dan Algis.

"Tolong bawa semua koper ke dalam ya Pak," perintah Panji pada pelayannya dengan nada sopan.

"Iya Den," jawab pelayan yang bernama Pak Tori.

Panji berjalan masuk ke rumah diikuti Algis yang berjalan di belakangnya. Di dalam rumah tepatnya di ruang tamu ada kedua orangtua Panji, Pak Suryadi dan istrinya. Melihat sosok Panji wanita dengan setelan baju warna merah maroon itu berdiri lalu bergegas menghampiri Panji putra kesayangannya.

"Mama Papa sudah nunggu dari tadi." ucap Bu Rina menyambut dengan senyum bahagia.

Sebelum pulang Panji memang sudah memberi tau orang tuanya bahwa dia akan pulang sore hari. Niat tinggal beberapa hari di rumah mertuanya di batalkan.

"Mana menantu mama yang cantik." Bu Rina mencari sosok yang di maksud dari belakang tubuh putranya.

Mendengar kata-kata itu Algis yang sedari tadi berdiri di balik punggung panji sedikit terkejut tubuhnya mengejang rasa gugup dan takut merayapi hatinya.

"Lho ... kok," Bu Rina mengernyitkan dahi melihat sosok manis di balik punggung Panji. Wanita paruh baya itu melongok keluar pintu mencari seseorang yang di tunggunya namun tak ada siapa-siapa. hanya ada panji dan anak manis mirip menantunya.

"Ajeng mana ...?" tanya Bu Rina.

Panji menarik nafas panjang, ia berjalan kearah sofa lalu duduk berhadapan dengan Pak Suryadi.

"Duduk sini," kata Panji saat di lihatnya Algis masih berdiri. Algis berjalan dan duduk tak jauh dari Panji

"Mama juga duduk dulu ada yang harus Panji jelasin."

Bu Rina buru buru duduk di sofa bergabung dengan suaminya. Pak Suryadi dan Bu Rina menatap Panji menunggu kalimat Panji selanjutnya.

"Ada apa Ji?" tanya Pak Suryadi setelah menunggu sedikit lama tapi panji belum juga mulai bicara.

"Panji gak bawa ajeng Ma-Pa, Panji bawa adiknya." Panji mulai menjelas kan.

"Ajeng kemana Ji? Kenapa kamu bawa pulang adik istri kamu. Istri kamu mana?" tanya Bu Rina.

"Karena dia istri Panji," jawab Panji dengan nada santai dan cuek.

"Istri kamu gimana sih??? Kamu itu kalau bicara yang jelas." Bu Rina mulai bingung.

"Ya emang, karena yang tanda tangan di buku nikah dia bukan kakaknya."

"Panji!!!!!" pekik Bu Rina dia mulai kesal.

"Bicara yang jelas Panji," kata Pak Suryadi dengan nada lembut.

"Saat akad nikah kemarin gadis pilihan Mama kabur dari rumah. Itu kenapa dia menggantikan kakaknya." Panji menoleh ke arah Algis.

Pak Suryadi dan Bu Rinai terkejut. Lebih-lebih Bu Rina dia melihat dengan tajam kearah Algis, wajahnya menunjukan rasa kesal.

"Apa-apan ini, mereka pikir kita siapa enak saja mempermainkan kita seperti ini Pa, Mama akan telepon Pak Prayitno minta penjelasan. Mereka sudah menipu kita Pa mempermainkan kita!"

"Ma ... tenang dulu," Pak Suryadi berusaha meredam istrinya.

"Tenang gimana sih Pa, ini penghinaan Pa!"

"Dan kamu Panji, Kenapa kamu diam saja Kamu malah pulang dan bawa adiknya untuk apa Panji? Kamu kira ini lelucon?"

"Lalu Panji harus bagaimana Ma? Panji marah sama mereka gitu? Lalu apa yang akan Panji dapat? Semua orang bakal tau calon istri Panji kabur di hari pernikahan. Tidak penting siapa istri Panji dia atau kakaknya, toh buat Mama yang penting Panji menikah. Sekarang kemauan Mama udah Panji turutin. Jadi sudah lah Ma jangan buat Panji pusing lagi dengan perjodohan," kata Panji panjang lebar dengan nada kesal.

"Tapi masalahnya dia kan laki-laki Panji. Kamu mau istrimu laki-laki" sahut Bu Rina tak mau kalah.

Panji terdiam tak ada sahutan lagi darinya. Dia bangkit berdiri dari sofa lalu berjalan ke lantai atas ke kamarnya tanpa permisi. Dia bahkan tak memperdulikan pemuda di sampingnya.

Di ruang tamu menyisakan Pak Suryadi, Bu Rina dan Algis. Mereka semua terdiam sesaat tak ada yang bersuara sibuk dengan pikiran masing masing.

"Tante, Om, maafkan saya maafkan keluarga saya. Sungguh tidak ada maksud untuk mempermainkan Om dan Tante." Algis memberanikan diri untuk berbicara.

"Bapak dan Ibu akan segera mencari kak Ajeng. Setelah kak Ajeng kembali saya pastikan kak Ajeng akan datang kemari," lanjut Algis.

"Iyaa sudah tidak apa apa, oh ya nama kamu siapa?"

"Algis Om"

"Baiklah Algis Om tau ini bukan kesalahan kamu. Sekarang pergilah ke atas ke kamar kamu. Kamu pasti lelah jika sudah siap nanti kita bisa makan malam bersama."Titah Pak Suryadi dengan  wajah ramah.

Tak ada murka dari sorot matanya. Berbeda dengan Bu Rina yang masih diam membisu tatapannya tak ramah ke arah Algis wanita itu merasa kesal.

"Bi Inah, antar Algis ke kamar atas," perintah Pak Suryadi pada pelayan yang saat itu berada di meja makan untuk menyiapkan hidangan makan malam.

"Mari Den ...."

Algis berjalan mengikuti langkah Bi Inah.

xxxx

Pagi ini adalah hari pertama Algis di rumah keluarga Panji. Semua orang berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Masing-masing tempat duduk sudah ada jus mangga serta roti bakar yang di atas nya di beri kerokan alpukat di tambah ceplok telor setengah matang.

Menu makan pagi keluarga Pak Suryadi tidak banyak macam karena mereka orang sibuk banyak aktifitas. Sarapan roti dan alpukat sangat banyak manfaat buat kesehatan apa lagi buat Pak Suryadi yang kesehatan nya menurun beberapa bulan ini. Penelitian menyebutkan rutin sarapan alpukat baik buat jantung bahkan menghindari stroke.

Bu Rina pagi ini sudah tidak menunjukkan wajah masam lagi kepada Algis. Ia berulang kali mengulas senyum ke arah Algis. Semalam Pak Suryadi sudah memberi pengertian pada Bu Rina untuk tidak terlalu mempermasalahkan apa yang terjadi. Pak Suryadi menjelaskan bahwa Pak Prayitno adalah karyawan dan orangtua yang baik. Pak Prayitno sudah lama menjadi salah satu officer Pak Suryadi dan menurut penilaian Pak Suryadi orangtua Algis itu pekerja keras serta jujur. Itu kenapa Pak Suryadi memilih anak Pak Prayitno untuk di jadikan menantu.

Perihal kepergian Ajeng di hari pernikahan Pak Suryadi meminta pada istrinya untuk tidak terlalu memikirkan, lagi pula ada Algis yang wajah nya sangat mirip dengan ajeng.

Sembari menunggu kembalinya Ajeng apa salahnya menerima Algis tinggal di rumah mereka. Setidaknya saat ini rumah mereka ada anggota keluarga baru ada orang yang mungkin saja bisa merubah kebiasaan buruk anak mereka.

"Algis, maafkan sikap Tante kemarin ya,"

kata Bu Rina di sela aktifitas makan pagi mereka. Algis yang di ajak bicara menghentikan makannya ia tersenyum manis ke arah Bu Rina.

"gak apa-apa tante Algis bisa ngerti."

"Eh ... mulai sekarang lebih baik kamu panggil Tante Mama aja sama kayak Panji. "

"Hah..."

"Gak apa apa Algis, kamu bisa panggil kami berdua Mama Papa."

"I-iya Tante ehh ... Mama."

Bu Rina kembali terseyum ke arah Algis begitu pun pak Suryadi ia juga terseyum ramah ke arah Algis. Dalam hati Algis bersyukur ternyata keluarga ini menerimanya dengan baik. Hal buruk yang ia bayangkan sebelumnya tidak terjadi. Dia bisa sarapan dengan nikmat pagi ini.

Setelah selesai sarapan semua kembali ke aktifitas masing masing. Panji dan Pak Suryadi pergi ke kantor, meskipun semua pekerjaan sudah di ambil alih oleh Panji namun Pak Suryadi sesekali masih datang ke kantor untuk memeriksa dan memberi pengarahan pada Panji.

Algis kembali ke lantai atas masuk ke kamarnya. Kamar Algis berhadapan dengan kamar Panji, di kamar Algis membuka koper mengeluarkan pakaian yang belum sempat ia susun di dalam lemari.

di tengah kesibukannya menyusun baju ke dalam lemari tiba-tiba Algis di kejutkan suara ketukan pintu. Algis berjalan kearah pintu lalu membuka pintu kamarnya. Berdiri Bu Rina di depan Algis.

"Boleh Mama masuk?"

"Iya Ma, masuk aja."

Bu Rina masuk kamar Algis.

"Gis ... kamu ikut Mama ya ke butik langganan Mama."

"Mama mau di temani?"

"Begini Gis, sebenernya resepsi pernikahan Panji dan kakakmu dua minggu lagi, undangan juga udah disebar semua persiapan sudah hampir seratus persen ini buat jaga-jaga andai kakak kamu dalam waktu dua minggu belum kembali, kamu mau kan gantiin kakak kamu di resepsi nanti?"

Algis terdiam sesaat sedang memikirkan jawaban.

"Iya Ma, Algis mau. Memang fungsi Algis di sini kan memang buat gantiin kak Ajeng."

Bu Rina tersenyum lega lalu memeluk sayang Algis.

"Ya udah kamu siap+siap ikut Mama ke butik buat fitting baju. Mama tunggu di bawah ya."

Algis menganggukkan kepala. Bu Rina keluar dari kamar.

Algis segera berganti baju ia memakai kaos berwarna pink misty dengan bawahan celana slim fit casual. Rambutnya di sisir kedepan menambah kesan manis pada wajahnya. Setelah menurutnya penampilannya sudah rapi Algis bersiap untuk turun ke bawah, namun sebelum itu Algis berdiri sesaat di depan cermin. Ia memandangi wajahnya sendiri.

Memiringkan rahangnya ke kanan ke kiri. Dalam hati dia bertanya apa dia begitu mirip dengan kakaknya.Tak di pungkiri selama ini Algis sering mendapat pujian dari teman-teman sekolah dan sampai dia masuk kuliah. Ia disebut cowok cakep namun cenderung cantik.

Meskipun rajin olah raga tapi Algis tidak pernah mendapatkan bentuk otot di tubuhnya tidak seperti teman-temannya yang punya badan bagus ketika mereka rajin berolahraga.

Algis menepuk-nepuk pipinya meyakinkan diri bahwa apapun yang di berikan tuhan padanya dia wajib mensyukuri. Tak masalah dia memiliki wajah cantik faktanya dia tetap laki laki.

xxxx

Siang hari ketika waktu makan siang tiba Panji menghubungi sahabatnya si Radit. Ia mengajak Radit untuk makan siang bersama di salah satu restoran yang tak jauh dari kantornya. Saat ini Panji sedang ingin bicara pada seseorang dan yang ia punya hanya Radit sahabat yang sudah tau baik buruk diri Panji.

Radit yang memang dalam kondisi lapar dia menyantap makanan dihadapannya tak menghiraukan sahabatnya yang hanya diam tidak banyak bicara.

"Ada apa sih Ji?? Kok lo kayak mikirin sesuatu gitu," tanya Radit sambil mengunyah makanan.

"Telan dulu tuh makanan. Kesedak baru tau rasa!"

"Kok lo doain Gue gitu sih, iklas kagak lo traktir Gue?"

"Emang penting iklas apa gaknya. Buat lo yang penting perut lo kenyang."

"Hehhehe ..." Radit terkekeh sambil masih mengunyah makanan.

"Oh ya, gimana kabar kakak ipar Gue? Sudah Elo jebol belum?"

Seketika Panji tersedak sedikit menyemburkan air minum ke wajah Radit. Reflek Radit mengelap wajah dengan telapak tangannya.

"Kira-kira dong Ji kena muka gue," sungut Radit.

"Makanya kalo ngomong jangan asal!"

"Asal gimana, gue kan tanya beneran. Kan lo dah nikah, nah sekarang gue tanya dah kawin apa belum?"

"Bangsat lo Dit!" umpat Panji.

"Gimana, kakak ipar masih perawan gak? gak usah ngarepin perawan ya Ji, lo pan dah sering ngerusak perawan anak orang."

Saat ini Panji ingin sekali melempar tubuh Radit ke jalanan.

"Gue gak apa-apain dia," kata Panji dengan wajah kesal.

"Hah???? hahha seorang Panji bisa tahan anggurin cewek cakep depan mata. Wahhhh lo gak mendadak impoten kan Ji?"

"Gue nikah bukan karna kemauan gue buat apa gue sentuh dia. Lagian ...."

Panji tidak melanjutkan kalimatnya. Dia membuang muka ke arah lain. Melihat itu Radit jadi penasaran.

"Heii....whats wrong Men, ada masalah hidup apa lo, cerita sini sama gue," kata Radit masih dengan nada bercanda.

"Yang gue nikahin, yang gue bawa pulang bukan cewek yang Mama jodohin sama gue," jelas Panji.

Radit mengerutkan kening tanda tak mengerti.

"Cewek yang Mama jodohin ke gue hari itu kabur, dan gue lihat sendiri saat kabur."

"What????!!!!! trus yang nikah sama lo  tempo hari siapa?" kedua mata Radit melotot.

"Gue seneng banget saat gue liat tuh cewek kabur. Gue kira pernikahan bakal batal. Tapi ternyata ibunya nyuruh adek tu cewek buat pura-pura jadi calon bini gue."

Radit terbengong dia mencerna kalimat panji takut dia salah memahami.

"Lo serius Ji?" tanya Radit setengah tak percaya cerita Panji.

"Lo pikir gue lagi bohong!"

"Trus sekarang gimana?? Kok otak gue gak nyampek ya Ji mikirnya."

"Ya udah, gue jalanin aja. Gue males pusing.Yang penting gue nikah titik. Dari pada gue diusir dari rumah."

"Iya betul, gak masalah ade nya juga cantik banget kan. Tetap menang banyak lo Ji," hibur Radit. Namun,wajah Panji masih nampak gusar tak bersemangat.

"Masalahnya adeknya itu cowok Dit."

Kali ini Radit yang tersedak hingga terbatuk, baru saja dia akan memasukan suapan terahir ke mulutnya. Panji memberikan segelas air putih ke arah Radit yang hampir mati tersedak.

"Sialan Lo Ji, lo mau bikin Gue mati kesedak!" umpat Radit sambil meminum air putih yang diberikan oleh Panji.

"Gue serius setan!" sahut Panji tak mau kalah mengumpat.

"Trus gimana?" tanya Radit dengan mimik wajah ingin tau plus penasaran.

"Gimana apanya? " Panji balik bertanya.

"Apa lo sudah belajar anal sex?" tanya Radit tanpa sensor.

"Bangsattttttt!!!!" Panji melempar lap di atas meja kearah wajah Radit. Lalu beranjak berdiri berjalan keluar restoran meninggalkan Radit.

"Woi...Ji!! Mau kemana bayar dulu ini kampred!" teriak Radit tak mempedulikan banyak pasang mata yang memperhatikan. panji pura-pura gak dengar, dia terus berjalan meninggalkan Radit.

"Ji ... Panji!! Sialan lo Ji! Ngerjain gue."

Radit mendesah melihat ke meja restoran, ada beberapa piring bekas pesanan makanannya tadi. Akhirnya dia harus merogoh kantong sendiri untuk membayar.

"Tahu gini gue pesan nasi putih aja. Rugi gue." sesal Radit. Nasi sudah jadi bubur sekarang Radit membayar  sendiri.

bersambung.....

avataravatar
Next chapter