10 Jalan-jalan sore

Siang itu selesai kuliah, Algis dan kedua temannya Bastian dan Maura duduk bertiga di bawah pohon rindang depan fakultas seni. Mereka duduk di kursi yang terbuat dari  bahan kayu, dengan tambahan meja berbentuk bundar warna putih. Mereka duduk saling berhadapan sembari membicarakan project kuliah yang baru saja di berikan oleh dosen mereka.

Bastian si pemuda dengan rambut di ikat asal itu, hari ini raut wajahnya tampak tak bersemangat. Dia seperti sedang mengingat sesuatu, mencari sesuatu. Sedangkan si manis, sejak pagi bibirnya tak henti mengulas senyum.

Apalagi saat ini wajahnya berseri-seri, ia sibuk membalas pesan masuk di ponselnya.

Maura melipat tangannya ke dada, gadis itu melihat ke arah sahabatnya satu persatu.

"Kalian berdua kenapa?? yang satu senyum aja kayak orang lagi jatuh cinta, yang satu lagi bermuram durja kayak orang kalah taruhan. Kenapa lo berdua"

Tanya Maura menyelidik.

"Kartu mahasiswa gue ilang Ra.." Sahut Bastian

"Lha kok bisa ilang sih?!, burung lu kalo gak nempel ilang juga ya Bas" Ledek Maura.

"Mulut lu Ra...gak di filter jadi cewek" Kesal Bastian

"Hahaha...ya kan gue bener"

"Gak lucu setan"

Bastian dan Maura kembali berdebat seperti biasanya.

Si manis tak begitu memperhatikan kedua temannya yang sudah saling pukul dan saling tarik rambut, persis anak TK berebut permen.

Algis terus menundukkan kepala, tangannya sibuk memeriksa posel ditangan. Ia kembali tersenyum ketika  melihat nama pengirim pesan masuk WhatsApp di ponselnya

Panji: Kerjaan ku udah selesai aku jemput kamu.jangan pulang dengan siapapun

Algis: Iya mas, Algis tunggu di kampus.

Panji: Kamu udah makan siang?

Algis: Sudah mas , Mas panji udah makan belum?

Panji: Belum...Nanti temani aku makan siang ya.

Algis: Kok belum mas..ini udah jam dua lebih loh.. mas.                                

Algis asik berbalas pesan dengan Panji. Tanpa dia sadari, dua pasang mata di depannya menatapnya heran.

"Gis.... lo punya pacar ya..." Tanya Maura, matanya menatap kearah Algis penuh curiga.

"Ehhh engga....Algis mana punya pacar" Elak Algis sembari menggoyangkan kedua tangannya didepan dada.

"Bohong...sikap lo tuh belakangan ini aneh suka ngelamun senyum-senyum sendiri" Bastian tidak percaya

"Betul..gue juga liat lu tiap berangkat kuliah diantar sama cowok. Itu yang pakek mobil sedan hitam" Tambah Maura

"Di-dia...sodara Algis kan udah Algis bilang Dia sodara Algis"

"Sodara lu yang mana?? rumah dia

dimana kok tiap hari anterin lu kuliah. Apa dia tinggal serumah sama lo..." Cecar Maura mirip penyelidik

"Kok lo bawa-bawa cowok itu lagi sih Ra" Protes Bastian tidak suka

"Ya emang gue bener. Tadi pagi lu liat juga kan, Algis dianter tu cowok ganteng"

"Mata lo ijo kalo liat cowok bening dikit" Sungut Bastian

"Mata gue ijo liat cowok ganteng bukan buat gue, tapi buat lu berdua haha" Kata Maura dengan gelak tawa.

"Ogah!!! Gak sudi!!! jijik gue Ra!!!!" teriak Bastian tidak terima.

"Halah..lo ngomomg gini karna sekarang lo belum ketemu sama orang yang bisa jungkir balikin hidup lo Bas"

"Amit amit Ra"

"Hati hati lo Bas kemakan omongan lo sendiri. Ingat ya, jaman sekarang karma dibayar tunai. Gak pakek kredit lagi. Rasain deh lo entar.. kalo dah tergila-gila sama cowok maskulin atau cowok manis kayak bayik gue ini" 

Maura menarik dagu Algis gemas. Sambil mengerlingkan mata. Bastian muntah!!!! Ingin melempar Maura ke empang.

Di halaman kampus, tepatnya di parkiran.Seorang pria memakai kaos putih polos v neck dibalut blazer warna hitam dengan lengan ditarik ke atas hingga siku, keluar dari mobil warna merah. Pria itu menghampiri salah satu mahasiswa, yang kebetulan tak jauh dari ia berdiri.

"Permisi..bisa tanya sebentar?" Mahasiswa yang diajak bicara menoleh.

"iya...tanya apa Bang"

"Kenal Bastian Anggara Putra gak? anak seni lukis"

Si mahasiswa terlihat berpikir.

"Anaknya tinggi  putih ya Bang"

"Yuppp" 

"Ohhhh Abang jalan lurus aja... trus belok kanan...di depan fakultas seni ada pohon gede. Nah biasanya dia nongkrong sama temennya di sono Bang" Tutur si mahasiswa.

"Oke thanks infonya ya"

"Ok Bang..." Si mahasiwa berlalu melanjutkan langkahnya.

Kembali memakai kacamata  hitamnya, Radit berjalan menuju arah yang dimaksud mahasiswa tadi. Namun baru beberapa langkah Ia dikejutkan sosok tinggi atletis yang berjalan dua meter didepannya. Walaupun membelakangi dirinya, Radit hapal sekali siapa orang itu.

"Ji....lu ngapain di sini"

mendengar suara sahabatnya, Panji pun tak kalah kaget. Dia menoleh ke belakang. Ia dapati si Radit berdiri, terbengong melihatnya. 

"Oke jangan kemana-mana tunggu Aku di situ" Kata panji pada seseorang disebrang telpon. Lalu ia masukan benda segi empat itu ke dalam saku celananya.

"Kok lo di sini Ji..jam segini lagi.."

"Harusnya gue yang tanya, ngapain lo kesini"

"Gue mau ketemu seseorang di sini" Ucap Radit penuh semangat.

" Sama gue juga." Tukas Panji cepat.

Radit mengernyitkan kening, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Lo nyamperin kakak ipar?Dia kuliah di sini juga?" Tanya Radit dengan senyum meledek.

"Brisik!!!!" Cetus Panji, sembari melanjutkan langkahnya.

"Tunggu Ji...kita searah "

Kedua pria dewasa itu berjalan beriringan, melewati banyak tatapan penuh damba dari kaum hawa di sekitar kampus. Mereka berdua tidak menyadari, kehadiran mereka di kampus membuat para mahasiswi ber kyaa kyaa ria.

Siapa yang tidak menjerit, jika didepan mata ada dua pria dengan tubuh tinggi atletis dan paras wajah bak artis bintang film. Para gadis berbisik-bisik mencari info siapa dan dari mana cowok-cowok tampan itu.

"Lu ngapa si Dit ngikutin gue" Tanya Panji dengan nada kesal

"Sapa yang ngikutin lu..gue mo jalan ke arah pohon itu" Radit menunjuk dengan dagunya ke arah tiga orang mahasiswa yang duduk di bawah pohon rindang.

"Emang lo mau nemuin sapa sih"

"Yang jelas bukan bini lo"

Panji mendengus. Mereka berdua berjalan mendekati Algis dan kedua temannya.

"Itu ada dua pangeran, kenapa jalan ke arah kita ya" Kata Maura terpana penuh kagum.

Reflek. Algis dan Bastian menoleh ke arah yang Maura maksud. Melihat sosok Panji berjalan dengan gagah ke arahnya, senyum bahagia kembali merekah di bibir Algis. Binar matanya menunjukan betapa senangnya dia.Tidak menyangka, kalo Panji akan benar-benar meluangkan waktu untuk menjemputnya.

Berbeda dengan Algis, saat melihat siapa pria yang berjalan ke arahnya Bastian mendadak naik darah.Tiba-Tiba dia merasa kesal teringat kejadian kemarin lusa di apartement. Ahh dia jadi ingin segera kabur dari tempat ia berdiri.

Bagaimana mungkin si cabul ada di kampusnya. Ada kepentingan apa?!. Bastian sedang tidak ingin bertemu dengan si cabul itu. Dirinya masih kesal dengan pria itu.

Panji dan Radit sudah berdiri tepat dihadapan Algis.

Maura mengamati dua pria dihadapannya dengan penuh tanda tanya di kepalanya. Bastian tidak mau melihat ke arah Radit. Dia menyibukkan diri, mengemasi barang-barangnya diatas meja kedalam ransel miliknya.

Sedangkan Algis, dia yang paling berbahagia. Jantungnya dari tadi sudah berdebar. Ada rasa bahagia melihat Panji datang ke kampusnya, apalagi untuk menjemputnya pulang.

"Mas Panji..kenalin ini Maura dan ini Bastian teman-teman Algis"

Ucap Algis sambil menunjuk temannya satu persatu.

"Hai....Gue Maura" Kata Maura seraya melambaikan satu tangan ke arah Panji.

"Kenalin gue Bastian" Kata Bastian tidak bersemangat.

"Mas Radit..kenalin Maura dan Bastian" Lanjut Algis.

"Halloo...Maura" Sapa Radit ramah

"Ha...haiii...." Maura meleleh

Lalu Radit melirik ke arah Bastian. Yang di lirik pura-pura gak tau.

"Kalo sama Dia, gue dah kenal beberapa hari yang lalu" Ucap Radit sambil melihat ke arah Bastian.

"Serius lu. Kenal cowok ganteng ini Bas" Bisik Maura ke telinga Bastian. 

yang dibisiki tidak menjawab, hanya menyikut pelan lengan Maura.

"Mas Radit emang kenal Bastian di mana?" Heran Algis.

"Mereka Bahkan pernah makan pagi berdua di apartement Radit" Celetuk Panji.

Setelah diamati, Panji jadi teringat. Bastian cowok yang tadi pagi merangkul bahu Algis, adalah cowok yang bertemu dengannya di lift apartement Radit.

Seketika Algis dan Maura menoleh ke arah Bastian. Si pemuda tinggi itu jadi salah tingkah, gugup. Lalu kemudian menatap kesal ke arah Panji.

"Ayook kita pulang" Kata Panji pada si manis.

Algis menoleh ke arah dua sahabatnya, seakan meminta izin pada mereka.

"Wow...jadi beneran. Datang ke sini buat jemput istri ya" Panji menatap tajam ke arah Radit. Namun cowok itu tidak terpengaruh. Seperti biasa, Radit justru akan merasa senang. Puas, jika menggoda Panji. 

Algis membeku. Dia tidak berani melihat ke arah Maura dan Bastian. Selama ini, dia tidak pernah bercerita tentang Panji. Dia merasa tidak siap, untuk menceritakan tentang apa yang terjadi Pada dirinya dan Panji. Tapi sekarang, dua sahabatnya itu pasti sedang bingung dan bertanya-tanya. Kenapa Radit menyebutnya istri dari pria di hadapan mereka.

Maura tiba-tiba merogoh ponsel  di saku celana, menempelkan benda itu di telinganya. Berlagak seakan ada orang yang menelpon dia, padahal tidak ada panggilan masuk sama sekali.

"Ohhh...oke gue kesana sekarang. tunggu gue ya" Kata Maura di sambungan telpon, yang sesungguhnya tidak tersambung dengan siapapun.

"Sorry gais..gue balik dulu ya..gue ada janji sama temen gue" Kata Maura sembari mengemasi tasnya.

"Gue ikut lu Ra...gue gak bawa motor"

Kata Bastian dengan tatapan memohon.

"Lo pulang sama gue" Bukan Maura, ini adalah suara Radit.

Bastian pura-pura tidak mendengar. Dia tetap berusaha ingin ikut dengan Maura, namun gadis itu kali ini ingin pergi sendiri. Tak menghiraukan rengekan sahabatnya.

"Kalian berdua hutang penjelasan sama gue" Kata Maura sebelum melenggang pergi, meninggalkan Algis dan yang lainnya.

"Ra..gue ikut!!!!" Bastian bangkit dari duduknya berniat mengejar Maura. Namun seseorang menarik tangannya.

"Gue antar lu pulang"

Dengan kasar Bastian mengibaskan tangan Radit.

"Lo harus mau..Atau gue gak akan balikin kartu mahasiswa lo" Ancam Radit.

Bastian mendengus kesal. Semakin kesal, saat dia melihat Panji terus memegang pergelangan tangan Algis. Dan sahabatnya itu pun, tak ada niatan untuk menolak atau melepaskan tanganya. Selama ini, hanya dirinya atau Maura yang  sedekat itu dengan Algis. Tapi kenapa ada rasa tak suka di hati Bastian, ketika melihat Algis bisa dekat dengan orang lain selain dirinya dan Maura.

Panji menarik tangan Algis berjalan meninggalkan fakultas seni menuju tempat parkir. Diikuti Radit yang juga menarik paksa pergelangan tangan Bastian. Pemuda itu meronta. Dia tidak suka tangannya di tarik-tarik. Apalagi sekarang ini, semua mata menatap mereka berempat dengan tatapan aneh dan heran. Dua pria menarik tangan dua pria lainya, bukankah terlihat seperti sedang syuting Boys Love.

"Ji lo mau kemana habis ini" Tanya Radit.

"Bukan urusan lo..urus urusan lo sendiri" Jawab Panji datar.

"Kok gitu sih Ji.. kan sekarang kita bisa double date. Ya kan" 

"Auuuuuuu" Pekik Radit saat Bastian menendang kakinya cukup keras.

"Sakiiittttttt..." Keluh Radit.

"Makanya jangan asal ngomong"

Radit hanya nyengir tanpa dosa.

Mereka berempat tiba di parkiran, dan berdiri di depan pintu mobil masing-masing. Dengan sigap, Panji membuka pintu mobil untuk Algis. Pemuda manis itu segera masuk ke dalam mobil duduk di samping kursi kemudi.

Begitupun dengan Radit. Sebagai pria gentleman, Dia pun melakukan hal yang sama membuka pintu mobil buat Bastian. Namun...

"Brakk" Suara pintu mobil ditutup dengan kasar.

"Lo ngapain bukain pintu buat gue. Lo pikir gue cewek apa!"

Teriak Bastian dengan kesal. Dia membuka kembali pintu mobil , lalu masuk ke dalam mobil dengan wajah kesal.

Radit menarik nafas panjang. Apa salahnya. Dia hanya melakukan apa yang seorang pria lakukan pada pasangannya. Ralat....CALON PASANGAN!

Mobil Panji perlahan mulai berjalan menembus jalan raya, diikuti mobil Radit di belakangnya .Entah apa rencana Radit, hingga dia sungguh-sungguh mengikuti kemana sahabatnya pergi.

"Mas....beneran belum makan?" Tanya Algis dengan suara lembut.

"Sudah kok" Jawab Panji, tetap fokus menatap depan.

"Tadi bilangnya belum..."

"Tadi bohong" Panji tersenyum tipis.

"Jangan telat makan mas. Nanti mas sakit"

"Kalo pun sakit bakalan ada kamu yang rawat kan..." Goda Panji.

Si manis tersipu. Pipinya merona. Ia menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan rona merah jambu di pipinya.

"Masih banyak waktu mau jalan-jalan sampai sore?" Tanya Panji

"Jalan sore kemana Mas.."

"Ikut aja"

Panji menambah kecepatan laju mobil sedan hitam miliknya. Di belakang masih ada mobil merah milik Radit, mengikuti kemana mobil panji melaju. Kedua mobil itu menyusuri jalanan kota dengan kecepatan sedang. Menjelang sore, Panji mengajak Algis jalan-jalan ke sebuah tempat yang biasanya ramai dikunjungi anak-anak muda di jam sore hingga malam.

Tempat itu suasananya sangat sejuk. Banyak pepohonan yang dilengkapi tempat duduk untuk berkumpul dengan teman atau berdua dengan pasangan.

Selain tempatnya yang nyaman untuk santai di sore hari, tempat itu juga dipadati para penjual makanan ringan, kue dan pernak pernik lainya.

Algis sangat senang Panji membawanya ke tempat itu. Dia berkali-kali menunjukan senyum bahagianya.

"Mas tempatnya bagus banget. Enak buat jalan sore ya Mas"

"Kamu suka?

"Suka banget....Algis boleh beli cemilan gak Mas?"

"Beli aja apa yang kamu mau"

Algis tersenyum girang. Dengan langkah sedikit berlari-lari kecil,  Algis menghampiri penjual makanan cemilan dari satu penjual ke penjual lainya. Apa yang kelihatannya enak ia beli, sampai tak terasa kedua tangannya sudah penuh dengan bungkusan plastik.

"kalo kayak gini, kamu gimana mau makan"

Panji meraih plastik-plastik ditangan Algis. Dengan satu cakupan tangan, semua bawaan Algis sudah beralih ke tangan Panji tanpa kerepotan. Menyisakan satu plastik cemilan untuk dimakan Algis.

Si manis mulai menusuk makanan berbentuk bola-bola di dalam plastik. Dengan lahap, Algis menikmati makanan itu satu persatu. Bibirnya terlihat penuh, bergerak-gerak lucu. Panji mulai gemas melihatnya.Terlebih saat sisa saus menempel di sudut bibir Algis. Perlahan Panji mengulurkan jemarinya ke arah bibir, membersihkan ujung bibir Algis dengan ibu jarinya.

"Makanya pelan-pelan aja, gak ada yang minta kan"

Algis terpaku diam.Tapi segera ia tersenyum, seakan tidak terpengaruh dengan perlakuan Panji barusan. Dia kembali berjalan sambil menghabiskan makanan ditangannya. Padahal sesungguhnya hatinya berdebar-debar tidak karuan.

Masih di tempat yang sama. Ada Radit dan Bastian yang tidak berhenti berdebat, sikap Radit yang menjengkelkan membuat Bastian kesal. Sepanjang perjalanan hingga tiba di lokasi, pemuda itu tidak berhenti mengumpati Radit. Namun hal itu tidak membuat Radit patah semangat. Dia tetap dengan percaya diri menggandeng tangan Bastian, mengajaknya berkeliling. Berkali-kali Bastian meronta menghempaskan tangan Radit, namun berkali-kali juga Radit kembali meraih tangan Bastian.

Mereka berdua melakukan hal yang sama seperti Panji dan Algis, berkeliling mencicipi kulinier jajanan ringan yang berjejer di tempat itu. Bedanya kalo Algis tersipu, malu-malu kucing dengan perlakuan Panji. Sedangakan Bastian justru meraung seperti macan. Dia kesal. Sangat kesal. Rasanya ingin membanting tubuh Radit di jalan.

Radit menarik tangan Bastian mendekati seorang wanita penjual aksesoris. Ada kalung ,gelang, cincin, gantungan kunci boneka dan masih banyak lagi. Radit memilih-milih apa yang menurutnya cocok di pakai oleh Bastian. Matanya tertuju ke sebuah kalung panjang warna hitam, dengan liontin berbentuk hati. Jemari Radit meraih kalung itu lalu memakaikan ke leher Bastian tanpa permisi dulu, membuat Bastian terkejut.

"Apaan sih...ogah gue" Dengan kasar Bastian melepas kalung itu dan meletakkan ke asalnya.

Tak menyerah, Radit kembali memasangkan kalung itu ke leher Bastian.

"Harus pakek atau gue cium lu di sini" Ancam Radit

Setelahnya tak ada perlawanan dari Bastian. Pemuda itu terdiam. Memasang wajah makin masam. Si penjual kalung terkekeh geli, melihat interaksi kedua pria atletis itu.

Mereka berdua kembali melangkah meninggalkan stand aksesoris, berjalan mendekati kerumunan orang. Di dalam kerumunan itu sudah ada Panji dan Algis berdiri berdampingan.

Algis tampak bersenang-senang. Ia tak henti bertepuk tangan dan tersenyum riang melihat pertunjukan dance yang dilakukan oleh sekelompok pemuda.

Radit dan Bastian ikut bergabung menonton pertunjukan itu. Ia masih tetap menggandeng tangan Bastian, Radit takut pemuda itu kabur jika tidak dijaga dengan baik.

"Untuk menambah keseruan kita sore ini, gimana kalo saya ngajak salah satu penoton untuk bergabung dengan kami di sini"

kata salah satu personil group dance itu, yang disambut sorak semangat para penonton tanda mereka setuju.

Tanpa diduga salah satu dancer itu menunjuk ke arah Algis. Ia menarik Algis masuk di lingkaran para dancer lainya.Si manis berusaha menolak. Dia malu. Dia tidak tau cara menari. Namun si dancer meyakinkan Algis untuk hanya mengikuti gerakan dancer. Mereka berjanji tidak akan menyulitakan Algis. Ahirnya karna sudah tak bisa menolak lagi, Algis mengiyakan tawaran itu dia mempersiapkan diri mengikuti arahan salah satu dancer. Untunglah si manis cepat mengerti. Musik mulai melantun lagu dari Trey Song judul na na na di putar. Dancer dan Algis mulai menggerakkan badan, mengikuti orang di depannya.

Sorak sorai penonton makin histeris, saat Algis menerima saran salah satu dancer. Si manis membuka tiga kancing baju atasnya. Ia yang saat ini memakai kemeja besar Putih polos, tampak manis menawan dengan memperlihatkan setengah bahu dan dada putih mulus miliknya.

Musik masih melantun. Algis bergerak mengikuti arahan dia sungguh cepat belajar. Sekarang penonton, terutama gadis-gadis menjerit jerit tidak karuan. Mereka gemas melihat Algis pemuda manis itu mendadak terlihat sexy.

Melihat Algis ada tiga pria yang ekpresi wajah mereka sangat menarik untuk dilihat.

Radit terpana!

Bastian terpukau!

Panji tergiur!!!!!!!!!!!!!

Bersambung...

avataravatar
Next chapter