8 BAB 8

"Kok bapak gak cerita?" Jati tersentak kaget.

"Owh, jadi kamu tahu semua tentangku dari bapak?" Heswa berhasil mendapatkan jawaban dari mulut Jati sendiri.

"Jadi kamu menjebakku, ternyata kamu lebih pintar dari perkiraanku." Jati merasa kalah kali ini.

"Aku memang benar punya mantan mas, tepatnya satu tahun yang lalu!" Heswa mulai berani membuka diri pada Jati.

"Siapa? Berarti aku bukan orang pertama yang berhasil sama kamu?" Jati mendengus kesal.

"Bukan seperti yang kamu bayangkan mas. Dulu bapak pernah menjodohkanku dengannya. Awalnya dia hanya berniat baik padaku. Dia ingin mengembalikan buku catatan kuliahku. Dari situ bapak memintanya untuk mendekatiku karena bapak melihat dia orang yang baik. Tetapi hatiku tidak pernah bisa menerima itu. Sampai pada akhirnya dia sudah tidak bisa menahanya. Dia memaksa menyentuh tangan dan pundakku. Dari situ aku mulai ketakutan lagi dan tidak mau menemui dia lagi." Heswa menceritakan masa lalunya pada suaminya agar tidak ada salah paham antara mereka.

"Tapi kamu tidak apakan saat kita bersalaman selama ini?" Jati merasa takut jika Heswa mendadak gelisah atau takut padanya.

"Tidak, malah sepertinya aku sudah mulai terbiasa bersalaman denganmu." Heswa tersenyum lebar dan menatap mata suaminya.

"Ok, besok pas kita belanja kamu harus belajar berjalan beriringan denganku." Jati menantang istrinya.

"Baiklah akan aku coba. Tapi kamu mau membantuku kan mas?" Heswa meremas tangannya sendiri karena merasa canggung dengan ucapannya.

"Tentu saja aku akan membantumu." Jati tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

***Keesokannya saat berbelanja di super market. Mereka turun dari mobil dan berjalan beriringan dengan langkah Heswa yang ragu ragu. Jati berusaha mngiringi langkah Heswa.

"Jangan tegang, coba Tarik napas yang dalam dan hembuskan secara perlahan." Heswa menatap suaminya dan menganggukan kepalanya.

Mereka masuk ke pusat perbelanjaan dan segera mengambil troli belanjaannya.

"Kamu ambil saja belanjaan yang kita perlukan!" Jati mengambil alih troli dan meminta heswa memilih belanjaannya. Sejujurnya Jati tidak pernah berbelanja sebelumnya.

"Mas, mau ayam atau daging?" Heswa menunjukan bawaanya pada Jati.

"Kita ambil semua saja, kan mbak Lastri baru masuk senin depan!" Jelas Jati.

"Bukannya harusnya hari jum'at ya mas mbak Lastri masuk?" Heswa merasa heran.

"Aku menambah liburnya, biar sekalian hari senin saja masuknya." Jati mengambil roti dari rak.

"Mas, pernah belanja sebelumnya?" Jati mengeryitkan dahinya dan berpikir sejenak.

"Pernah!" Jati mendorong troli mengikuti Heswa menuju rak bumbu dapur.

"Kapan terakhir mas belanja?" Heswa terus bertanya ke Jati agar lebih mengenal suaminya.

"Seminggu yang lalu" jawab jati membantu Heswa mengambil merica yang terletak di rak paling atas.

"Eh..kaget tau mas, jangan tiba tiba muncul dan mendekat gitu!" Heswa tak menyadari Jati meraih merica yang hampir dicapainya.

"Kamu harus terbiasa dengan ini!" Jati melihat istrinya yang melenggang meninggalkanya.

"Mas, belanja apa seminggu yang lalu?" Heswa penasaran.

"Aku belanja tanah untuk rumah kita nanti?" Jati menjawabnya enteng.

"Whattttt?" Heswa merasa kaget karena Jati begitu enteng mengatakannya.

"Why?" Jati balik heran dengan pertanyaan dan ekspresi istrinya. Heswa menggelengkan kepalanya.

"Aku memang baru membeli tanah, ga mungkin kan kita tinggal di rumah itu. Apa lagi nanti kalau kita punya anak. Nanti Pak Lukman sama keluarganya juga biar bisa tinggal sama kita." Jati menjelaskan alasannya.

"Mas beli tanah kaya orang beli permen." Heswa mengusap dahinya yang tidak gatal.

"Hemmmh..." Jati tersenyum mendengar perkataan Heswa. "Kalau kamu ga suka ya kita bisa beli rumah aja. Nanti tanahnya aku jual lagi." Jati berusaha bernego dengan wanitanya.

"Bukan begitu mas, aku masih nyaman aja dengan rumah yang sekarang." Heswa memang senang tempat tinggal Jati.

"Ok, nanti saja kalau kita sudah punya anak baru bangun rumah yang lebih besar." Jawab Jati enteng.

Heswa mulai memasang wajah bersalah. Sudah beberapa hari menikah namun dia belum bisa memberikan mahkotanya kepada sang suami.

"Maaf, aku gak maksud nuntut kamu. Ini kan cita cita setiap orang setelah menikah. Aku akan tetep nunggu kamu sampai kamu siap kok." Jati memandang intens ke arah Heswa.

Tanpa mereka sadari troli penuh dengan kebutuhan mereka selama seminggu kedepan.Tanpa sengaja mereka melewati toko kue dan melihat blackforest, kue favorit Heswa. Heswa sebenarnya ingin sekali membeli kue itu tapi uang bulanannya untuk kebutuhan kuliahnya.

"Kamu mau?" Heswa kaget saat Jati tiba tiba mendadak muncul disebelahnya dengan melipatkan kedua tanganya di dadanya. Heswa mengangguk antusias. "Kalau mau beli apa apa bilang saja. Aku kan suami kamu. Kamu bebas morotin aku. hehehe.." Jati melihat wajah Heswa yang mulai merona.

"Maaf ya mas, aku memang belum terbiasa. Biasanya kan dapat uang bulanan dari bapak cuma cukup untuk kebutuhan kuliah." Jawab Heswa yang memang belum bisa meminta ke pada Jati.

Jati membeli sekotak Blackforest untuk mereka berdua. Mereka lalu menuju kasir dan membayar semua belanjaan dan pulang.

Karena hari sudah siang, Jati memacu mobilnya menuju ke rumah makan Padang. Dengan tergesa gesa Jati masuk ke dalam rumah makan sambil memegang perutnya.

"Laper banget mas?" Heswa mengeryitkan dahinya bingung melihat Jati yang buru buru masuk.

"Kebelet!" Jati berjalan cepat menuju toilet.

Heswa mencari tempat duduk di dekat jendela. Terlihat jelas hiruk pikuk jalanan di netranya. Sedang asik melamun tiba tiba ponselnya berbunyi. Heswa bergegas mengusap layar benda kotak dan pipih itu.

Group tiga Srikandi:

Selvi: Hari senin, kita ke kampus yuk?Tia: Iyaa..Heswa: Iya, jam berapa?Selvi: Jam 9 ya..Heswa: Ok, ketemu di Perpus seperti biasa ya..Tia: Sipp..Selvi: Ok

"Lagi chatting sama siapa?" Heswa hampir melempar ponselnya ke atas karena terkejut suara Jati yang tiba tiba di dekat telinganya.

"Temen-temenku mas, Tia sama Selvi. Mereka teman baikku." Heswa memperkenalkan kedua sahabatnya itu.

"Permisi pak." Pelayan rumah makan itu membawa tumpukan piring di tangan kirinya dan segera menjajarkan piring piring itu di meja.

"Mas, lusa aku ke kampus. Ada janji sama Tia dan Selvi buat belajar bareng persiapan magang!" Heswa meminta izin ke Jati yang sedang makanan favoritnya.

"Iya, aku antar sekalian aku ke kantor!" Jawab Jati sambil menelan makanannya. "Nanti kita bahas lagi di rumah." Jati melanjutkan makannya.

Selesai dengan menu menu yang terhidang Jati segera membayar semua makanan dan mengajak Heswa segera pulang. Jalanan yang macet membuat mereka harus bersabar untuk mencapai rumah.

"Aku rapihin ini dulu ya mas, baru nanti kita makan kue bareng bareng!" Heswa menuju dapur begitu mereka sampai di rumah.

"Mandi dulu aja sekalian!" Jati membawakan belanjaan ke dapur.

Selesai mereka beres beres belanjaan dan mandi Heswa menyiapkan kue yang telah mereka beli tadi. Tak lupa cappucino favorit Jati juga disiapkan. Mereka menikmati makanan di depan TV.

"Heswa, sini tanganmu!" Heswa mengulurkan tangannya ke Jati. "Kamu harus belajar bergandengan jadi kalau kita keluar rumah biar gak kaya adik sama kakak!" Jati terkekeh mengingat kejadian tadi siang.

"Iya mas, makasih ya udah mau sabar bantu aku!" Jati terus menggenggam tangan Heswa.

"Wa!" Jati memandang Heswa sambil menarik napasnya dalam.

"Hemm" Heswa mengalihkan pandangannya dari TV.

"Minggu depan kalau mbak Lastri udah balik kamu tidur di kamar utama, ya. Aku gak mau kalau sampai dia lapor ke Mama." Jati berusaha merayu istrinya yang manis itu.

"Iya Mas." Heswa menjawab singkat.

Menjelang malam mereka makan malam bersama lalu istirahat di kamar mereka masing masing.

Keesokan harinya, Heswa sudah bangun pagi untuk masak dan merapikan rumahnya. Jati kaget saat bangun pagi dan mendapati istrinya sudah bergelut di dapurnya. Pemandangan yang dulu hanya sekedar impian sekarang jadi kenyataan.

"Selamat pagi istriku sayang!" Jati menyapa Heswa yang sedang masak.

"Selamat pagi juga Mr. Jati!" Heswa membalas sapaan Jati.

"Aku olah raga di halaman dulu ya!" Jati sudah lengkap dengan pakaian olah raganya. Heswa melanjutkan masak soto ayam dan perkedel kentang.

Saat sarapan siap Heswa memanggil Jati. Mereka sarapan bersama sambil membahas kegiatan mereka esok hari. Jati dan Heswa menyelesaikan sarapannya dan bergegas membersihkan rumah bersama sama.

Saat Jati masuk ke kamar untuk istirahat Heswa tiba tiba mengetuk pintunya dan meminta pakaian kotor Jati.

"Mas Jati, mana pakaian kotor kamu?" Heswa berteriak dari balik pintu dengan membawa keranjang pakaian kotornya.

"Memang kamu bisa cuci baju?" Jati membuka pintu kamarnya tiba tiba.

"Ini pekerjaan rumah yang biasa aku kerjakan mas!" Heswa mengambil baju baju kotor dari tangan Jati dan meninggalkan Jati yang msih mematung di depan pintu kamarnya.

'Thank God, Kau telah menjodohkan aku dengan dia!' Jati menglum senyum dan memandang Heswa yang melenggang meninggalkanya.

Semua pekerjaan selesai. Heswa merenggangkan tubuhnya di sofa sambil nonton film di TV. mendengar ada suara TV, Jati segera menghampiri istrinya. Mereka menghabiskan hari minggu hanya di rumah saja. Esok hari jadwal yang padat sudah menunggu mereka.

avataravatar
Next chapter