18 BAB 18

Pagi ini Heswa sudah rapi memakai pakaian formalnya. Jati yang keluar dari kamar mandi hanya memandangi tingkah istrinya. Heswa begitu teganggang menghadadpi hari pertamanya kerja. Bahkan sesekali dia menatap bayangannya di cermin sambil menhembuskan napasnya.

"Jangan takut. Kamu pasti bisa. Kamu harus tenang, jangan takut bertanya kalau gak ngerti. Kalau ada masalah kamu harus kasih tahu aku." Heswa mulai tenang dengan nasehat Jati.

"Janji ya mas, jangan sampe ada yang tahu aku istrimu." Heswa memohon kepada Jati. Jati hanya tersenyum dan memberikan dasi ke Heswa.

"Kamu hari ini diantar pak Lukman. Tidak ada bantahan." Jati mengecup puncak kepala Heswa.

"Tapi aku gak turun di depan kantor ya..!!" Heswa kembali merayu.

"Iya... Minta Tia menunggu gedung terdekat dari kantor biar naik motornya gak terlalu jauh dari kantor."

Heswa hanya mengangguk dan melenggang meninggalkan kamar.

***

Sesampainya di kantor Heswa dan Tia segera mengambil name tag. Begitu mendapat name tag dan mendapat arahan dari resepsionis.

"Wa, bu Heni seperti apa ya orangnya?" Tia bertnya tanya tentang orang seperti apakah atasan mereka.

"Ga tahu! Udah ayo cepet masuk dulu aja" Heswa menyeret Tia.

Didepan ruangan kerja yang akan mereka tempati sudah ada beberapa pekerja yang sibuk. Heswa mendekati salah satu pekerja perempuan yang sedang mempelajari design.

"Permisi mbak! Ruangan bu Heni di mana ya?" Heswa bertanya dengan ramah.

"Oh kalian karyawan baru ya. Aku Rara. Bu Heni sepertinya masih belum datang. Kalian tunggu saja di depan pintu itu." Rara menunjuk pintu di sudut kanan ruangan.

"Saya Heswa dan ini Tia" Mereka berjabat tangan secara bergantian.

"Ga usah terlalu formal. Santai saja, aku bukan pemeran antagonis kaya di sinetron sinetron!" Rara tertawa cekikikan.

"Iya mbak Rara." Jawab Heswa dan Tia bersamaan.

"Nah itu bu Heni" Rara menunjuk seorang wanita yang berjalan dengan elegan.

"Kalian karyawan baru ya?" Bu Heni yang menyadari ada orang asing memasuki teritornya dan segera menghentikan langkahnya.

"Iya bu." Mereka menjawab bersama.

"Ikut saya." Bu Heni segera mengajak mereka masuk keruangannya. Mereka mengekor dibelakang bu Heni.

"Kalian baca dulu peraturan dan struktur organisasi perusahaan." Bu Heni memberikan beberapa map yang harus mereka tanda tangani. "Sekarang kalian pergi ke meja kalian. Berhubung kalian tadi sudah berbicara dengan Rara jadi tanya ke Rara untuk pekerjaan kalian." Mereka segera pergi mencari tempat yang dimaksud.

"Mbak Rara, kita harus ngapain hari ini?" Tia memulai percakapannya.

"Kalian buka saja komputer kalian masing-masing dan pelajari beberapa design yang ada buat resumenya juga. Kalian mending kenalan sama yang lain dulu aja deh." Rara menyarankan agar mereka bisa berteman.

Mereka berjalan ke meja para tim yang berisi sekitar 10 orang itu. Mereka melihat dan menghapalkan nama sekaligus wajahnya.

"Heswa bisa ambilkan kertas." Pinta seorang lelaki bernama Jodi.

"Aku juga dong Wa." Kali ini suara Sandra juga ikut ikut.

"Iya mbak, mas.." Heswa bergegas mengambil kertas di sebelah mejanya. Sebenarnya Tia sedikit kesal dengan mereka. Mengingat mereka masih baru dan masih perlu belajar membuat Tia harus bisa meredam emosinya.

Sudah hampir jam makan siang tiba tapi kedua pegawai baru itu masih menapatap layar komputernya. Tanpa sadar Rara menghampiri.

"Ayo istirahat dulu. Nanti aja dilanjut lagi." Rara mengingatkan dengan ramah.

"Makan bareng ke kantin aja yok!" Suara Putra salah satu karyawan di ruangan itu menggema disetiap sudut ruangan mereka.

"Emang bener sih, kita makan bareng aja biar bisa mengenal dua karyawan baru yang cantik cantik ini." Anton kali ini ikut bersuara.

"Paling kalian sudah kehabisan uang" ledek Jodi pada kedua temannya.

"Apa kalian tahu CEO di sini masih muda lo, ganteng lagi..!" Sandra memamerkan CEO perusahaan pada kedua anak baru itu.

"Iya mbak, udah tahu" Jawab Tia sambil menyeruput es jeruknya.

"Kalian kan cuma tahu di foto atau mungkin diberita aja. Kalau lihat langsung pasti kalian bakal naksir berat." Sandra bersandar ke bahu Rara dengan mengedipkan matanya centil.

"Tapi udah punya istri!!" Sahut Rara dengan mendorong kepala Sandra agar kembali tegak. Ucapan Rara disambut dengan tawa bahagia temannya.

"Iya, jadi patah hati deh!!" Lanjut Sandra. Heswa hanya tersenyum melihat tingkah centil Sandra yang ngefans berat sama suaminya.

"Tapi jangan ngomongin ini di depan manager administrasi. Bisa ngamuk dia, apa lagi dia udah tergila gila sama pak Jati. Untungnya pas Pak Jati nikah dia ga datang!" Mela mengingatkan Sandra yang masih saja mengkhayal.

"Iya..iya..." Jawab Sandra sambil meminum jus strawberinya.

"Kalian ini kalau lagi istirahat suka gosipin atasan ya?" Soni heran dengan tingkah cewe cewe absurd itu.

"Segalak galaknya fans pak Jati pasti kalah galak sama istri pak Jati." Timpal Danu pada teman temannya.

"Hahahaha" Semua tertawa bersama karena ucapan Danu.

"Bener, bener!! gak ngebayangin deh Pak Jati yang galak itu dimarahi sama istrinya." Jodi kali ini ikut berpendapat.

Mereka kembali tertawa bersama termasuk Heswa dan Tia.

Jam istirahat hampir selesai mereka memutuskan kembali ke ruangannya. Saat mereka berjalan akan menaiki lift rombongan Jati datang dari luar. Mereka segera memberikan jalan untuk pemimpin perusahaan itu. Heswa yang menyadari keberadaan Jati segera mengalihkan pandangannya.

'Hmm mau sampai kapan main main rahasia kaya gini.' Gumam Jati dalam hati sambil mengulum senyum. Karyawan yang melihat Jati tersenyum merasa heran dan ada beberapa juga yang ke-PD-an.

Saat rombongan sudah masuk lift kusus, Heswa kembali bernapas normal. Tia yang menyadarinya hanya bisa tertawa.

"Tuh kan pak Jati cakep banget. Mana tadi senyum ke arah kita. Pasti dia lihat aku" Sandra kembali centil saat rombongan mereka hampir sampai ruangan.

"PeDe banget sih, siapa tahu pak Jati lagi seneng aja." Mela memutar bola matanya seakan tidak menyetujui ucapan Sandra.

"Udah, kerja kerja. jangan kebanyakan mimpi" Rara segera duduk dan menyalakan komputernya lagi.

Sementara Heswa dan Tia

"Wa, kamu ga apa apa?" Bisik Tia

"Emang kenapa?" Heswa mendekatkan kepalanya ke Tia.

"Fans suamimu banyak banget loh. Mana tadi dia senyum gitu. makin klepek klepek deh para jomblo." Heswa hanya terkekeh menanggapi Tia.

"Biasa aja, kan katanya mas Danu tadi masih galak aku dari pada fansnya". Mereka berdua tertawa bersama tanpa menyadari sedikit mengejutkan yang lain.

'Ting' Tiba tiba ponsel Heswa berbunyi.

Jati: Emang hari ini aku jelek banget?

Heswa: Maksudnya?

Jati: Tadi kamu gak mau lihat aku :(

Heswa: Jangan sedih..Aku cuma takut sama fans kamu!!

Jati: Fans? Fans apa?

Kali ini tidak membalas malah kembali menatap komputernya sambil senyum senyum sendiri.

***

Sementara di ruangan Jati. Jati tampak sibuk mengecek ponselnya lagi. Heswa tidak juga membalasnya. Karena tidak tahan Jati akhirnya mendial nomor istrinya itu. Sudah tiga kali panggilan tapi Heswa tidak menjawab.

"Rizal panggilkan Heswa kesini. Cari cara biar ga ketahuan dia istriku." Perintah Jati kesal.

"Gimana caranya pak?" Rizal menggosok tengkuknya yang tidak gatal.

"Cepet!!" Jati menaikan nada bicaranya.

Rizal bergegas menelpon Ketua tim Heswa dan meminta Heswa menemuinya tanpa alasan yang jelas. Heswa segera pergi ke ruangan Rizal. Yang dia pikirkan hanya takut terjadi sesuati pada Jati. Begitu sampai di lanati ruangan Jati, Rizal segera menghampirinya.

"Maaf bu, tapi pak Jati yang memaksa. Sepertinya tadi agak marah. Ibu masuk sendiri ya." Rizal hanya mengantar samapi depan pintu dan segera masuk ke ruangannya. Pandangan beberapa asisten Jati yang lain tampak tidak enak saat Heswa masuk ke ruangan Jati.

"Permisi pak, ada yang bisa saya bantu." Heswa masuk dan melihat Jati dan Diandra sedang berdiskusi.

"Halo kak Heswa. Apa kabar?" Sapa Diandra ramah.

"Hi Di, main dong ke rumah, biar aku punya temen ngobrol." Heswa memeluk adik iparnya.

"Iya, nanti aku main deh. Kata Jati kak Hewa pinter masak. Kalau aku kesana ajarin masak ya. Ya udah aku keluar dulu ya." Diandra berpamitan dengan senyum elegannya.

Sekarang hanya tinggal Jati dan Heswa yang ada di ruangan itu.

avataravatar
Next chapter