13 BAB 13

Pagi ini Jati berhasil mengecup dahi Heswa tanpa izin. Bohong kalau kali ini darah Heswa rasanya tidak mendidih. Heswa hanya bisa memejamkan matanya dan terus mengatur napasnya agar kembali normal.

"Jangan panik, lama lama kamu juga terbiasa." Jati tidak ingin melihat Heswa panik. Kali ini dia ingin harus mengingkari janjinya untuk menyentuh Heswa tanpa izin dari wanita manis itu.

"Iya mas, Maafkan aku. Aku akan terus berusaha." Heswa mengangguk yakin sambil mengepalkan tangannya.

"Hari ini kamu ada acara?" Jati meraih ponselnya dari atas nakas dan melihat notif satu persatu.

"Iya mas. Nanti aku mau ke toko buku sama Tia dan Selvi" Jelas Heswa ke suaminya.

"Diantar pak Lukman saja!" kali ini Jati bukan menawari melainkan memberikan perintah.

"Aku bareng Tia saja ya..." Heswa berusaha merayu Jati dengan senyum manisnya yang biasanya berhasil.

"Why? Apa kamu tidak suka Pak Lukman?" Jati melipat kedua tangannya dan mengarahkan pandangan tajam ke arah istrinya.

"Ti-tidak mas. Bu-bukan begitu. Pak Lukman orang yang baik dan ramah" Heswa tidak ingin pak Lukman kena masalah dengan suaminya.

"Terus? Apa kamu tidak suka mobilnya? Kamu bisa beli mobilmu sendiri kalau memang tidak menyukainya." Jati masih tetap pada posisinya.

"Ti-tidak mas. Tidak ada masalah dengan mobil maupun pak Lukman." Heswa memberanikan diri menatap Jati.

"Ok, itu artinya kamu berangkat diantar pak Lukman. Tidak boleh membantah" Jati mentoel hidung istrinya lalu bergegas menuju kamar mandi.

"Iya." Heswa mengerucutkan bibirnya, sebal. "Dasar pigheaded!!" Gumam Heswa lirih.

"Hahaha.. Aku mendengarnya Heswa" Jati berteriak dari balik pintu.

"Memang aku bicara apa?" Heswa heran bagaimana Jati bisa tahu apa yang dia katakan.

"Aku memang keras kepala. Kamu semakin tahu banyak hal tentang diriku" Jati masih berteriak dari balik pintu kamar mandi.

Sudah lebih dari lima belas menit Jati membersihkan diri.

"Ini setelan kemeja dan jasnya. Hari ini mau sarapan apa?" Heswa bertolak pinggang melihat Jati yang masih santai.

"Roti saja. Aku masih kenyang makan martabak tadi malam" Jati meraih pakaian yang sudah disiapkan Heswa. Heswa segera keluar kamar untuk menyiapkan sarapan suaminya. "Jangan lupa cappucinoku" Jati berteriak keras takut Heswa tidak mendengar.

Di dapur Heswa sudah melihat mbak Lastri mencuci piring bekas semalam.

"Selamat pagi mbak Heswa." Sapa mbak Lastri ramah.

"Pagi mbak. Mbak Lastri kalau malam pulang ya?" Heswa penasaran karena tadi malam rumahnya seperti tidak ada penghuni lain.

"Iya mbak. Oh ya mbak Heswa dan Pak Jati mau sarapan apa?" Mbak Lastri bingung mau memasak apa pagi ini.

"Tolong ambilkan roti saja mbak. Mbak Lastri kenapa pulang sih? Rumahnya kan jadi sepi.

"Saya dan pak Lukman punya anak mbak, kalau tinggal di sini kamarnya tidak cukup. Nanti takut mengganggu pak Jati juga." Jelas Lastri sambil mengambil roti dan selai.

"Anak mbak Lastri berapa?" Heswa kembali bertanya agar lebih akrab denagn asisten rumah tangganya.

"Dua mbak, yang besar udah SMP yang kecil baru kelas empat SD. Ini mbak roti dan selainya. Ada perlu yang lain mbak?" Tawar mbak Lastri.

"Tolong buatkan cappucino dan teh ya mbak." Mbak Lastri mengangguk paham.

"Kalau mbak Lastri sudah di sini pagi pagi yang ngurus keduanya siapa mbak?" Heswa masih lanjut bertanya.

"Ya pak Lukman mbak, makanya kadang dia kesini agak siang." Jelas mbak Lastri yang sedang membuatkan minuman.

"Mbak Lastri tolong bilang ke pak Lukman ya, hari ini saya mau ke toko buku. Saya tunggu jam sepuluh." Mbak Lastri mengangguk paham.

"Mbak, tolong ambilkan saya air putih" Jati tiba tiba sudah berdiri dibelakang Heswa dengan pakaian yang rapi.

"Tumben udah dipakai dasinya" Heswa memicingkan matanya ke arah suaminya.

"Kamu mau memakaikannya di depan mbak Lastri?" Jati menggoda Heswa yang sepertinya kecewa.

"Tidak" Heswa menggelengkan kepalanya kuat.

Heswa sudah mengoleskan selai ke roti Jati dan meletakannya di atas piring. Jati dengan santai menyeruput cappucino yang hangat. Tanpa Heswa sadari Jati menggigit roti yang dipegang Heswa.

"Aku berangkat...Habiskan roti itu" Jati berlari menuju pintu keluar dengan membawa rotinya.

***

Di Kantor Jati.

"Zal tiga hari lagi Diandra bakal masuk. Sebenarnya hari ini dia sudah di rumah." Jati kembali keruangannya setelah meeting bersama karyawannya.

Jati adalah tiga bersaudara. Dia merupakan anak pertama, Diandra anak ke dua, dan Ardina anak ke tiga. Usia Diandra lebih tua satu tahun dari Heswa.

"Akhirnya..." Rizal menghembuskan napas lega.

"Jangan senang dulu. Kamu harus mengajarinya semua tugas tugasnya." Jati membuka pintu ruangannya dan mendapati Diandra sudah di dalam.

"Diandra?" Jati kaget melihat keberadaan adiknya yang cantik itu.

"Hi Jati, Apa kabar? Apa kakak iparku tidak ikut?" Mereka berpelukan untuk melepas rindu.

"Dia sedang sibuk dengan persiapan magangnya." Jati menghempaskan badannya ke kursi kebesarannya. "Besok kamu datang lagi kesini. Rizal akan mengajarimu semua pekerjaan dan tanggung jawabmu". Sambung Jati sambil membuka berkas di atas mejanya.

"Siap, kalau begitu aku pamit dulu. Itu ada oleh oleh dariku. Berikan untuk kakak iparku." Diandra beranjak dari kursinya dan melenggang keluar ruangan Jati.

"Bye...bye..." Jati melambaikan tangannya.

***

Heswa pergi ke toko buku bersama pak Lukman. Suara radio menemani perjalanan mereka.

"Mbak Heswa nanti pulangnya jam berapa?" Tanya pak Lukman.

"Jam dua mungkin pak. Saya bisa pulang sendiri kok pak. Pak Lukman tenang saja." Heswa masih asik dengan ponselnya.

"Jangan mbak, nanti saya di marahi pak Jati" Pak Lukman memohon kepada Heswa.

"Ya sudah, nanti kalau sudah selesai saya hubungi pak Lukman." Heswa tidak tega melihat raut wajah pak Lukman.

Mereka sampai di tempat tujuan. Heswa segera berlari masuk ke toko buku. Sedangkan pak Lukman melajukan mobil ke bengkel langganan Jati.

"Heswa..." Heswa melihat dua teman absurd-nya melambaikan tangan ke arahnya. Heswa berjalan ke arah Tia dan Selvi yang sedang memilih milih buku.

"Udah dapet yang dibutuhin?" Kedua teman Heswa menggelengkan kepalanya secara bersamaan.

"Ya udah, yuk kita cari kertasnya dulu" Selvi menarik kedua tangan sahabatnya.

"Habis ini kita ke sebelah ya, cari makan. Aku lapar." Heswa mengusap perutnya yang ramping.

"Iya.." Jawab dua sahabatnya bersamaan. Toko buku terlengkap memang bersebelahan dengan pusat perbelanjaan

.

Selesai membeli kebutuhan magang, mereka bergegas pergi menuju Pusat perbelanjaan. Heswa memilih restoran cepat saji (McD). Mereka duduk bertiga sembari menngosip tentang kehidupan Heswa setelah menikah. Tak terasa waktu sudah hampir sore. Heswa segera menghubungi pak Lukman dan memintanya segera menjemput.

"Mbak Heswa!" Pak Lukman memanggil Heswa dari dalam mobil.

"Aku pulang dulu ya, takut mas Jati ngomel!" Heswa berlari menuju mobil.

Pak Lukman segera melajukan mobilnya pulang ke rumah. Sementara asik dengan ponselnya dan sesekali menatap ke arah luar kaca.

"Mbak, maaf boleh tanya?" Pak Lukman membuka percakapan.

"Iya pak. Kenapa serius banget pak?" Tanya Heswa heran.

"Anu..apa mbak Heswa pernah mengalami masa lalu yang tidak enak? Kok sampai mbak Heswa takut bersentuhan dengan laki laki" Pak Lukman sudah lama ingin bertanya namun ragu ragu.

Heswa menghembuskan napas kasar dan mematung menghadap ke pemandangan di lauar mobilnya.

avataravatar
Next chapter