9 Lab Bahasa: Persiapan

Fiana berlari dikoridor sekolah sambil memeluk mini bag nya dengan perasaan cemas. Hari ini entah mengapa, ia malah bangun terlambat yang membuatnya kelabakan dan harap cemas tidak terlambat menuju kelas.

Sesampainya di Lab Bahasa. Ia menghela nafas dengan lega melihat teman-temannya masih mempersiapkan diri.

"Hendri, Deno, Reyhan sama Rivan mana? mau gue make up."Tanya Fiana setelah menaruh mini bag nya diatas meja yang memang khusus untuk make up wajah.

"Masih dikamar mandi, katanya mau persiapin mental dulu."Jawab Leon dengan datar sambil berlalu dan membawa kardus dikedua tangannya.

Fiana mengangguk paham dan segera menata peralatan make up nya—ralat, peralatan make up yang dibeli oleh Jihan 2 hari lalu dan diberikan kepadanya untuk tugas make up para pemain.

Fiana mana punya uang untuk membeli make up, untuk membayar sekolah saja sering terlambat dan tak mungkin dia menghamburkan uangnya begitu saja. Tapi beruntung Jihan itu anak orang kaya, jadi masalah make up terselesaikan.

Lalu soal properti seperti yang lainnya, yang keluarin uang ya yang punya tugas properti, toh semua anak nakalnya sekolah itu anak orang kaya, jadi ya gitu deh.

Soal pakaian untuk drama nanti sudah pasti tugas seorang Kostum yang membiayainya. Sang pemeran hanya akan memerankan saja, tak perlu repot-repot memikirkan kostum apa yang akan mereka pakai.

Hendri sudah kembali terlebih dahulu dari toilet. Wajahnya terlihat muram dan tak bersemangat sekali membuat Fiana gemas ingin menjambak rambutnya.

"Duduk sini Hen, mau gue make up dulu wajah lo."Perintah Fiana dengan lembut yang segera diangguki pasrah oleh Hendri.

"Sepatu kaca nya udah dapet Yan?"Tanya Alvin setelah terduduk disamping Ilyan, pemuda itu tengah menata beberapa kostum yang mereka bawa.

"Udah, sepatunya harus dipahat dulu sih, beruntung gue persennya setelah acara undian itu, makanya langsung dibuat sepatunya dengan ukuran kaki Hendri."Jelas Ilyan sambil menepuk pundaknya yang terasa pegal.

"Itu lo sewa?"Tanya Alvin kembali dengan kening berkerut. "Gue beli lah anjay sekalian, toh semua kostum disini kita beli kagak kita sewa."Balas Ilyan dengan enteng membuat Alvin mengangguk paham.

"Heh, ada yang tau Kanjeng Pangeran gak?"Tanya William sambil mendekat kearah Alvin dan Ilyan yang tengah menikmati istirahat sejenak.

"Lagi keluar sama Adipati tadi, sampai sekarang juga belum balik-balik, kek nya Kanjeng Pangeran lagi kuatin mental baja nya."Jawab Ilyan sambil mengendikkan bahu acuh.

"Gue kasian liat Cinderhendri kita lagi disiksa sama Bunda Peri."Kata William sambil mengalihkan perhatiannya kearah Fiana yang tengah memaksa Hendri untuk menurut kepadanya.

"DIAM HEN! JANGAN GERAK!"

"FIANA ITU NANTI MATA GUE LO COLOK!"

"MAKANYA DIEM!!"

"WOI INI MATA GUE KOK JADI LENGKET GINI SIH!?!?"

"JANGAN BACOD HENDRI!"

"JANGAN MENOR-MENOR KALAU MAKE UP!"

"BACOD BANGET MONYET BERKUTIL!"

"Wah, siapa tuh yang ajarin Fiana ngumpat kek gitu? Jihan tau abis nih."Timpal William sembari menggeleng kecil. "Fiana sudah ternodai oleh bahasa tak senonoh kita rupanya."Balas Alvin dengan pandangan memprihatinkan.

Deno, Reyhan dan Rivan memasuki kelas secara bersamaan dan kompak ternganga lebar melihat adu bacod yang terjadi antara Cinderhendri dan Bunda Peri mereka.

"Itu make up doang kapan selesainya?"Tanya Rivan yang tiba-tiba mendekat kearah Ilyan. "2 abad lagi mungkin."Balasnya dengan acuh.

Setelah menyelesaikan perang antara Cinderhendri dan Bunda Peri. Akhirnya sekarang Cinderhendri sudah berdiri sambil menunduk dihadapan William, Alvin, Ilyan, Reyhan dan Rivan yang menatapnya dengan mulut ternganga.

Oh dimana Deno? dia sedang di make up oleh Bunda Peri yang bagusnya dia diam dan tak banyak protes seperti Cinderhendri yang menguras tenaga.

"Sumpah, tolong rukyah gue, INI HENDRI CANTIK AMAT APA MATA GUE UDAH BURAM!?!?"Teriak Alvin gak nyelow sambil menutup kedua matanya dengan telapak tangan.

"HENDRI!? LO BENERAN HENDRI KAN!? INI TANGAN FIANA TERBUAT DARI APA SIH KOK BISA SIHIR HENDRI JADI SECANTIK INI WOI!!"Teriak Ilyan kelabakan sambil memukul tembok yang berada disampingnya.

"Salah satu nilai plus nya adalah, Hendri pendek."Kata Reyhan dengan senyum lesunya. "GUE GAK PENDEK! TAPI KURANG PERTUMBUHAN!"Balas Hendri dengan suara berat membuat William bergidik jijik menatapnya.

"Wajah cantik, tubuh pendek tapi suara cowok, serasa liat banci di lampu merah ijo gue."Cibir William pedas membuat Hendri langsung maju mencekiknya.

"UDAH ANJIRRR! LO HARUS BELAJAR BERSIKAP FEMINIM!! JANGAN GANAS KEK COWOK GEBLE!"Relai Rivan yang langsung menarik Hendri menjauh dari William.

"HENDRI! JANGAN BANYAK GERAK LO! NANTI TU WIG BISA LEPAS WOI!!"Teriak Fiana dengan galak membuat Hendri langsung menciut dan bersembunyi dibalik punggung Rivan sebagai pelindung.

"Udah-udah jangan berantem, mending lu fokus aja make up Deno tuh."Kata Ilyan yang mencoba meredakan amarah Fiana yang sudah dalam mode macan.

"Gue pergi aja dulu deh, mau beli minum, gerah gue dikelas kek gini jadinya."Gerutu Hendri yang langsung berbalik keluar kelas.

Baru saja sampai diambang pintu, langkahnya harus terhenti saat Jihan dan Indra yang hampir saja terjengkang kebelakang karena melihatnya. Secara refleks Hendri langsung menunduk dengan perasaan cemas.

"HALAH VANGKE NI DUO BOCAH DURJANA NGAPAIN HALANGIN PINTU SEH!?"Batin Hendri dengan cemas merasa terintimidasi oleh aura Jihan dan Indra.

"Lo siapa?"Tanya Jihan dengan kalem. Ya sebenarnya Jihan bakal kalem kalau baru saja bertemu sama cewek yang enggak dia kenal, kecuali sama cowok, kenal gak kenal Jihan bakal tetep seperti logat aslinya, kalau nanya ketus. Gak tau aja dia yang baru saja dikalemin siapa.

Hendri hanya menggerakkan matanya dengan cemas, harap-harap dua makhluk yang memiliki riwayat sayton ini segera menghindar dari hadapannya. Tapi sepertinya tak semudah yang ia kira.

"Lo ada masalah? atau nyasar? gue gak pernah lihat lo tuh,"Lanjut Jihan dengan kening berkerut. "Lo gak papa kan?"Sekarang gantian Indra yang maju bertanya.

Hendri sudah sangat ingin meninju dua orang lelaki yang sudah memakai kostum lengkapnya ini dengan keras. Apalagi dimatanya tatapan Jihan dan Indra yang seperti om pedo—dimatanya bukan dimata orang lain.

"Hei!"Panggil Jihan membuat Hendri tersentak kaget. "Lo jangan takut, gue gak lukain kok, mau gue antar ke kelas lo gak?"Lanjut Jihan dengan senyum lembutnya.

"SUMPAH, GUE KELIATAN KAYAK BENERAN BELOK NYET!"Maki Hendri didalam hati yang sudah bete habis-habisan.

"HOE BEGO! INI GUE ANJIRRR HENDRI MARQUEL AGGRHHHHHH SIALAN!!"Teriak Hendri dengan suara nge-bass yang  membuat Jihan dan Indra kompak menganga dengan lebar.

"Wah Hendri, aura lo kuat banget ya sampai buat Jihan kalem gitu."Celetuk Rivan tanpa dosa sambil menunjukkan cengiran bodohnya.

"NAJISSS NGAPAIN TADI GUE!?!? OH SHIT LO HENDRI!!"Teriak Jihan bak orang kesetanan yang langsung di evakuasi oleh Indra menuju taman belakang sekolah untuk menenangkan mentalnya yang baru saja tergoyahkan.

"HUWAAA RIVAN!! GUE LIAT JIHAN SAMA INDRA UDAH KAYAK DILIATIN OM PEDO!!"Adu Hendri sambil merengek dan menarik lengan Rivan dengan kasar.

"HOE ANJERRR!! BERHENTI BEGO!!"Balas Rivan sambil meninju pergelangan tangan Hendri dengan keras membuat sang empu meringis kecil.

"Udah sana lo jadi beli air mineral gak sih anjay!?"Ketus Rivan yang sambil mengusap pergelangan tangannya yang terasa panas akibat tarikan kuat dari Hendri.

"Beliin dong Van! gue mau ganti kostum nih."Jawab Hendri dengan senyum polosnya.

"PINTER AMAT LO KUTU BUAYA!!"Umpat Rivan sambil menendang bokong Hendri tanpa ampun. Pemuda bermata sipit itu segera berbalik dan berlari keluar kelas sebelum Rivan semakin menjadi ganas.

"Heh anjirrr ngapain lo berdiri didepan pintu kek satpol PP!? cepetan woi!"Ketus Alvin sambil menggeret Rivan agar segera masuk kembali kedalam kelas.

|•|•|•|

"Baiklah kita sudah siap sekarang, kita perlu menunggu berapa lama lagi?"Tanya Fiana kearah Ziano yang tengah mengutak-atik ponselnya. "Kurang 30 menit lagi, ayo kita langsung menuju belakang panggung untuk menyiapkan semuanya."Pimpin Ziano yang berjalan duluan menuju belakang panggung diikuti yang lain dari belakang.

"Katanya Deno jadi Lady Tremaine, kok wajahnya lebih mirip Mamah Muda sih?"Celetuk Juna tanpa dosa yang langsung mendapat tabokan maut dari Deno.

"Bacot amat lo anak cicak!"Geram Deno sambil berusaha mencekik Juna yang sialnya lebih cepat menghindar. "Dari pada Deno yang kelihatan kek Mamah Muda, liat noh Double R, sumpah ini tangannya Fiana ada sihir apaan euyyy?"Tanya Treno sambil mengedip tak percaya menatap Reyhan dan Rivan yang terlihat ya cukup cantik.

"Cantikan Ibu Peri nya lah bego!"Elak Jihan sambil membuang muka dengan kesal. Dia masih mengingat bagaimana caranya bertanya dengan Hendri tadi yang kedengaran kalem. Jadi jijik sendiri kan dia mengingatnya.

"Iya anjirr, kan seharusnya yang cantik itu Cinderella nya, lah ini malah Ibu Perinya."Timpal Ken sambil terkekeh kecil. "Udahlah, jangan bilang gitu."Elak Fiana dengan wajah yang memerah sempurna.

"Leon, lo udah siap kan jadi seorang narator?"Tanya Fiana dengan cemas. Leon mengangguk, "Walaupun lo bilangnya mendadak sih, tapi untungnya gue udah latihan dari kemarin-kemarin."Jawabannya dengan datar.

"Ya maaf, gue lupa soal itu."Balas Fiana sambil menunjukkan jari peace nya dan tersenyum lebar.

"YAUDAH, FIGHTING YA KALIAN!! TERUTAMA JIHAN YANG HARUS SIAP MENTAL!!"Semangat Juna yang langsung mendapat tendangan maut dari kaki Jihan.

"DRAMA TERKUTUK!"

avataravatar
Next chapter