6 Lab Bahasa: Kanjeng Jihan

Ken mengusap wajahnya dengan kasar mendengar cerita dari Fiana barusan. Ini Fiana terlalu polos apa bodoh sih? pinter-pinter kok begonya ngalahin Juna yang notabenenya paling goblok!?

Leon yang duduk bersebelahan dengan Ken hanya bisa memijat pelipisnya pelan. Keningnya tiba-tiba berdenyut pusing mendengar penuturan Fiana yang membuatnya ingin membuangnya kedalam lautan di samudera.

"Gue gak tau mau komentar gimana lagi,"Pasrah Ken sembari menghela nafas dengan berat. "Fiana, lo gemes banget tau gak,"Celetuk Leon tiba-tiba.

Fiana mengangkat wajahnya dan sedikit mengembangkan senyum dipuji seperti itu. "Gemes pengen gue buang ke laut."Lanjut Leon tanpa dosa yang membuat Fiana mencibir pelan.

"Ya maaf, kan gue gak bisa cari alasan yang tepat."Jelas Fiana sambil menundukkan kepalanya kembali.

"Lain kali lo harus ajarin Fiana les privat deh Ken, kalau enggak, lama-lama yang lain bakal kena stroke dadakan."Kata Leon dengan sengit sembari menatap Ken yang hanya mengangguk lemah.

"Sekarang Jihan udah dalam mode—dingin yang artinya ngambek, tersinggung dikit pasti langsung keluarin senjata keramatnya."Kata Leon dengan lelah sembari bergidik membayangkan senjata keramat milik Jihan.

Fiana mengernyit dan menatap heran kearah Leon. "Senjata keramatnya Jihan emang apa?"Tanyanya sambil meneleng dan mengerjab polos.

Leon dan Ken kompak saling mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat untuk dapat menatap Fiana. "Senjata keramat Jihan. Celengan!"

Fiana langsung terjengkang kedepan mendengarnya. "Anjirrr celengan buat apaan?"Tanyanya dengan heran. "Buat malakin anak kelas, Jihan kan Valakpremanloper."Jawab Leon dengan enteng.

"Enggak tau lah, gue ngikut alur aja."Pasrah Fiana sambil mengangkat tangannya—menyerahkan diri.

"Yaudah deh, kita diemin Jihan aja, daripada kita hibur dia yang ada uang kita dalam bahaya."

|•|•|•|

"Gimana?"Tanya Arfan setengah berbisik disamping Alvin yang hanya menatap Jihan dari jauh dengan ngeri. "Enggak tau gue, Leon, Ken sama Fiana belum balik."Jawabnya sambil menggeleng pelan.

"Wah gawat ini, bisa bahaya kalau Kanjeng Jihan mode on."Timpal Treno sembari bergidik ngeri. "Udah mode on kali."Balas Geon dengan jengah.

"Kalian mau hibur Jihan?"Tanya Ilyan dengan hati-hati. "Salah satu cara cepat untuk mati!"Ketus Juna dengan kesal.

"Lihat wajah Jihan udah bikin gue merinding anjay, padahal jarak kita sama Jihan ada 5 meter lebih lah, tapi kok hawanya masih horor banget sih?"Dengus Ziano sambil merinding dan menatap horor kearah Jihan.

"Aura Jihan kalau udah dalam mode Kanjeng sampai 1 kilo masih bakal kena efeknya,"Jelas Hendri sambil menghela pelan. "Sayangnya Jihan gak ada pawang sih yang bisa nekan amarahnya, kalau ada mah udah gue geret kesini."Lanjutnya dengan kesal.

"Lah? kan pawang Jihan elu Hen! gimana sih!"Balas Rivan dengan kesal yang langsung mendapat tabokan sayang dari Hendri.

"Bego banget sih! pawang yang sebenarnya bego! bukan gue!"Balas Hendri dengan ketus.

"Fiana kan bisa?"Celetuk William membuat semua orang menatapnya aneh. "Eh tapi bisa juga sih,"Timpal Deno sambil mengangguk setuju.

"Kan gak mungkin Jihan marah sama Fiana?"Kata Geon dengan ragu. "Coba deh nanti tanya sama Leon atau Ken."Balas Indra sembari mendengus kesal.

"Kalian ngapain ngintip dibalik pintu gini?"

"EH SETAN!"

"MAMPUS AJA!"

"ELALALA POOO!"

PLAKKK

"Gak usah latahan!"Ketus Leon dengan dingin membuat semua orang mengangguk patuh.

"Jadi gimana?"Tanya William mewakilkan pertanyaan yang lain. "Kita diemin aja lah dulu, daripada dihibur yang ada senjata keramat dia muncul kan bisa berabe."Jelas Ken sembari menghela pelan.

"Iyaudah gue diem aja, gue masih sayang sama duit."Balas Treno dengan cepat. "Fiana bisa gak kalau suruh nahan amarah Jihan?"Tanya Hendri tiba-tiba.

"Ha? gue? mana bisa, kan gue juga baru berbaur sama kalian,"Tolak Fiana sambil menggeleng pelan. "Ayolah Fin, plisss Jihan gak bakalan lukain lo kok, percaya deh, kalau dia sampai lakuin itu kami semua bakal maju."Lanjut Hendri yang membuat Fiana semakin tak menyakini ucapannya.

"Coba aja dulu deh, daripada Jihan mode Kanjeng gitu."Dukung Leon dengan datar membuat Fiana akhirnya pasrah dan segera memasuki kelas.

Fiana berjalan dengan pelan, dapat dirasakan hawa dingin disekitarnya begitu menguar dan menyesakkan. Mungkin ini adalah efek dari Kanjeng Jihan.

Fiana menghela nafas dengan pelan dan menelan salivanya kasar. Ia segera duduk di bangku kosong tepat didepan bangku Jihan dengan pelan.

Tangannya saling mengatup disaat rasa gugup mulai menyerang. Mata Fiana bergerak cemas saat Jihan malah menatapnya dengan tajam.

"M-maafin yang l-lain ya Han,"Kata Fiana dengan sendu. "Y-yang lain p-pasti juga mau ajak lo kok, h-hanya saja lo harus k-ketemu sama Pak Bay, j-jadinya gitu deh, please jangan m-marah."Lanjutnya dengan sedih.

Jihan menghela nafas berat dan menatap lembut kearah Fiana. Tangannya terulur dan mengusap rambut Fiana pelan. "Lo gak salah, mereka yang salah, lo gak perlu kek gini."

Fiana menegak, kedua matanya mulai berbinar antusias. "Jihan gak marah sama gue kan?"Tanyanya memastikan. "Iya, gue gak bakal bisa marah sama lo."Balas Jihan sembari mencubit pipi gembul Fiana.

"Akhirnya!"Pekik Fiana dengan riang membuat Jihan diam-diam tersenyum tipis melihatnya.

Leon dan Ken kompak menghela nafas dengan lega. Ternyata Fiana ampuh juga buat meluluhkan hati baja Jihan semudah itu.

Tanpa menunggu waktu, Leon dan Ken segera berjalan memasuki kelas memimpin yang lain.

"Ngapain-kalian?"Tanya Jihan dengan dingin membuat Leon dan Ken kompak berhenti diambang pintu.

Jihan menyeringai dan segera membuka tas nya—mengambil senjata keramat yang sudah sangat lama tidak ia keluarkan.

"MAMPOSSSSSSS!!"Batin anak-anak yang lain saat melihat Jihan mengambil celengan ayam dari dalam tas nya.

"Mau masuk kelas masukin dulu uang kalian kedalam kekasihku ini."Tegas Jihan sambil menyodorkan celengan berbentuk ayam didepan Leon terlebih dahulu.

Leon meneguk ludah dan mengambil semua uangnya yang berada di dalam dompet, segera ia memasukkan uangnya—dengan sangat tidak relanya sambil menutup mata rapat-rapat.

Jihan menyeringai puas dan segera bergantian memandang Ken yang sudah tersenyum kaku kearahnya. Dengan pasrah Ken juga melakukan hal yang sama.

Yah mungkin ini adalah sebuah pelajaran bagi mereka, lain kali mereka tidak akan meninggalkan Jihan dan langsung mengajaknya membolos. Dari pada mereka harus berkorban antara hidup dan mati—menyerahkan uang.

"Fin nanti gue traktir yah di kantin."Kata Jihan sambil berbalik dan menatap puas kearah Fiana. "Yeyy traktiran!"Balas Fiana dengan girang sembari melompat kecil mendekati Jihan.

"HALAH VANGKE PUNYA TEMEN!"

|•|•|•|

Hari ini adalah hari Jihan. Dimana mode Kanjengnya turn on membuatnya semakin berkuasa dikelas.

Tak ada yang berani menegur atau berkomentar, apapun yang Jihan lakukan mereka semua hanya bisa diam dan pasrah.

Memandang Jihan saja mereka sudah merinding sendiri. Dan benar, Jihan akan menghajar mereka semua bila membuat suasananya hatinya semakin memburuk.

Tak ada yang diberi ampun. Bahkan Trio Ampas sudah saling mengibarkan bendera putih dengan wajah memelas.

Kanjeng Jihan adalah petaka bagi anak nakalnya sekolahan. Dia tidak akan segan-segan menghajar atau memalak semua uang teman-temannya.

Seperti kata Leon.

Kanjeng Jihan adalah Valakpremanloper.

Sedangkan Jihan adalah anak yang suka menabung:)

Kalau kata anak-anak yang lain Jihan itu seperti memiliki kepribadian ganda.

Padahal ya enggak. Itu asli kepribadian Jihan dari lahir.

Mau dirubah seperti apapun akan tetap sama.

Jihan paling gak suka ditinggal atau dibohongi. Karena itu dapat memicu sifat Kanjengnya bergejolak menguasai hati dan pikiran yang baik hati—katanya sendiri.

Dari awal Jihan udah sadis, kejam sama teman-temannya, tapi perhatian, baik-hati, suka membantu dan paling hobi menendang teman-temannya sampai menggelinding gak karuan.

Ya seperti itulah cara Jihan Aarav Caldwell menunjukkan rasa sayangnya.

Dengan tendangan maut andalannya yang tak ada duanya.

Dari pada itu semua, satu fakta yang paling sering teman-temannya tak percaya.

Kadang kala Jihan bisa menahan amarahnya karena celetukan bodoh Hendri.

avataravatar
Next chapter