webnovel

2

Bagian Dua

Mendapatkan mu

Shevana merasa risih dengan tatapan para karyawan yang terang-terangan memandangnya. Ini semua karna tingkah pria brengsek itu yang sesuka hati mencuri kecupan di pipi kirinya sebelum berlalu ke ruang Direktur.

Mereka yang menyaksikan itu mulai menerka dan bergosip tentang adanya hubungan tersembunyi antara Shevana dengan sang direktur.

Hmm.. Pantas saja Shevana tidak begitu tertarik dengan pria yang selama ini mendekatinya. Ternyata karena Shevana sudah memiliki pria hebat di sampingnya'. pikir mereka.

Shevana menghela napas kemudian berbalik berlalu menuju kubikelnya. Dia tidak memedulikan tanggapan serta presepsi orang-orang terhadapnya. Shevana sudah teramat pusing memikirkan bagaimana kelanjutan kedamaian selama dirinya menghabiskan sisa kontrak kerjanya.

'Haish.. Menyebalkan! ini semua karena pria sinting itu!! Dan sialnya.. mengapa harus dia yang menjadi Bosku!' gerutu Shevana dalam hati.

Langkahnya terhenti ketika seseorang menarik tangannya. "Masih tidak ada yang ingin kau ceritakan padaku, Sheva? Atau kau sudah tidak lagi menganggapku, huh?!" ucap Flora meminta penjelasan.

"Jangan sekarang, Flo. Berikan aku waktu untuk istirahat sebentar, okay? Aku sangat lelah kau tahu." jawab Shevana memohon.

Flora menatap Shevana lekat, lalu membuang napas. "Baiklah.. Aku akan memberimu waktu. Tapi, setelah itu pastikan kau menceritakan semuanya, Sheva. Aku menunggumu." balas Flora menyerah melihat raut kelelahan di wajah sahabatnya itu. Shevana hanya mengangguk, kemudian berlalu.

Shevana menelungkup kan wajah pada lipatan tangannya. Rasa kantuknya tadi berubah menjadi kebingungan. Dia tidak bisa berpikir jernih. Dia benar-benar membutuhkan istirahat.

"Sheva.. Kau di panggil Sir. Arnold keruangannya."

Shevana yang baru hendak memejamkan matanya mengangkat wajah mendengar suara Samantha.

"Aku? Ada apa memangnya?"

Samantha mengendikkan bahu, "Entah .. mungkin tentang proyek desain promo bulan depan, itu kau yang menangani, bukan?"

Shevana mengangguk, "Ah.. iya, itu aku. Baiklah, terima kasih, Samantha."

Samantha mengganguk kemudian kembali ke mejanya.

Setelahnya Shevana mulai menelisir dokumen di mejanya, mencari berkas-berkas yang sudah dia kerjakan sebelumnya. Ketika sudah mendapat berkas yang dia cari, Shevana menepuk kedua pipinya agar tidak terlalu terlihat lesu sebelum beranjak menuju ruang manager.

Flora yang melihat Shevana menenteng dokumen bertanya, "kau mau kemana, Sheva?"

"Sir. Arnold memanggilku, Mungkin ingin membahas desain promo bulan depan. Sudah, ya, aku pergi dulu."

Flora mengangguk paham. "Jangan ceroboh, Sheva. " ucap Flora mengingatkan.

Shevana hanya terkekeh pelan sembari mengacungkan ibu jarinya.

Tidak membutuhkan waktu lama Shevana sampai ditempat. Shevana kemudian langsung di sambut sekertaris managernya, dan mengatakan bahwa managernya sudah menunggunya di dalam. Shevana mengucapkan terima kasih sebelum mengetuk pintu, setelah mendapat jawaban dia lalu membukanya.

"Anda memanggil saya, Sir?"

Arnold mengangguk singkat, "Silakan duduk, Sheva." ucap Arnold mempersilakan.

Shevana melirik tidak suka melihat seseorang yang duduk di sofa sudut ruangan sembari menopang kaki dengan seringaian yang tercetak jelas di wajah tampan itu. Shevana memutar bola mata jengah.

Dia lagi. Sepertinya aku harus membiasakan diri melihat nya mulai sekarang. ucap batinnya.

"Begini, Sheva. Mengenai proyek desain yang kau kerjakan saya sudah membaca dan menelitinya. Dan saya suka dengan pekerjaanmu."

Shevana merasakan keganjalan ucapan Dino.

"Terimakasih, Sir. Padahal, saya belum memberikan salinan mengenai data terkait. Ini.. " Shevana menyerahkan dokumen yang dia bawa lalu di terima Arnold dengan senyuman.

"Saya juga berterima kasih atas kerja kerasmu selama ini, Sheva. Oleh sebab itu juga, Pak Direktur ingin menaikkan posisimu."

"Sorry, Sir?"

"Beliau meminta kau untuk di pindah tugaskan ke perusahaan pusat. Dan beliau ingin kau menjadi sekretarisnya disana." ucap Arnold menjelaskan.

Shevana membolakan mata terkejut. "Maksud anda, saya akan pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris Direktur, begitu?"

"Ya, seperti itu, Sheva. Saya yakin kau mampu. Mulai besok kau sudah bisa bekerja disana. Jadi sekarang kau bisa mengemasi barang-barang mu."

"Tapi.. mengapa harus saya, Sir? Saya tidak memiliki keahlian dalam pekerjaan sekretaris, Sir." balas Shevana berusaha menolak.

Leon yang mendengar itu menyahut. "Aku sendiri yang akan membimbingmu, jangan khawatirkan itu, Nona."

Shevana mendelik sebal mendengar ungkapan sok baik hatinya pria arogan itu.

"Tetap saya tidak ada kemampuan untuk itu, Sir." jawab Shevana tetap pada pendirianya.

Arnold yang tidak mengerti situasi antara Shevana dengan sang direktur tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya menjalani perintah, dengan berusaha menjelaskan peraturan kantor.

"Begini, Sheva, untuk kali ini kami dari perusahaan cabang tidak memiliki hak untuk tetap menahanmu disini setelah apa yang pemimpin katakan, maka dari itu ketetapan kau untuk pindah adalah final. Jadi maaf, dan Saya sangat berterima kasih atas kerja kerasmu selama ini." ucapnya final.

Shevana hanya bisa tertunduk lemas, menghembuskan napas berat sebelum akhirnya menganggukan kepala seakan mengerti. "Baiklah, Sir. Saya tidak ada kuasa untuk menolak itu. Saya juga berterima kasih untuk bimbingannya selama saya disini." jawab Shevana pasrah.

Leon yang melihat itu semakin melebarkan seringaiannya.

I got you, Dear.

Shevana melemparkan tatapan tajam ketika melihat seringaian yang terpantri di wajah Leon. Dia tidak bisa berbuat banyak, setidaknya sebelum kontrak kerjanya selesai. Shevana menghela napas panjang kemudian beranjak keluar.

Shevana terlihat menggerutu. Dia sangat kesal dengan keputusan seenaknya bajingan itu hingga tidak sadar Leon mengikutinya ketika dia berjalan keluar.

"Apa begini reaksimu mendengar kau naik jabatan?"

Seketika Shevana menoleh ke belakang dan menemukan Leon tidak jauh darinya.

"Memangnya apa yang kau harapkan saat tahu aku harus menjadi sekertaris mu?" ketusnya.

Menyeringai, Leon berkata." Memberiku satu ciuman sepertinya akan terdengar lebih bagus."

"Dalam mimpimu, Devil!" jawab Shevana menghentakan kaki-berjalan cepat meninggalkan Leon yang terkekeh pelan di belakang sana.

"Ana.."

"Pergi sana!"

Shevana mencebik lalu bergerak cepat menuju kubikelnya.

Flora yang melihat perubahan wajah Shevana mengernyitkan dahi kemudian menghampirinya. "Ada apa denganmu, Sheva?"

Shevana mendesah panjang, "Aku merasa seperti kehilangan jiwaku, Flo." jawab Shevana lesu.

"Bicara yang benar. Apa maksudmu?"

"Ah .. Aku ingin mencekiknya!" Shevana meracau tidak jelas.

"Hey! Sadarlah, bodoh! Katakan ada apa?" tanya Flora mencubit pelan pipi Shevana.

"Ah! Sakit Flo .." rengek Shevana memanyunkan bibir.

"Maka dari itu bicaralah yang benar! Kau membuatku penasaran saja!"

Shevana menghela nafas lelah. "Mulai besok aku sudah tidak bekerja disini, Flo."

Flora mendelik, nampak terkejut. "Apa kau dipecat? Tapi kenapa? bukankah kau mengerjakan pekerjaanmu dengan benar?" tanya Flora mencercanya.

"Bukan, Flo. Dengarkan aku dulu, Okay? jangan memotong ataupun berteriak, mengerti?!"

Flora mengangguk paham.

"Begini .. Pertama, aku tidak dipecat. Kedua, Aku tidak bekerja disini lagi besok, melainkan di pindah tugaskan ke perusahaan pusat .. "

Shevana mengangkat satu tangan tanda berhenti. Flora yang hendak mengajukan pertanyaan kembali bungkam saat melihat gelengan kepala Shevana.

"Dan yang lebih parahnya, di sana aku akan bekerja menjadi sekertaris pria arogan itu. Ugh.. Flo, aku tidak mau. Lalu aku harus bagaimana?" jelas Shevana panjang lebar.

"Tunggu.. Siapa yang kau maksud dari 'pria arogan' itu?"

Shevana mendengkus, "Siapa lagi kalau bukan direkturmu?"

"Mr. Leonel Stevano?"

"Kau sudah mengatakan jawabannya, Flo."

Flora menatap Shevana lekat, "Sheva, Kau tidak di pecat, melainkan kau di angkat menjadi sekertaris direktur mulai besok. Begitu maksudmu?"

Shevana mengangguk lemas.

"Ya, Seperti itu. Jadi aku harus bagaimana?" jawab Shevana dengan nada merengek.

"Kau itu yang bagaimana! Bukankah seharusnya kau senang? dan lagi, ini sebuah kesempatan bagimu, Sheva. Bekerjalah dengan benar disana, jangan ceroboh, dan mulai kurangi sikap keras kepalamu itu. Okay?" Petuah Flora menasehati.

Shevana menggeleng lemah, "Kau tidak mengerti, Flo .."

"Apa yang tidak aku mengerti? Aku tahu kau punya sedikit urusan pribadi dengan direktur kita, tapi, ini bukan tentang privasi, Sheva. Kau harus profesional. Aku tahu kau pasti mampu. Jangan kecewakan aku, mengerti?"

"Ta__"

Ucapan Shevana terhenti ketika Flora mengusap sisi kepalanya lembut.

"Jangan mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi, Sheva. Kau tidak akan pernah tahu kejutan apa yang sedang menantimu jika kau tidak mencobanya. Kau harus percaya bahwa Tuhan selalu memiliki rencana indah untuk umatnya. Kau hanya perlu berusaha semampumu, untuk urusan lain itu sudah bukan kuasamu."

Shevana balas menatap Flora lekat-lekat. Tatapan itu.. Shevana tidak pernah bisa mengelak dari segala petuah Flora. Shevana cukup tahu Flora selalu membimbingnya dalam hal benar dan selalu menyemangatinya.

Tetapi..

"Baiklah, aku akan mencoba semampuku. Oleh karena itu bantu aku, okay? Aku tidak akan mengecewakanmu." jawab Shevana memaksakan senyum.

Setidaknya, Shevana sudah mencobanya.

Flora balas tersenyum. "Good girl. Jadi apa yang bisa ku bantu? Katakan saja."

"Bantu aku membereskan barang-barangku. Aku hanya akan membawa beberapa dokumen penting, sisanya, kau bisa berikan kepada penggantiku nanti."

"Baiklah .. Ayo cepat kerjakan agar kita bisa merayakan kenaikan jabatanmu." seru Flora semangat.

Shevana menatap Flora cukup lama, saling bertukar senyum sebelum akhirnya tertawa bersama.

Ah, Shevana akan merindukan sosok seperti Flora nantinya.

Di saat mereka tengah berjalan untuk pulang. Shevana melirik Flora melalui ekor matanya, dia terlihat ingin menceritakan kejadian sebenarnya antara dia dengan Leon sang direktur. Namun, Shevana cukup bimbang. Dia bingung harus memulai dari mana.

"Katakan, Sheva. Apa ada sesuatu yang menganggumu? Aku berjanji tidak akan menceritakan pada orang lain. Kau bisa memegang ucapanku." ucap Flora jengah melihat Shevana yang sedari tadi mencuri pandang ke arahnya.

"Aku tahu."

Shevana terdiam cukup lama.

"Jangan memaksa dirimu. Aku bisa menunggumu siap." Flora mengulas senyum simpul kemudian mengajak Shevana kembali berjalan pulang.

"Leonel Stevano.." ucapan Shevana membuat langkah Flora terhenti. "Dia pria yang mengambil ciuman pertamaku. Entah aku yang ceroboh atau memang dia yang brengsek, intinya aku sangat membencinya. Ketika melihatnya, memory kejadian ketika dia menciumku terlintas jelas dalam ingatan."

Flora nampak terkejut, "Ya, lord! Bagaimana bisa? Mengapa kau tidak memberitahuku?!"

"Bukan aku tidak ingin memberitahumu, hanya saja, kejadian itu juga baru terjadi kemarin dan aku belum sempat bercerita."

"Apa mungkin Dia menyukaimu?"

"Aku rasa tidak mungkin, Flo. Bahkan, kita baru bertemu kemarin karena kecerobohanku yang menabraknya dari belakang. Dia menyukaiku itu sungguh suatu hal mustahil."

"Apanya yang mustahil? Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan, Sheva."

Shevana menarik napas dalam, "Ah, sudahlah. Aku tidak mau membahas pria brengsek itu."

"Apa itu yang membuatmu tidak bisa tidur semalam?"

"Aku ingin berkata tidak. Namun, sayangnya, iya."

Flora menghembuskan napas penjang, "Aku tahu kau tidak suka padanya, bahkan, mungkin saat ini kau membencinya. Tapi kau harus tetap profesional, Sheva. Dalam pekerjaan kau harus bisa mengontrol diri. Jangan buat hal itu menghalangi karirmu. Dan lebih berhati-hatilah saat bersamanya. Mengerti?"

Shevana mengangguk lemah kemudian merentangkan kedua tangan memeluk Flora yang turut melakukan hal sama. "Akan ku usahakan. Terimakasih, Flo. Kau memang yang paling mengerti diriku."

"Karena aku sahabatmu, bukan begitu?"

Shevana mengulas senyum, "Tentu. Kau memang yang terbaik."

Next chapter