Lanjutan Cerita setelah Ch. sebuah entitas.
....
(ch. 'Sebuah Entitas')
Di belakang Marie adalah sebuah Jendela yang langsung mengarah keluar. Marie berniat untuk meloncat ke arah jendela dan mati bersama entitas itu. Dia berbalik badan dan bersiap meloncat.
"Tidak, tidak, Marie..? Marie.. Marie!" Kata Pak Sumi dengan ketidakkonsistenan dirinya. Dia ingin membunuh Marie dengan pistolnya namun sangat terpukul jika anak itu mati.
Kemudian anak kecil itu melompat.
--------------------------------------------------------------------------------------------
"Marie!" Kata Bu Rati dan Pak Sumi bersamaan.
*dug! Bruk!
Saat itu posisi jendela tengah tertutup karena malam hari, dan tubuh seringkih (1) Marie tidak cukup kuat untuk memecahkan jendela itu. Alhasil, dia terbentur kaca dan jatuh tepat ke Sofa empuk di bawahnya. Meskipun Sofanya empuk, tetap saja kaca adalah sesuatu yang keras. Marie pingsan.
Pak Sumi yang melihat hal itu, langsung berlari ke Marie, entah apa dia masih hidup atau sudah mati. Pak Sumi memeriksa denyut nadi di daerah pergelangan tangan dan leher.
"Masih Hidup Bu!" Kata Pak Sumi.
Pria itu langsung membopong tubuh kecil itu dan berlari membawanya ke ruang UGD. Dari lantai 8 dia berlari dan menggunakan tangga darurat – karena saat itu lift sedang antre banyak orang– untuk sampai di Ruang ICU di lantai satu.
Setelah itu dari lantai 1, tanpa membuang waktu lagi, Pria itu berlari menuju ke kamar Bu Rati untuk melihat istrinya.
"Apakah dia telah kehilangan banyak darah lalu…" Batin Pak Sumi.
Bahkan dalam Pikirannya sendiri, Pak Sumi Tidak berani melanjutkannya.
Namun semuanya diluar perkiraan Pak Sumi. Pak Sumi Membuka Pintu dengan nafas terengah-engah. Dia mendapati istrinya yang berdiri tepat di belakang pintu. Riyati Kaget melihat Pak Sumi tiba-tiba membuka pintu.
"Riyati! Riyati?... Riyati.. kamu? tadi pisaunya?" Kata Pak Sumi sambil memegangi badan Bu Rati.
"Pisau? Pisau apa? " Kata Bu Rati Bingung.
"Kamu kenapa berdiri? Ayo kembali ke kasur." Pinta Pak Sumi.
"Aku baru bisa bangun. Aku mau menyusul kalian. Aku khawatir dengan Marie." Jawab Bu Rati
Lalu Pak Sumi menuntun Bu Rati ke Kasurnya.
"Ya Allah!" Kata Bu Rati yang baru melihat ada Pisau tertancap di selimutnya.
Pak Sumi mencabut pisau itu dan membuka selimut yang dipakai Bu Rati. Pisaunya tepat tertancap di tumpukan kertas dan sebuah minuman jus tomat kaleng. Cairan merah yang keluar adalah Jus tomat kalengan yang tertancap pisau.
Cara Marie melempar pisau juga hanya sebatas menjatuhkan Pisau dengan tenaga tambahan yang sedikit, alhasil pisaunya hanya menancap di kaleng minuman jus tomat, membuat isinya keluar dan membuat basah tubuh Bu Rati hingga kedinginan.
"Jus tomat?" Kata Pak Sumi yang masih kebingungan. Lalu dia duduk di samping Bu Rati. Pak Sumi menanyakan apa yang terjadi pada Bu Rati.
"Tadi saat CITOku sudah selesai, karena kecapaian menggendong Marie dan belum makan, Aku pingsan. Ah daripada itu bagaimana kondisi Marie?" Kata Bu Rati.
"Marie sudah aman, dia di UGD." Kata Pak Sumi.
"Syukurlah. Jadi tadi Aku pingsan. Tiba-tiba pas bangun, aku melihat Marie sudah bisa berdiri. Lalu entah kenapa dia meloncat ke arah jendela. Terlebih, kenapa tadi kau todongkan pistolmu ke anakmu sendiri?" Kata Bu Rati.
"Udah tidak apa-apa. Um, itu jus tomat kenapa bisa disana?" Tanya Pak Sumi.
"Ini? ah aku bangun setelah pingsan lalu minta tolong ke suster untuk membelikan jus tomat. Sudah dapat jusnya dan mau diminum, tapi entah kenapa aku pingsan lagi." Jawab Bu Rati.
"Ini karena kamu gak menuruti suamimu untuk makan dulu. Daripada itu panggil susternya lagi, kita harus mengganti selimut dan kasurnya." Kata Pak Sumi.
Lalu tiba-tiba ada orang datang mengetuk pintu. Itu adalah Quora.
"Iya, masuk." Kata Pak Sumi.
"Pak!" kata Quora sambil memberi pose hormat.
Kemudian Quora melakukan Swafoto (Selfi) di depan pintu kamar.
"Kenapa kamu kesini? Jangan di depan pintu saja, masuk dan tutup pintunya." Kata Pak Sumi.
"Sebenarnya saya disuruh kesini oleh Pak Warno, dalam telepon sepertinya Pak Sumi dalam bahaya atau bagaimana… tapi untunglah sepertinya tidak ada apa-apa ehehe…" Kata Quora.
"Telat! Andai kau kesini 15 menit yang lalu." Kata Pak Sumi.
"Ya maaf pak, tadi lift Ramai." Kata Quora membela diri.
"Lift ramai dan kau tidak menggunakan tangga darurat?" Tanya Pak Sumi.
"Ee... Saya tidak melihat ada tangga darurat tadi. Oh iya saya telepon tadi kok tidak bisa apa HP bapak mati?" Tanya Quora.
Pak Sumi kaget dan langsung melihat telepon pintarnya. Dari tadi Pak Sumi tidak sadar tentang HP-nya dan benar saja banyak sekali telepon tidak terjawab dan pesan yang masuk. Satu persatu dibalaslah pesan itu oleh Pak Sumi, dan menjelaskan kalau semua (sudah) tidak apa-apa.
"Ah iya mumpung kamu disini, tolong amankan kursi roda Marie." Kata Pak Sumi sambil sibuk melihat telepon genggamnya.
"Pak… Dek kamu bawa (naik) apa kesini?" tanya Bu Rati ke Quora.
"Tadi naik sepeda motor." Jawab Quora.
"Kamu ada sepeda motor Ra?" kata Pak Sumi.
Diantara Pesan itu ada pesan Pak Warno. Pak Sumi diberi tahu jika dia (Pak Warno) diberi tahu oleh Pak Raymond jika istrinya pingsan dan dirawat ke Rumah sakit. Oleh Pak Sumi dijawab dengan permintaan tolong untuk menyuruh satpam kantor untuk membersihkan dan merapikan ruangannya (Pak Sumi) karena berantakan.
"Ee… tadi pinjam Satpam Kantor sebelah pak." Kata Quora.
"Ha…?" kata pak Sumi lalu menghentikan ketikannya.
Kemudian Suster datang. Bu Rati dipindahkan ke kamar lain di lantai 1. Pak Sumi sempat menolak karena kamar di lantai satu adalah kamar VVIP biaya rawat inap per malamnya sangat mahal seperti menginap di hotel bintang 7, namun kata Susternya ini dari Pak Raymond (salah satu dari tiga serangkai dan kakak dari Bu Rati) dan Pak Raymond yang akan menanggung semua biayanya. Pak Sumi lega karena di tidak perlu lagi berkelana delapan lantai untuk melihat anak dan istrinya.
Sehari setelah kejadian itu Marie sadar dan dua hari setelahnya mereka meninggalkan Rumah Sakit, dan meneruskan perawatan Marie secara mandiri di rumah.
…
Bagaimana Quora dapat meminjam Sepeda motor satpam? Kejadian ini dimulai saat Pak Sumi tiba-tiba berlari meninggalkan ruangannya ke Rumah Sakit.
"Bapak-bapak tua itu lagi-lagi pergi tanpa sebab yang jelas… Padahal tadi disuruh pulang saja tidak mau. Lalu aku juga yang harus mendekam di kantor karena perintah bapak 'Camer' (Calon Mertua)." Batin Quora sambil bermain gim di telepon pintarnya.
Dia bergumam sendirian di kantor. Sebenarnya pemuda itu sedikit bersyukur karena bisa memakai fasilitas WIFI kantor gratis, dia manfaatkan itu dengan sebaik-baiknya. Dua komputer kantor dia nyalakan dan masing-masing mengunduh film bajakan yang baru-baru ini dia tonton di bioskop. Tidak ketinggalan HP-nya. Dengan 'earphone' terpasang, dia bermain gim daring. Baru 20 menit dia menikmati uang rakyat, gimnya terhenti karena ada telepon masuk. Itu adalah telepon dari Pak Warno.
"Iya pak?" Kata Quora.
"Pak Sumi masih disana? Saya telepon dia terus menerus kok tak dijawab." Tanya Pak Warno.
"Pak Sumi baru saja pergi tadi pak." Jawab Quora.
"Pergi? Ke rumah sakit?" Lanjut Pak Warno.
"Saya kurang tau pak, beliau buru-buru pergi tadi." Kata Pak Warno.
"BUKANNYA KAMU KU SURUH MENGIKUTI DIA WALAU DIA KE NERAKA?" Bentak Pak Warno.
"Maaf pak, bukannya bapak suruh saya untuk menemani Pak Sumi di kantor ya?" Kata Quora membela dirinya.
"GAK! Sekarang juga kamu susul dia ke Rumah Sakit Bhayangkara! 30 menit dari sekarang harus sudah sampai!" Kata Pak Warno.
"Tapi pak..." Tawar Quora.
"Gak ada tapi-tapian!! swafoto sebagai bukti kau sudah sampai disana!" Tegas Pak Warno.
Setelah secara serampangan mematikan komputer dengan mencabut saklar dan melepas earphone-nya dia berlari menuju keluar gedung. Dia berpikir bagaimana caranya untuk tepat waktu bisa sampai ke Rumah sakit tepat waktu jika hanya naik sepeda jengki (2). Sampailah dia di depan kantor dengan masih memikirkan apa yang harus dilakukan.
Lalu Quora melihat ada sepeda motor di samping masjid kantor (masjid di kantor kepolisian berbeda bangunan dan masih berada dalam satu kompleks kantor). Dia mendekati sepeda motor itu dan ternyata masih ada kunci yang terpasang. Tanpa berpikir panjang Quora langsung membawa sepeda motor itu, baru hendak menyalakan motor Astrea itu, ada orang yang berteriak dari belakang.
"Maling!! Maling!" Kata Orang dari tempat wudu.
Sontak Quora menoleh ke belakang dan melihat kalau itu satpam di kantor pegadaian (kantornya terletak tepat didepan kantor kepolisian) yang baru selesai Wudu – sebuah ritual menyiram air ke sebagian anggota badan; ritual ini disyaratkan sebelum melakukan Salat – dan mau salat di masjid di kantor kepolisian.
"Loh! Maaf pak! Bukan maksud say-" Kata Quora mengelak.
"Halah mana ada maling mengaku! Berani-beraninya mau maling di kantor polisi! Saya panggilkan polisi!" Katanya.
"...Ee.. pak ini polisinya sudah disini." Kata Quora.
"…"
"…" Mereka berdua terdiam setelah Quora menunjukkan lencana kepolisiannya.
"Mas, masnya ini polisi beneran?" Kata Pak Satpam.
"Maaf pak tapi ini saya lagi ada keperluan mendadak, saya tidak bawa sepeda motor jadi saya mau pinjam sepeda ini dulu." Kata Quora.
"Lah, mana bisa gitu?" Kata Pak Satpam.
"Ah gini aja… bapak malam ini masih jaga di kantor pegadaian kan?" Kata Quora.
"Loh kok tahu kalau saya satpam di pegadaian." Kata Pak Satpam.
"Pak… samping kanan kiri depan belakang tidak ada kantor lagi yang butuh satpam, semuanya toko kelontong." Kata Quora.
"Oh.. ya terus?" Tanya Pak Satpam.
"Ini lencana kepolisian sama dompet saya bapak bawa sebagai jaminan. Didalamnya ada uang, KTP, dan kartu-kartu yang lain." Kata Quora.
"Tapi ini nilainya masih jauh lebih banyak motor saya pak!" Tolak Pak Satpam.
"Lah terus?" Kata Quora bingung.
"Ya saya tidak mau lah!" Tandas Pak Satpam.
"… Jadi gini ya pak, didalamnya juga terdapat barang yang tidak bisa dinilai dengan uang…" Kata Quora.
"Ha?" kata Pak Satpam.
"Ada foto 'doi' saya didalamnya." Kata Quora polos.
"Ah mulai ngaco kamu. Ya-ya udah sono (ya udah silakan jalan –dengan nada keras–), jangan lama-lama!" Kata Pak Satpam.
(1) seringkih (Se+ringkih): lemah; rapuh; tidak kokoh; tidak kuat.(KBBI)
(2) sepeda jengki: sepeda yang tidak mempunyai palang di antara roda depan dan roda belakang, biasanya sadelnya lebih tinggi daripada setangnya; (KBBI)