56 Tahun Sunandar hidup, rupanya sudah digenapkan rezekinya hidup di dunia. Sedikit orang yang bisa menerka maksimal sampai kapan dia hidup, termasuk Sunandar, maksimal hingga di jam 12 malam usianya.
Sunandar yang tidur dibangunkan oleh azan isya' yang berkumandang. Sunandar bangun dan sadar jika hidupnya akan berakhir. Satu sipir penjara yang akan ke Masjid Lembaga Pemasyarakatan untuk salat berjalan di depan penjara Sunandar.
"Hari ini." Katanya.
Sunandar tidak menanggapinya, kemudian sipir itu berlalu.
Sunandar merasakan kehampaan di seluruh tubuhnya. Sebagai seseorang yang hampir menemui ajalnya, Sunandar menghabiskan harinya dengan merenung menatap ke depan. Bagaimanapun otaknya memikirkan cara untuk kabur, Sunandar tetap tidak bisa menemukannya. Jam-jam terakhir dalam hidupnya diisi dengan kehampaan. Tiada rasa menyesal pada hati Sunandar. Dia cukup lega dengan Pertemuannya dengan Marie. Itu adalah hal yang ingin dilakukannya untuk kali terakhir.
Beberapa saat setelah itu makan malam disuguhkan. Makan malam terakhir Sunandar adalah nasi goreng. Sunandar tidak mempunyai keinginan untuk merasakan makan malam mewah. Bisa saja Dia minta daging stik, bistik, atau makanan yang mahal lainnya, tapi tidak ia lakukan. Hasratnya untuk makanan adalah tidak ada. Namun ada dua makanan yang ingin dia cicipi untuk terakhir kali.
Nasi goreng dengan kerupuk 'posot-posot', dan sebuah makanan penutup yaitu 'lumpang'. Posot-posot dan lumpang adalah makanan khas dari tempat kelahiran Sunandar, Bawean. Orang itu ingin makanan terakhirnya adalah makanan pertamanya saat ia masih berada di Bawean 56 tahun yang lalu.
Saat memakan hidangan itu, Sunandar merasa seperti terbawa dalam suasana saat dirinya masih kecil dulu. Sebuah cita rasa yang mengingatkannya pada masa lalunya dulu. Namun, Sunandar telah kehilangan dirinya sendiri sejak dulu kala, sejak dia mulai belajar berinteraksi dengan Sutarman, bapak biologis Sunandar.
Sama seperti anak pada umumnya, Sunandar pernah merasakan sekolah formal selama hidupnya. Dengan Finansial yang lebih, dirinya dapat dengan mudah mengenyam semua fasilitas pendidikan di negeri ini, mengingat Sutarman merupakan pemilik mayoritas wanita di Lokalisasi Kampung Baru (Teratai Putih) di Palembang. Karena alasan keamanan, Sutarman mengendalikan Bisnisnya dari Bawean, sebuah pulau kecil pada Provinsi Gresik yang merupakan tempat kelahirannya.
Sunandar kecil tentu mendapatkan pendidikan formal karena dianggap penting oleh Sutarman. Dari kecil Sunandar merupakan seorang piatu. Ibunya dibunuh saat setelah melahirkan Sunandar. Dalang pembunuhan adalah Sutarman sendiri. Sutarman adalah orang yang menganggap jika wanita adalah alat. Selepas ia melahirkan anaknya, Ia membunuhnya, agar tidak menghabiskan biaya perawatan istrinya pasca melahirkan. Sunandar kecil langsung hidup dengan bapaknya.
Sutarman menjadi sosok yang dipatuhi dan dihormati oleh Sunandar, pembantu (yang merawat Sunandar kecil), dan semua wanita pelacur miliknya. Sutarman menjadi orang yang berbeda ketika di luar rumah dan di dalam rumah. Dia menjadi satu-satunya pramuwisata bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Bawean. Sutarman dapat berlaku ramah bagi semua orang, namun saat pulang ke rumah Sutarman tak ragu untuk memotong ujung lidah pembantu yang ada di rumah.
"Jangan percaya pada siapa pun, percaya pada dirimu sendiri, semua orang hanya alat." Kata Sutarman yang menjadi pegangan hidup anak semata wayangnya itu.
Kehidupan Sunandar kecil tidak seperti anak kecil pada umumnya. Sunandar menjadi biasa saat bapaknya melakukan tindakan asusila kepada pembantunya. Bahkan Sunandar kecil juga ikut melakukannya. Bapaknya menanamkan hal itu sebagai bentuk kesenangan. Sebuah kesenangan harus dibayar dengan uang. Maka Sutarman menghasilkan uang dengan menjadi seorang muncikari.
Namun, kecerdasan Sunandar kecil seperti anugerah dari lahir. Mungkin itu yang biasa dikatakan oleh semua orang. Julukan ini didapat Sunandar karena ia mengalami kondisi misterius bernama 'Highly Superior Autobiographical Memory' (HSAM) atau Hyperthymesia. Sunandar mengingat dengan jelas apa yang terjadi dalam hidupnya, bahkan waktu pertama kali dia lahir. Sutarman tahu hal ini, Oleh karena itu Sutarman menjejali anak kecil itu dengan bacaan yang berat, sekolah di sekolah favorit, dan merencanakan pendidikan di luar negeri untuk anaknya.
Sunandar bersekolah di SMP swasta di Surabaya. 2 tahun dari SMP, dia lulus dan masuk ke SMA di Surabaya juga. Saat itu, Sunandar hidup seatap bersama dengan sepupunya yang masih berusia 3 tahun lebih muda dari Sunandar. Wanita itu bernama Brina. Setidaknya itu yang diketahui oleh semua orang, tapi sebenarnya Brina adalah seorang wanitanya dari Kampung Baru. Seorang PSK yang diberikan oleh Sutarman untuk dapat dikendalikan oleh Sunandar di Gang Dolly. Brina tidak sekolah dan hanya menetap di rumah. Siang hari ia tidur, malamnya bekerja di tempat pelacuran.
Semua tetap seperti itu hingga pada malam hari Brina membawa wanita lainnya yang ingin menjadi PSK juga. Brina membawa seorang teman yang baru dikenalnya saat aktif di Gang Dolly. Mereka sering bertemu hingga akhirnya berteman. Temannya itu ingin menjadi PSK juga dibawah 'inang' yang sama dengan Brina. Akhirnya bersama Mereka menjadi PSK setelah Sunandar menjadi pria pertama bagi Melly, teman Brina.
Namun meski begitu Sunandar diam-diam belajar berbagai hal waktu dia pulang sekolah. Apa yang menjadi rutinitasnya selama dia masih di Bawean tetap Ia lakukan. Sunandar rutin membaca setiap buku. Sunandar telah fasih berbahasa inggris dari SD – dia ikut Sutarman menjadi pemandu wisata – dan di SMP pada malam hari dia sibuk dengan 5 kitab agama yang ada di Indonesia. Dia belajar semua agama meskipun di sekolah Ia juga ikut salat.
Lambat laun Sunandar membentuk kepribadian yang berbeda. Karena dia belajar banyak hal dalam waktu yang singkat, otaknya membentuk bilik-bilik penampung yang masing-masing dikeluarkan saat waktu-waktu tertentu. Maksudnya, ada kalanya Sunandar perlu bersosialisasi dengan kawan sekolah, ada waktu dia negosiasi dengan pria hidung belang. Saat Sunandar di sekolah, di rumah, tongkrongan, atau di Gang Dolly, dia melatih dirinya menjadi seekor bunglon. Seekor bunglon yang dapat berganti-ganti perilaku menyesuaikan dimana Ia berada.
....
Tahun 2001 Pemerintah bergerak. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan No. 273/200 DINKESOS tahun 2001 tentang Penutupan Kawasan Lokalisasi Teratai Putih membuat para wanita Sutarman tak berkutik. Banyak wanita yang terjerat polisi mengaku jika muncikarinya adalah Sutarman. Hal ini menjadikan bisnis Sutarman jatuh. Dengan cepat Dia menjadi DPO.
Tidak butuh waktu lama bagi Sutarman untuk memutuskan pindah ke Bojonegoro. Sutarman memiliki rumah tinggal di Sekar, sebuah kecamatan – di Bojonegoro – yang letaknya di pegunungan. Bukan hanya itu, Dia juga memalsukan kematiannya sendiri. Patok kubur dan peti mati Ia siapkan untuk melengkapi skenarionya. Tak lupa, Ia menyuruh pembantunya untuk mengumumkan kalau dia sudah mati dan akan dilaksanakan penguburannya.
Sebelum ke Bojonegoro, Dia memutuskan untuk membawa Sunandar beserta semua wanitanya ke Sekar. Sutarman juga menyuruh Sunandar untuk putus sekolah dan bersekolah di Sekar. Tapi itu tidak terjadi lantaran Sunandar sudah lulus SMA.
Setelah menjemput bapaknya di Bandara Juanda Surabaya, mereka berlima – 2 laki-laki dan 3 perempuan (Pembantu, Brina, dan Melly) naik bus Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (DAMRI) Menuju ke terminal Bungurasih. Kemudian Lanjut Bus dengan jurusan Bojonegoro.
Tidak ada angkutan umum untuk sampai ke kecamatan Sekar. Mereka berlima menyewa sebuah mobil untuk sampai ke sekar. Jauh, sangat jauh dari kota kecil Bojonegoro. 1,5 jam mulai dari medan jalan raya sampai jalan setapak, dataran rendah hingga pegunungan, akhirnya mereka sampai di kecamatan Sekar.
Hutan dengan lingkungan yang masih asri dengan bukit yang berbaris. Jalannya pun masih alami. Untung bagi mereka berlima karena mobil yang ditumpangi tidak ada masalah dan mereka sampai ke rumah dengan selamat, pasalnya aspal menjadi mitos pada daerah ini. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya Prahoto(1) yang lalu lalang untuk mengangkut kayu ataupun membawa material bangunan.
Sampai di rumah, Sutarman memegang kendali di rumah. Ketiga wanita itu langsung disuruh bekerja (menjajakan tubuhnya) untuk memenuhi kebutuhan harian. Hal seperti ini – PSK dan semacamnya – menjadi hal yang baru pada kecamatan 'terpencil' ini. Semuanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Sunandar berpikir jika dirinya tidak akan berkembang jika terus-terusan disini. Hari ini telah 6 bulan sejak mereka pindah kesini, dan Sunandar telah menyelesaikan buku yang dibawa dan/atau kiriman buku terakhir dari pos. Sepucuk surat meyakinkan langkah Sunandar untuk segera pergi dari sini. Surat itu adalah surat balasan dari Universitas Pennsylvania terkait dengan cara dan biaya kuliah disana.
Malam itu adalah malam yang dingin. Semua orang tertidur pulas, Sunandar bangun dan bersiap untuk membunuh Sutarman. Sunandar menganggap jika bapaknya sudah tidak berguna lagi untuknya. Sama seperti bapaknya yang membunuh orang kalau sudah tidak berguna, kini itu juga yang terjadi kepadanya.
"Jika hanya mengelola 3 orang, aku juga bisa." begitu pikir Sunandar.
Di malam itu juga Sutarman tewas. Pagi menjelang, Sunandar menyuruh ketiga orang itu membantunya untuk mengubur mayat Sutarman. Awalnya ketiga orang itu ketakutan. Salah seorang dari mereka akan lagi dan mengadukan hal ini pada orang sekitar. Tapi Sunandar berkata sesuatu yang logis. Sunandar dan Sutarman telah dianggap meninggal sejak lama, oleh karena itu, bahkan polisi tidak akan percaya jika orang yang baru mati adalah orang yang sudah mati pada beberapa bulan yang lalu.
Selain itu, jarak rumah terdekat adalah 4 kilometer, Sunandar menyilakan jika mereka ingin berjalan memotong hutan untuk sampai di rumah terdekat. Lalu Mereka terdiam.