Aku terlelap. Terbuai alam mimpi memang enak. Sama seperti saat ini, langit cerah siang hari yang membuat lari-lari itu menjadi enak. Kadang Aku bisa duduk-duduk di samping danau, tidak ada yang menyuruhku untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Semuanya bebas disini.
Aku tidak sendiri, banyak anak-anak sepertiku disini. Mereka semua ramah, mau mengajakku bermain. Sampai kemudian kami semua harus berlari sekuat tenaga karena dikejar seekor anjing. Mereka panik, tapi aku tertawa. Saat rasa capai menghampiri, kami berjalan ke sebuah rumah untuk minum es teh. Ada salah satu dari orang tua temanku yang menyajikannya untuk kami. Aku harap, aku bisa selamanya disini.
Setelah meminum es itu, perutku sakit. Semua temanku tak ada yang menolongku meskipun aku mengerang kesakitan. Kemudian Aku terbangun. Hal yang membuatku terbangun adalah guyuran air dari Tuan, air itu membasahi seluruh tubuhku hingga perutku. Aku tanpa sadar meminumnya hingga perutku terasa sakit.
Semua yang terlihat terang oleh mataku, kini terlihat buram. Aku dapat melihat saat sedang bermimpi, tapi tidak jika Aku bangun. Aku sudah tidak bisa melihat lagi wajah Tuan, tidak bisa melihat lagi Miya yang selalu tertidur di atas ranjang. Hanya warna merah dan hitam buram, yang sejauh ini bisa terlihat dimataku.
"Mulai sekarang, Marie tidak boleh tidur sebelum Aku mengizinkanmu. Setiap kali Kamu tidur, (*Byur Sunandar mengguyurkan air galon itu ke atas tubuh Marie sekali lagi) Tuan akan membangunkanmu." Kata Tuan kepadaku.
Marie tersedak air, hingga batuk-batuk.
"Baik tuan, Marie tidak tidur." jawabku.
"Yah begitulah, kita mulai permainan hari ini." Kata Tuan.
Setiap hari selalu seperti ini. Tuan masuk ke sini dan masuk kesini. Janjiku pada Tuan sulit untuk kutepati. Tidak boleh tidur jika Tuan tidak menyuruhku adalah suatu hal yang sulit. Bagaimana jika Aku tidur saja? namun, bagaimana dengan Tuan nanti? Aku pasti diguyur air lagi jika Aku melakukannya (tidur).
Setelah selesai dengan tubuhku, Tuan meninggalkanku. Aku sendirian lagi disini. Rasa kantuk karena bosan setiap hari menghantuiku. Aku tak punya alasan untuk menahannya selain ancaman dari Tuan. Tapi jika dipikir-pikir, Aku dapat minum air kalau Aku tidur. Hm, mungkin tidak begitu buruk juga.
Lantas bagaimana dengan bau pesing yang akan semakin pekat? kalau Aku minum air aku pasti buang air kecil, pipisnya akan jatuh juga disini. Tapi apa Aku akan mencium bau pesing, toh Aku tidak bisa mencium apa-apa lagi sejak beberapa bulan yang lalu. Selain itu guyuran air tuan mungkin juga akan menyapu bersih pipis dan kotoranku.
"Kalau begitu aku akan tidur saja." kataku.
Aku tidur lagi. Aku mimpi lagi. Semua mimpi terlihat sama setiap aku terlelap. Hal ini lebih seperti Aku dapat memilih mimpiku sendiri. Ini mungkin karena 'sesuatu itu'. Dia membantuku untuk memilihkan mimpi yang bagus untukku.
Satu hal yang baru saja Aku sadari. Acap kali Aku bermimpi, Aku bisa tahu jika ini mimpi. Ah, kawan-kawanku kesini lagi. Aku bermain dengan mereka lagi, semua begitu menyenangkan disini.
Aku menjadi yang tercepat jika harus lomba lari disini. Tidak ada yang memarahiku jika Aku salah, karena semua temanku disini sangat baik. Matahari bersinar carah, membuat pinggiran sawah menjadi lapangan bermain yang bagus. Kemudian Aku dan teman-teman berlari menuju ke suatu rumah. Disana kami diberi es teh. Ah, Aku tahu pola ini. Mungkin jika Aku meminumnya, Aku akan terbangun seperti saat itu.
Aku berlari menjauhi rumah itu. Semuanya (teman) tampak mengejarku dari belakang. Sepertinya semuanya bingung karena perilaku anehku. Namun kemudian Aku terperosok ke dalam sungai. Disana Aku meminum banyak sekali air. Lalu Aku hilang kesadaran. Kemudian Aku bangun. Lagi.
Tubuhku kali ini menggigil karena guyuran airnya lebih banyak dari pada tempo hari. Air yang masuk ke perutku terlalu banyak. Perutku menjadi aneh, ditambah lagi Aku jadi memuntahkan air yang Aku minum, karena pukulan keras yang diarahkan ke perutku.
Aku kesakitan.
Tuan memarahiku karena aku tertidur. Tapi tidak begini! ini tidak seperti yang dijanjikan. Tuan yang katanya hanya mengguyurku dengan air, tapi apa ini, kenapa dengan tendangan itu. Sekarang Aku harus menahan satu lagi rasa sakit, selain yang ada di sekujur tubuhku.
....
"Dier daeri. Sakit, sekujur tubuhku sakit." Marie berbicara untuk mencatat buku hariannya.
"Hei, Kamu, apa kamu disitu?" Marie berbicara sendiri.
Tidak ada orang lain disini. Marie ingin memanggil Aquastor.
Lalu terdengar suara pintu terbuka.
"Selamat datang Tuan! Marie tidak menangis!" Kata Marie.
Sahutan Marie menghentikan pencatatan buku hariannya.
Sekarang Aku harus menyambut Tuan jika dia masuk melalui pintu. Tidak ada orang lain yang akan muncul dari pintu itu selain orang itu. Jika Aku tidak melakukannya, Tuan akan menendangku lagi seperti yang sudah-sudah. Aku tidak ingin Dia melakukan itu padaku. Itu sakit.
Setelah itu Sunandar melakukan 'banyak hal' terhadap Marie. Setelah selesai dengan Marie, Sunandar kembali ke atas.
"Dier daeri, Aku benci mengakuinya, tapi mungkin jika Tuan tidak kesini, Aku tidak akan diberi makan. Lalu mungkin Aku Mati. Apa sebaiknya aku mati saja? hei, kamu!" Kata Marie bermonolog.
"Apa? Marie mau mati saja? Hei tadi Aku sudah menggantikanmu di tubuhmu". Katanya.
Tiba-tiba suara Aquastor terdengar oleh Marie.
"Iya itu, tapi Aku merasakan sakitnya sekarang aku (uhuk-uhuk)" Marie batuk.
Tenggorokanku kering karena akhir-akhir ini tidak ada air yang masuk ke mulutku.
"Hei, Kau tahu? kamu tetap bisa mencatat buku harianmu tanpa harus berbicara." Katanya.
"Huh? bagaimana caranya?" Tanya Marie polos.
"Bicaranya di dalam hati saja." Kata Aquastor yang tidak mau inangnya mati.
"Ah iya benar". Kata Marie.
Kemudian Marie melanjutkan catatan buku hariannya dengan berkata dalam diam.
"Sekarang mari kita lihat kondisi tubuhku. banyak tempat yang sakit. Terlampau banyak hingga aku tidak bisa tidur lagi karena semua sakit ini." Batin Marie.
"Kepalaku selalu pusing dan terasa berat – Hal ini karena banyaknya luka benturan dan darah yang keluar dari kepala –, tanganku sakit, pergelangan tanganku sakit..." Batin Marie.
Tubuh Marie sangat kurus hingga Marie tidak kuat menopang tubuhnya sendiri dengan kakinya. Hal ini berakibat rantai pengikat tangannyalah yang menopang tubuh Marie agar berdiri. Marie setengah bergelantung pada besi karatan itu
"....juga perutku." Lanjut Marie.
"Aku tidak bisa tidur lagi setelah Tuan selesai denganku. Semua tubuhku terlampau sakit sekali. Ah cukup mengeluhnya. Selain itu juga, beberapa bulan belakangan, Tuan memasangkan lagi benda panjang selang merah itu ke tubuhku (1)." Batin Marie.
"Sekarang pertanyaanku hanya ada satu. Apakah aku harus mati saja? mungkin kalau selang ini aku cabut aku bisa langsung mati. Tapi katamu, mati itu sakit?"
Tidak ada jawaban dari Aquastor.
"Kalau Aku mati... Ah! bagaimana dengan kata ibu 'jangan Menangis, jangan sakit, jangan lapar, jangan mati. Tetaplah tersenyum dan jadi anak baik?' Aku tidak boleh mati kata ibu. Ya! Aku tidak akan mati. Aku tidak akan mati, kan?" Batin Marie.
"Ya, Marie." jawab Aquastor.
"Ehehe, kalau begitu Aku akan hidup. Tapi entah mengapa semuanya semakin ringan disini. Semuanya semakin ringan dan damai, ah apa Aku sedang mati sekarang? tidak, Aku hanya akan memejamkan mataku saja. Sedikit saja. Tolong kali ini jangan sampai Tuan marah jika aku memejamkan mataku sekali saja sekejap saja..." Batin Marie.
...
Lalu Marie terlelap.
Terbuai mimpi memang enak.
Hal ini seperti meneguk alkohol.
Sejenak kita bisa melupakan masalah.
Meninggalkan sementara masalah di dunia nyata.
Meninggalkannya tanpa harus menyelesaikannya, itu enak bukan?
Namun Tidak.
Kali ini, tidurnya Marie menjadi hal yang sangat buruk. Sunandar melakukan sesuatu yang tidak pernah Ia lakukan sebelumnya. Sebelum ini, Marie dianggap sebagai boneka hidup. Sesuatu yang dipermainkan, dimainkan untuk kesenangan penggunanya. Namun, tetap saja. Sebuah Boneka itu dijaga dengan baik agar tetap terjaga keawetannya. Apalagi boneka hidup, yang harus tetap diberi makan agar tetap hidup. Diberi Suntikan darah agar tetap bisa hidup lebih lama. Tidak kekurangan darah, dan nutrisi dasar hanya untuk bisa tetap hidup.
Namun sekarang tidak.
Sunandar melihat boneka yang seharusnya tetap hidup, kini mati tertidur, terlelap dalam mimpi sekali lagi setelah beberapa bulan. Lalu Sunandar memutuskan untuk memberi pelajaran kepada bonekanya itu.
Sunandar menggergaji kaki kiri Marie. Marie terbangun, terhenyak karena rasa sakit pada kaki kirinya. Marie hanya bisa membuka menutup mata dan mulutnya, menggoyang-goyang kecil tubuhnya, karena gadis itu tidak punya tenaga yang cukup untuk menangis. Tidak ada air mata yang keluar dari mata gadis itu, meski rasa sakitnya tetap sama dirasakannya. Cairan merah yang terkucur hebat dari kaki yang terpotong tak membuat Marie menyerah pada hidupnya karena kutukan Ibunya yang selalu Marie ingat.
Sakit.
Sakit sekali, berkali-kali. Gergaji itu tumpul, butuh waktu lama bagi Sunandar untuk menggesek-gesek hingga akhirnya putus sempurna.
Semua itu tidak membuat Marie mati. Kantung infus darah yang berganti beberapa jam sekali, kini - selama beberapa jam setelah dia memotong kaki (dari dengkul) - Sunandar ganti 10 menit sekali karena darah kantung telah habis. Dengan alat seadanya Sunandar menghentikan pendarahan yang terjadi, Dia juga tidak mau Marie mati karena hal ini.
Darah Marie sendiri tidak pernah berhenti menetes hingga beberapa bulan kemudian dikarenakan infeksi. Pembekuan darah memerlukan waktu yang lama karena luasnya area luka dan keniscayaan kekurangan Nutrisi yang diderita Marie.
"Sekarang, coba dengarkan Aku, jika Marie masih bisa mendengarku, jangan tidur lagi atau aku potong lagi (kaki) yang masih ada." Bisik Sunandar kepada Marie setelah Dia memotong kaki kiri Marie.
Marie hanya diam. Lalu dia membuka matanya yang memutih dan tersenyum mati – Marie tidak bisa mengendalikan otot wajahnya lagi untuk tersenyum lebar seperti biasanya – seraya berkata,
"Tuan, Marie tidak menangis,"
untuk mempertahankan hidupnya dari amukan amarah Sunandar. Sejak saat itu Marie tidak bisa menjadi Marie seperti biasanya.
(1) yang Marie maksud disini adalah selang infus untuk transfusi darah.