Pak Sumi dan Pak Warno. Mereka berdua mendarat dengan selamat di Negeri Jiran. Sampai disana telah ada teman Pak Warno yang sudah siap mengantar mereka. Itu adalah Giovanni Alabrus. Seorang warga keturunan Indonesia yang baru 2 tahun yang lalu pindah kenegaraan Malaysia dan bekerja sebagai polisi disana. Tentu kariernya sebagai polisi Malaysia tidak lepas dari 'bimbingan' Pak Warno.
Ova (Giovanni) mengantarkan keduanya sampai ke salah satu rumah sakit yang ada di Malaysia. Rumah sakit itu adalah tempat dimana jasad Pak Deni di autopsi. Hasil autopsi dijadwalkan akan keluar hari ini. Hasil tersebut akan dibawa ke ihak Kepolisian Malaysia untuk selanjutnya diproses disana dan diberikan ke Kepolisian Indonesia, untuk keperluan pertukaran informasi dan proses deportasi mayat ke pihak keluarga di Indonesia. Namun Pak Warno terlebih dahulu melihat hasil autopsi itu.
"Kau lihat ini sum?" Kata Pak Warno.
Mereka berdua duduk di kursi pada koridor Rumah Sakit setelah dia melihat bagian luar hasil autopsi. Pak Sumi ada di sampingnya, tapi tidak dengan Bang Ova. Orang itu harus kembali ke kantor. Dia akan menjemput mereka berdua jika dipanggil Pak Warno.
"Memang apa yang tertulis disitu?" Kata Pak Sumi penasaran.
"Hasilnya negatif. Jasad itu bukan saudaraku, bukan ayahnya Lili." Kata Pak Warno, seakan dia sudah tahu jika itu bukan saudaranya.
"Seperti yang ku bilang sebelumnya, Dia itu orangnya tidak mungkin melakukan hal-hal seperti bunuh diri atau semacamnya." Imbuh Pak Warno.
"Tapi kalau bukan e... Deni?" kata Pak Sumi terputus.
"Ya namanya Deni." Jawab Pak Warno.
"Kalau bukan Deni lalu siapa itu?" Lanjut Pak Sumi.
"Disini... Cahya bin Romiah, umur 40 tahun." Kata Pak Warno membaca kertas hasil autopsi tersebut.
"Siapa itu?" Tanya Pak Sumi.
"Mana aku tahu." Jawab Pak Warno.
Kedua orang tua itu bingung. Mereka sedang memikirkan bagaimana cara menyelidiki masalah ini. Haruskah Pak Warno menelepon Ova atau langsung ke tempat tinggal Deni.
Lalu ada wanita muda berumur sekitar 25 tahunan berjalan cepat tergesa-gesa menuju ke ruangan sebelah Pak Warno. Pak Warno sedikit menguping apa yang dibicarakan wanita itu.
"Maaf Kak Hera, tapi hasilnya telah dibawa oleh keluarga korban." Kata suster disana.
"Mereka (wanita itu dan suster) sepertinya sudah saling mengenal. Hm, apakah dia dokter disini?" Batin Pak Sumi.
Dengan kecewa Wanita itu keluar. Dihadanglah wanita itu oleh Pak Warno sambil membawa kumpulan kertas berukuran A3 tersebut. Dijelaskannya masalah Deni kepada wanita itu. Wanita itu sepertinya sangat senang mengetahui jika itu adalah hasil autopsi Deni. Kemudian mereka bertiga sepakat untuk membicarakan hal ini di Kafetaria Rumah Sakit.
Di kafetaria, wanita itu mengaku jika ia adalah pacar Deni. Tentu saja Pak Warno kaget mendengarnya, karena tidak tahu jika adiknya sudah punya pacar lagi setelah kematian istrinya. Pak Warno pun berkata jika ia adalah kakak kandungnya Deni. Lalu wanita itu mulai menjelaskan bagaimana kisahnya saat bertemu Deni.
Wanita itu bercerita jika Deni adalah seorang pegawai di sebuah restoran. Deni bekerja sebagai pencuci piring. Wanita itu saat itu juga melamar pekerjaan disana. Akhirnya pertemuan mereka pun terjadi. Kesan pertamanya kepada Deni sangat membingungkan Pak Warno. Menurut wanita itu, Deni adalah seorang yang bertahan hidup dengan hanya mengandalkan gaji di restoran tersebut.
Pak Warno menyangkalnya dan berkata jika adiknya adalah seorang mahasiswa di UM (Universitas Malaya). Wanita itu awalnya tidak sependapat dengan Pak Warno tapi, kemudian dia ingat jika Deni pernah menjelaskan hal itu padanya.
Menurut wanita itu, Deni berkata bahwa dia telah dikeluarkan dari Universitas. Karena terlalu malu untuk kembali ke Indonesia, Deni kemudian berusaha bertahan hidup di Malaysia dengan menjadi tukang cuci piring.
Kemudian wanita itu mulai bertanya tentang hasil autopsi Deni. Pak Warno memberikannya dan menjelaskan bahwa yang meninggal itu bukan Deni. Kemudian Pak Sumi bertanya kepada wanita itu,
"Bisakah kita ke tempat tinggal Deni selama disini?"
Tapi wanita itu berkata tidak. Kenyataannya apartemen itu sekarang telah diberi garis polisi (1). Selain itu sudah beberapa minggu ini wanita itu tidak bisa bertemu dengan Deni yang terus menerus mengurung diri di kamar apartemennya. Deni tinggal di sebuah apartemen.
Kemudian Pak Sumi mempunyai ide. Pak Sumi menginginkan mereka berpisah mulai dari sini. Pak Sumi akan ke apartemen bersama Hera dan Pak Warno menuju ke kantor polisi dijemput Ova.
Hera menyetujui hal itu. Namun Pak Warno mempunyai syarat lain, yaitu 2 jam. 2 jam adalah batas waktunya. Karena setelah 2 jam mereka berdua harus sudah di Bandara untuk kembali ke Indonesia. Pak Sumi menyetujuinya. Mereka berdua tidak menginap di Malaysia, karena pekerjaan masing-masing yang banyak di kantor.
Pak Sumi sekarang bersama Hera. Seorang wanita yang mengaku sebagai kekasih Deni. Lokasi Apartemen tidak jauh dari Rumah Sakit. Sekali lagi Pak Sumi bertanya tentang status Hera. Dia tetap mengatakan hal yang sama, yaitu pacar.
Pak Sumi kemudian memberi pernyataan kepadanya jika Deni adalah seorang duda. Namun, Hera menepis anggapan itu, yang dia tahu selama ini adalah status Deni sebagai bujangan. Menurut Hera, Deni sama sekali tidak berkata jika dia sudah berkeluarga. Intuisi Pak Sumi berkata jika ada yang salah dengan Deni.
Akhirnya mereka berdua sampai di depan apartemen lokasi Deni tinggal. Terlihat sebuah apartemen yang cukup mewah yang terdiri dari banyak kaca dengan salah satu kacanya pecah pada lantai yang cukup tinggi. Kaca yang pecah itu adalah kamar Deni. Di bawah kaca yang pecah itu terdapat peremajaan (2) trotoar samping jalan. Menurut Hera, disini sedang dibangun gorong-gorong yang baru karena sering terkena banjir.
Kemudian mereka berdua menuju ke lokasi kamar Deni. Kamarnya terletak di satu tingkat sebelum lantai paling atas. Aneh. Meskipun terdapat garis polisi, namun sepertinya polisi-polisi itu belum melakukan penyelidikan ke dalam.
Pak Sumi ingin memeriksa bagian dalam ruangan itu, tapi dia tidak mempunyai wewenang apa-apa. Lalu Pak Sumi juga memeriksa Rooftop. Terlihat betapa indahnya pemandangan dari atas sana. Angin berhembus kencang, dengan awan tipis menutupi matahari.
"Apa ada petunjuk disini?" Kata Hera.
"Tidak. Aku hanya ingin berkeliling." Kata Pak Sumi.
Kemudian Hera meminta izin untuk pamit. Dia harus bekerja. Hera juga berterima kasih kepada Pak Sumi karena telah memberitahunya hasil autopsi pacarnya. Kemudian Pak Sumi mengantarkan Hera sampai ke depan Apartemen.
"Aku percaya jika pacarku tidak mati. Dia tidak mungkin bunuh diri." Kata Hera.
Pak Sumi sedikit tertarik pada kata-kata Hera.
Kemudian Pak Sumi berkata, "kenapa kau begitu yakin dia tidak akan bunuh diri?"
"Dia terlalu 'alim' (3) untuk bunuh diri." Kata Hera.
Sebuah kata-kata yang bermakna sama seperti yang diutarakan Pak Warno.
Pak Sumi kemudian menuju ke bawah untuk mengantar Hera sampai di luar Apartemen.
Sebelum Hera pergi naik taksi, Pak Sumi berkata, "Ah aku lupa, kalau kau pacarnya berarti kamu yang setiap hari merawat Deni selama disini kan?"
"Tidak. Aku tidak pernah melakukan itu, meskipun kami pacaran, kami berdua selalu menjaga jarak karena ya... bapak tahu lah, kalau orang alim pacarannya seperti apa. Urusan makan saja katanya dia sempat memesan jasa boga (katering) dan tidak mau menerima (makanan) dariku." Kata Hera.
Kemudian Hera pergi.
Tiba-tiba rombongan polisi datang. Ada tiga orang berseragam lengkap. Pak Sumi diam-diam mengikuti mereka. Ternyata rombongan itu memang ingin ke kamar Deni. Namun, salah satu dari mereka memergoki Pak Sumi. Terpaksa Pak Sumi menunjukkan lencana polisinya. Pak Sumi meminta ikut andil dalam penyelidikan ini. Tentu mereka tidak mengizinkan, karena menurut mereka hal ini adalah ranah Kepolisian Malaysia. Oleh mereka, Pak Sumi disuruh untuk segera meninggalkan lantai itu, lantai 47, lantai dimana kamar Deni tinggal itu.
Segera setelah itu Pak Sumi kembali tapi bukan ke bawah atau ke atas, tapi bersembunyi di balik lorong sebelah kanan sembari tetap mengawasi para polisi itu. Mereka segera membuka pintu. Pak Sumi melihat jika kunci yang digunakan oleh polisi itu, meskipun terdengar bunyi "clek" namun pintu itu tetap tidak terbuka. Kemudian para polisi itu segera membuka pintu dengan paksa.
"Loh?" batin Pak Sumi.
Pak Sumi sedikit terkejut karena para polisi gagal mendobrak sebuah pintu. Pintu tetap tidak terbuka. Padahal seharusnya seorang polisi mampu melakukannya.
(1) Garis Polisi: batas pada tempat kejadian perkara yang ditandai dengan pita kuning.
(2) Peremajaan: Renovasi
(3) maksud Hera saat itu adalah Menurutnya Deni adalah pribadi yang taat beragama dan tidak akan bunuh diri hanya karena itu.