webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Horror
Not enough ratings
102 Chs

Kakekku, kupikir Kasar Ternyata Lembut

Sore hari yang terasa sepi diiringi angin selatan berhembus menuju utara, para burung membentuk barisan acak sedang migrasi. Ada juga yang mempunyai tujuannya sendiri mengumpulkan ranting-ranting kering tumbuhan kecil dan rerumputan untuk membuat sarangnya di atas pohon. Anak-anak yang bermain sepak bola pulang ke rumah setelah mendengar suara selawat tahrib (1). Semua kegiatan repetisi ini tak dirasakan oleh Pak Sumi lantaran Sore itu Pak Suma tiba-tiba bertamu ke rumah dan mengatakan ingin bermalam.

Kini mereka duduk bersama di meja tamu. Bu Rati menyuguhkan teh untuk semua orang.

"Maaf ya, bapak tiba-tiba mau menginap disini." Kata Pak Suma.

"Bahkan jika bapak mau menetap disini juga tidak apa-apa pak, sambil merawat Marie disini." Kata Bu Rati.

"Marie, siapa itu? Ah itu nama cucuku?" tanya Pak Suma.

"Iya." Kata Pak Sumi sambil melihat ke arah Marie.

Pak Sumi memberi gestur seolah ingin Marie yang memperkenalkan dirinya sendiri. Tapi Marie malah bersembunyi di belakang Bu Rati.

"Marie, tidak apa-apa, itu kakekmu." Kata Bu Rati.

"Ahaha sudah tidak usah dipaksakan. Namanya anak kecil itu dia lebih sensitif sama orang asing." Kata Pak Suma sembari tersenyum kearah Marie.

Marie mengintip Pak Suma dari belakang Bu Rati.

"Tapi tetap saja Sum, kenapa kamu tidak berkata padaku jika kamu punya anak? ah... cucuku sudah sebesar ini ternyata." Kata Pak Suma bak kakek yang merindukan seorang cucu.

"Ee, sebenarnya Marie bukan anak kandung kami pak." Kata Pak Sumi.

Pak sumi diam. Kemudian Ia berkata,

"Aku menemukannya-"

"KAMI mengadopsinya pak, Aku sama Sumi. Baru beberapa bulan Marie disini. Karena pekerjaan kami memang belum berkata pada siapa-siapa. Ya kan pak." Kata Bu Rati cekatan memotong Pak Sumi.

"I...iya begitu maksudku. Aha-ahaha." Kata Pak Sumi.

Bu Rati tidak ingin jika orang tua itu banyak pikiran karena tahu jika Pak Sumi menemukan Marie dalam kondisi yang tidak manusiawi. Oleh karena itu, dengan kenyataan jika dirinya dan Sumi belum dikaruniai seorang anak, maka Ia berbohong dengan berkata jika Marie diadopsi olehnya. Marie sendiri masih bersembunyi di belakang Bu Rati sambil berpegangan erat pada baju Bu Rati.

"Um, omong-omong ada urusan apa bapak sampai kesini?" tanya Pak Sumi.

"Pupuk sawah habis. Di desa sedang terlambat pasokan pupuknya. Jadi Aku kesini untuk beli pupuk untuk Poktanku dan sebelah. Nah, tapi tadi tokonya tutup." Kata Pak Suma.

Poktan adalah Kelompok Tani.

"Oh, kalau begitu bapak menginap saja disini." Kata Pak Sumi

Pak Suma hanya berpikir jika ia akan beli pupuk sekalian akan berkunjung ke rumah anaknya sebentar. Selain itu, keinginannya untuk menginap menjadi lebih besar ketika Ia bertemu Marie. Pak Suma masih ingat rupa anak perempuan yang ditinggalkannya sewaktu masih bersama Sunandar.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita makan di luar saja sekarang?" Tanya Pak Sumi.

"Boleh." Jawab Pak Suma.

Kemudian azan magrib berkumandang.

"Ah Kita Salat dulu saja, baru makan." Kata Pak Sumi.

Mereka bertiga salat di masjid. Marie ditinggal sendiri di rumah. Marie merengek tidak mau ditinggal sendiri di rumah. Tangan Marie sedari tadi masih memegang baju Bu Rati.

"Ibu..." Kata Marie memelas.

"Pak, Aku salat di rumah sama Marie saja bagaimana?" pinta Bu Rati.

"Tapi bu." Kata Pak Sumi.

Pak Sumi tahu apa maksud istrinya itu dengan melihat Marie menempel pada Bu Rati. Kemudian Pak Sumi berjongkok, mendekatkan mukanya ke Marie.

"Bukannya biasanya tidak apa-apa di rumah sendiri, Marie?" tanya Pak Sumi.

Marie menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu Marie ikut ya ke Masjid." Kata Pak Sumi sembari tersenyum.

Kemudian Marie mengangguk pelan.

Setelah salat, Mereka menuju ke pusat kota berputar-putar mencari tempat makan. Meski begitu, ketika di perjalanan mata Marie masih terfokus ke Pak Suma yang berada di samping Ayahnya yang sedang menyetir. Marie masih tidak biasa dengan kehadiran Pak Suma yang dikenalnya sebagai Vigor, seorang kaki tangan Sunandar. Lalu pilihan mereka jatuh ke Warung 'Ikan Bakar Keputih'. Duduk di pinggir jalan seberang perempatan, Mereka makan bersama.

"Bu.. Ibu." Kata Marie mencoba memanggil ibunya yang sedang berbincang dengan Pak Sumi dan Pak Suma.

"Eh, iya apa anak? Ibu sudah pisahin tulang ikannya kan? Marie mau ditambah kecap?" Kata Bu Rati.

"Ti.. dak, makan..nya enak." Kata Marie.

"Makan ya Marie, nanti kalau sudah gede, biar bisa seperti kakek, lihat beliau, masih bugar." Kata Bu Rati.

"Loh, bagaimana tidak bugar kalau setiap hari Aku kerja di sawah hahaha!" Jawab Pak Suma.

Marie tidak pernah pilih-pilih makan. Hanya saja anak itu masih tidak bisa makan pedas dan pahit. Marie hanya ingin berkata pada Bu Rati jika Orang itu jahat. Orang itu adalah orang yang dulu ikut menyekapnya, orang yang telah membawa anak-anak lain menuju ke akhir hayatnya, ke ruang gelap tempat neraka dunia itu berada. Namun, Marie menjadi bimbang dengan apa yang dilihatnya sekarang. Meski tubuh, rupa dan hawa kehadirannya sama persis, Marie tidak bisa melihat apa yang Ia lihat dulu. Marie tidak merasakan kengerian yang dulu ia rasakan saat melihat orang itu.

Saat ini orang yang sangat ia takuti sedang bercanda, akrab, dan bahkan dihormati oleh ayah dan ibunya. Mereka menganggap bahwa orang itu adalah kakek Marie, yang berarti dia adalah ayah dari ayah atau ibunya.

Marie tenggelam dalam pikirannya dan membiarkan makanannya dingin tidak termakan. Marie beru keluar dari lamunannya saat Bu Rati menegurnya.

"Marie, mau disuapin nak?" kata Bu Rati yang bingung kenapa anaknya diam saja saat makan.

"Ah!" Kata Marie, kemudian Marie mulai makan sendiri.

Marie tetap makan pakai tangan kanannya. Ini juga bagian dari latihannya untuk segera beradaptasi dengan lengan dan kaki 'robotnya. Lengan dan kaki barunya adalah suatu yang sangat mahal disini. Untung bagi Marie dapat menikmati tangan dan kaki buatan dengan teknologi terbaru. Sangat sedikit anak dengan postur tubuh seperti Marie bisa mendapatkan peralatan tangan dan kaki robotik seperti ini karena baru tersedia seratus produk di seluruh dunia. Untung bagi Marie, Ia dikelilingi oleh orang-orang hebat.

Seusai makan malam, Mereka pulang. Sampai depan rumah, Marie dituntun untuk berjalan sampai ke depan pintu rumah. Ini juga latihan rutin bagi Marie untuk akrab dengan kaki barunya, untuk bisa menyeimbangkan badannya dikala ia harus bertumpu pada kaki robotnya.

Tenaga yang diperoleh untuk makan digunakannya untuk berlatih berjalan. Marie bisa sampai di depan pintu. Seketika itu Semuanya tepuk tangan, menyoraki Marie yang berhasil sampai ke depan pintu. Marie dipeluk oleh Bu Rati dan dibawa masuk. Sesekali Marie melihat Pak Suma untuk melihatnya tapi dia tidak seperti yang dipikirkan oleh Marie.

Marie mulai merasa kalau dia salah mengira jika Pak Suma adalah Vigor. Namun pikiran sesaat Marie berubah saat malam itu.

"Marie, nanti kakek tidur sama kamu, boleh?" kata Pak Sumi.

Marie bergeming. Dia tertunduk sambil memegang baju Bu Rati. Hanya ada 2 kamar tidur di rumah ini. Kamar Marie mempunyai satu kasur tingkat.

"Ahaha, sudahlah sum, aku tidur di ruang tamu saja." Kata Pak Suma.

"Tapi pak... um, malam ini kita tidur di hotel saja kalu begitu." Usul Bu Rati.

Marie merasa bersalah karena merepotkan orang tuanya.

"Tidak perlu, sudahlah setiap hari juga Aku tidur di ruang tamu, bukan begitu sum?" kata Pak Suma yang memang jarang tidur di kamar sejak istrinya meninggal.

Kemudian telepon genggam milik Bu Rati berbunyi.

"Ah, CITO lagi." Bu Rati langsung beranjak ke kamar untuk mengambil jubah putihnya.

"Pak, Aku ke rumah sakit dulu, nanti bapak bisa tidur bersamamu saja. Aku akan tidur sama Marie malam ini." Kata Bu Rati.

"Ah... iya." Kata Pak Sumi.

Marie memiliki perasaan yang sangat peka. Dia tahu jika sangat tahu jika ayahnya merasa tidak enak jika tidak tidur bersama ibu, atau mungkin ayahnya tidak mau tidur bersama ayahnya. Apa pun alasannya, itu membuat ayahnya sedih.

"Bu... Ya... Ka-kek sama Ma...rie." Kata Marie sembari memberanikan dirinya.

"Ehh benarkah itu cucuku sayang?" Kata Pak Suma yang berlagak seperti kakek yang butuh belaian seorang cucu.

Marie membuang mukanya. Kemudian Bu Rati berlutut ke Marie dan bertanya,

"Marie? Benar Kamu tidak apa-apa?"

Marie yang diam, kemudian berpaling ke Bu Rati lalu memandang muka ibunya.

"Um!" Kata Marie sambil tersenyum.

(1) Adalah syiar sebelum azan yang baisanya ada sebelum azan subuh. Namun, pada daerah rumah pak sumi, salawat ini selalu dibunyikan sebelum azan

Cloud_Rain_0396creators' thoughts