webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Horror
Not enough ratings
102 Chs

Bertemu Dengan Sunandar: Nostalgia

Marie sekarang sudah berada di Cilacap, lebih tepatnya di Hotel Sindoro. Satu malam untuk istirahat dan mereka harus 'check-out' di jam 8 besuk pagi. Rombongan Pak Sumi tidak ada yang memakai baju dinas polisi, tapi berlagak sebagai rombongan yang tengah berwisata.

Setelah perjalanan mobil selama 30 menit, sampailah mereka di Pelabuhan Wijayapura (Cilacap). Namun Mereka terhalang oleh petugas yang ada disana. Setelah Quora mengeluarkan surat jalan dari pengadilan dan pihak kepolisian serta lencana polisi mereka, rombongan tersebut malah digeret menuju ke kantor jaga yang ada disana.

"Njenengan (kalian) mau ke Karanganyar kan? Dalam surat jalan ini, hanya ada 3 orang saja. Ibu ini tidak bisa masuk ke dalam." Tegas Kepala petugas yang ada disana.

"Ibu ini ibu kandung sekaligus dokter jaga orang yang diminta oleh narapidana yang ada disana." Kata Quora.

"Narapidana?" Kata Petugas tersebut.

Kemudian orang itu melihat lagi maksud surat itu.

"Oh anda-anda ini.. ya aku mengerti, tapi tetap saja, Ibu ini tidak bisa masuk karena tidak ada surat pengantar." Lanjut petugas itu.

"Pak, Kalau Bu Rati tidak ikut maka anak yang diminta narapidana juga tidak bisa kesana. Ayolah pak, demi permintaan terakhirnya sebelum Dia dihukum mati." Pinta Quora.

Kepala petugas jaga disana bimbang. Dia tetap tidak membolehkan Bu Rati Masuk ke Pulau Nusakambangan. Tapi Quora tetap melakukan negosiasi dengan kepala petugas jaga yang ada disana. Sedangkan Pak Sumi dan Bu Rati sedang sibuk dengan telepon genggamnya, menelepon seseorang. Marie duduk di kursi roda diantara Ayah dan Ibunya.

"Oke-oke begini saja, Ibu boleh ikut ke berangkat (ke Pulau Nusakambangan) Tapi tetap stay (tetap berada) di penginapan kami yang ada disana. Jadi Ibu tidak bisa masuk ke lapas." Kata Petugas itu.

"Pak, ya tidak bisa begitu. Ibu harus masuk ke lapas bareng (bersama) anak itu." Kata Quora.

"Marie." Kata Pak Sumi yang tiba-tiba muncul dari belakang

"Ya Marie, eh pak." Kata Quora.

Quora kaget karena kini Pak Sumi tiba-tiba tepat di belakangnya.

"Pak, maaf ini ada telepon dari Kapolda Surabaya (Pak Warno)." Kata Pak Sumi sembari menyerahkan telepon genggamnya.

Pak Sumi tadi menelepon Pak Warno untuk membantunya agar Bu Rati bisa ikut masuk, karena tidak mungkin jika mereka berempat harus kembali lagi untuk menyusun surat dan lainnya. Waktu yang dibutuhkan akan jauh lebih lama daripada nyawa Sunandar yang sudah tinggal dalam hitungan jam. Setelah dijelaskan situasinya oleh Pak Warno melalui telepon, Bu Rati akhirnya bisa masuk.

"Sebenarnya, dari penjelasan Pak kapolda tadi, tinggal kurang satu syarat lagi yaitu adanya keterangan dari rumah sakit pemerintah yang menyatakan bahwa Ibu ini benar-benar harus berada di samping dek Merai, ee Marie setiap saat." Kata Petugas itu.

Sama seperti Pak Sumi, Bu Rati tiba-tiba ikut maju ke depan untuk menyerahkan teleponnya. kali ini adalah dari Pak Raymond. Akhirnya masalah mereka selesai dengan bantuan 'kenalan yang berpengaruh'.

Sampailah Mereka di tempat yang disebut Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Quora tidak ikut masuk ke ruang jenguk. Dia memang tidak diperbolehkan masuk, hanya satu orang dari pihak kepolisian yang boleh menjenguk. Untuk alasan keamanan kegiatan ini dilakukan di ruang jenguk. Jadi pertemuan mereka tidak eksklusif di ruangan sendiri, tetapi bersama orang-orang lain yang ingin menjenguk keluarganya.

Marie duduk diatas kursi roda, Bu Rati mendorongnya. Sedang Pak Sumi, berada di depan. Banyak bapak-bapak disini. Marie gugup dan takut. Tak pernah anak itu lepaskan tangannya dari baju yang dikenakan Bu Rati. Kemudian sampailah di suatu ruangan. Tepat di depan Marie adalah susunan meja dan kursi yang saling berhadap-hadapan.

Banyak orang yang ada disini, para keluarga 'elit' yang diperbolehkan menjenguk narapidana. Mereka berjalan, dan terus berjalan hingga akhirnya sampai ke meja dan kursi paling ujung dan berada di sudut. Marie mengenal pria itu. Refleks, Marie tidak berani menatap matanya dan semakin mengeratkan genggamannya. Pria itu adalah Sunandar.

Marie mengenal tatapan mata orang itu. Sebaliknya juga, Sunandar mengenal siapa gadis mungil yang duduk diatas kursi roda yang sedang menemuinya. Perasaan semringah(1) terlihat jelas terlihat pada raut muka orang tua itu. Sedang Marie, Dia takut dan berusaha bersembunyi dibalik Bu Rati. Bu Rati langsung menenangkan Marie dan berhenti. Sedang Pak Sumi, tetap maju menemui Sunandar.

"Sekarang Kamu sudah melihatnya kan?" Kata Pak Sumi.

Pak Sumi duduk berhadapan dengan Sunandar sembari meletakan tangan kanannya di saku samping tepat diatas pistol yang dibawanya. Pak Sumi berseragam lengkap. Kontras dengan Sunandar yang hanya memakai kaus polos.

"Apa yang Kamu katakan, Aku ingin melihatnya dari dekat." Kata Sunandar.

Marie seperti sangat ketakutan dan terus menerus menggenggam erat-erat Bu Rati. Bu Rati menunjukkan gestur keibuannya dengan mengelus kepala Marie dan berkata jika ini akan baik-baik saja untuk menenangkan Marie. Bu Rati berkata jika ini tidak akan seperti yang Marie alami dulu.

"Bu." Panggil Pak Sumi menengok ke arah belakang, ke arah Bu Rati dan Marie.

"Pak, Anda tahu kenapa kami tempatkan pada bagian ujung, itu karena yang paling dekat dengan sipir jaga (memang tepat pada belakang Sunandar ada salah satu dari empat sipir yang tengah menjaga seluruh ruangan ini), jadi, jangan coba-coba melakukan hal yang diluar batas." Kata Pak Sumi.

"Ahahaha, tidak, Aku hanya ingin sedikit berbincang dengan anak itu." Kata Sunandar.

"50 kata. Aku akan menghitungnya. setelah itu anda bisa kembali ke sel anda." Tegas Pak Sumi.

"Apa itu? bukankah harusnya Aku dapat 15 menit?" Tanya Sunandar.

"Hei jangan bergurau denganku! harusnya Anda hanya dapat melihat Marie, karena permintaan anda adalah melihatnya saja. Ini sudah lebih dari 2 menit kami disini! ah maaf saya menaikkan suara saya." Kata Pak Sumi.

Seisi ruangan sempat sunyi. Semua orang yang ada disana mendadak mendengarkan bentakan Pak Sumi, tak terkecuali Marie. Merasakan baju Ibunya yang sekarang dipegang serta mendengar ayahnya bilang seperti itu, Marie menjadi berani untuk menemui Sunandar. Marie sadar jika sekarang Ia mempunyai dua orang yang sangat peduli padanya.

Perlahan Marie melepaskan genggamannya dari baju ibunya dan memberi isyarat kepada ibunya jika Dia mau menemui Sunandar. Akhirnya mereka berdua maju ke tempat Pak Sumi. Bu Rati mengangkat Marie dari kursi rodanya dan mendudukkannya ke kursi panjang di samping Pak Sumi. Sedang Bu Rati ikut duduk juga di samping Marie sambil menopang badan anak kecil itu. Marie berada di tengah mereka berdua.(2)

"Bagaimana Kamu sekarang, Marie?" Kata Sunandar dengan ramah, hampir seperti seorang kakek berbicara kepada cucunya.

Marie mengangguk dan menatap lantai.

"Kakek kangen sama kamu, Marie." Kata Sunandar.

Marie hanya mengangguk saja. Setelah itu terlihat oleh Pak Sumi jika tubuh Sunandar bergetar.

"Anda tidak apa-apa?" Tanya Pak Sumi.

"Iya, aku tidak.. (~ah) apa-apa." Jawab Sunandar.

"Kalau begitu.... lanjutkan." Kata Pak Sumi.

"Marie, Kamu tahu, di ruangan itu sekarang kosong. Tidak ada lagi anak-anak seusia kamu disana, yah Aku rindu kalian semua." Kata Sunandar.

Marie lagi-lagi hanya mengangguk. Namun, Pak Sumi mencolek pelan perut Marie, seakan memberi tanda. Marie melihat Pak Sumi dan anak itu mengingat 50 kata. Marie tahu apa yang diinginkan ayahnya itu. Dia ingin Marie memancing terus Sunandar berbicara.

"A-apa ka-ka, tu...an. baik... ba.. ik sa... ja?" kata Marie lirih.

mendadak tubuh pria tua itu bergetar lagi. Sipir di belakang Sunandar makin awas dengan tingkah laku Sunandar. Kemudian Sunandar menjawab,

"Ya, Aku baik-baik saja. Marie, ada hal yang ingin Aku katakan padamu."

"A..pa i.. tu, tu...an?" Kata Marie sembari melihat mata Sunandar.

"KENAPA KAMU TIDAK MATI MARIE!!!!!" Kata Sunandar mendadak.

Dengan cepat, Sunandar beranjak dari tempat duduknya dan berusaha menggapai Marie.

Marie kaget ketakutan. Bu Rati refleks melindungi Marie. Pak Sumi yang marah langsung mengarahkan Pistolnya tepat ke kening Sunandar. Pun Sipir dengan sigap memegang badan Sunandar yang akan 'menyosor' Marie. Semua itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Sunandar berhenti.

Badan Marie bergetar hebat karena ketakutan. Ia tidak bisa menangis keras karena masih terasa sakit. Seisi ruangan saat ini digaduhkan dengan perilaku Sunandar yang impulsif. Akhirnya Sunandar harus beranjak dari tempat duduknya. Mereka berempat berdiri.

"Baik, Saya rasa sudah cukup. Silakan menikmati waktu 4 harimu sebelum anda mati." Kata Pak Sumi dingin setelah ia mendapatkan kendali tubuhnya kembali.

Hampir saja Pak Sumi menembak kepala orang itu di tempat. Untung saja Bu Rati selain menenangkan Marie juga menenangkan suaminya. Kemudian mereka bertiga berlalu, Marie digendong Bu Rati dan Pak Sumi yang mendorong kursi roda Marie. Beberapa jengkal langkah mereka meninggalkan kursi itu, Sunandar berteriak,

"Marie, sepuluh tahun bersamaku, Aku harap Aku bisa membunuhmu seperti yang lain. Karena Kamu favoritku, Aku sengaja menjadikanmu yang terakhir sampai Aku bisa, bisa, ah!" Kata Sunandar.

Sunandar tidak bisa menyelesaikan perkataannya, karena tubuhnya lagi-lagi bergetar.

(1) semringah: berseri-seri; segar

(2) ilustrasi kursi: http://www.ditjenpas.go.id/tingkatkan-pelayanan-ruang-kunjungan-lapas-bekasi-kini-ber-ac; sedang ruangannya adalah ruangan dengan banyak jendela dan pintu, tanpa AC.

Cloud_Rain_0396creators' thoughts