1 Prolog

"Terimakasih sayang. Seperti biasa, kamu sangat hebat," ucap seorang laki-laki pada wanita yang ada di sebelahnya. Napas keduanya masih terdengar memburu. Tangannya yang jahil mengusap punggung polos kekasihnya itu. Peluh di tubuh seksinya membuat wanita itu tampak memesona.

Mereka baru saja menghabiskan kegiatan yang panas bersama. Berbagi kehangatan di atas ranjang yang kini tampak berantakan karena ulah keduanya. Layaknya seperti sebuah keharusan untuk setiap pasangan.

"Sekali lagi, ya?" pintanya dengan mata memohon. Hasrat yang ada dalam dirinya belum tuntas sepenuhnya. Dia masih ingin merasakan tubuh indah dan menggoda milik kekasihnya.

Tapi tampaknya, wanita itu sama sekali tidak memedulikan ucapannya. Dia hanya bergeming sambil menatap langit-langit kamar dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Menepis kasar tangan sang kekasih yang kembali meraba dan mulai menyentuh kembali tubuhnya.

Mendengus kasar dan lebih memilih untuk beranjak dengan tubuh telanjangnya. Mengambil pakaian yang dilempar sembarang oleh laki-laki itu.

Tanpa malu, dia mengenakan pakaian miliknya dan melangkah menuju meja kerja dengan sebuah laptop yang masih belum dimatikan. Tidak memedulikan sang kekasih yang saat ini menggerutu kesal karena wanitanya lebih memilih pekerjaan dibanding dia.

"Adel, ayolah! Aku masih merindukanmu," ucapnya dengan nada yang sarat penuh kegusaran. Terduduk di tepi ranjang sambil menatap Adelia. Baru beberapa saat berlalu mereka selesai beradu peluh, kini dia sudah kembali merindukan tubuh wanita itu. Ingin kembali merasakan puncak kenikmatan bersama sang kekasih.

Tapi sekali lagi, Adelia tidak peduli. Dia terlihat fokus dengan laptop di depannya. Kesepuluh jarinya menari-nari di atas keyboard dengan mata yang terus mengamati layar. Takut jika salah tulis satu hurup atau kalimat. Karena satu kesalahan saja, bisa membuat susuan kalimatnya menjadi berantakan, hingga berakibat fatal.

"Kamu bisa pergi sekarang, Jun!" usirnya tanpa mau menatap sang kekasih sama sekali.

Terlihat raut tak suka di wajah Arjun. Selalu begini. Adelia tidak pernah menganggapnya sebagai kekasih. Wanita itu seperti hanya memanfaatkannya saja untuk fantasi liar yang ditulisnya melalui kata-kata.

Seolah apa yang baru terjadi sama sekali tidak berkesan untuknya. Hanya menyalurkan hasratnya saja. Adelia terlampau dingin dan menggairahkan disaat yang bersamaan. Sayang, dia dibutuhkan hanya untuk objek penulisan karya kekasihnya. Tidak lebih.

Padahal, Arjun langsung menyempatkan diri untuk datang ke apartemen kekasihnya begitu dia pulang dari luar kota. Tapi, apa yang dia dapat sekarang? Mereka hanya melakukannya sekali dan dia masih belum puas. Adelia terlalu sayang dengan pekerjaannya.

"Apa pentingnya semua itu, jika kamu bisa mempraktekkannnya langsung denganku?" tanya Arjun dengan nada lelah.

Suara ketikan jari jemari Adelia terhenti. Ditatapnya tajam sang kekasih. Kedua matanya menyipit. Tidak suka dengan perkataan Arjun yang selalu mengaturnya. Ini semua pekerjaannya, dan Adelia menyukainya.

Meski laki-laki itu adalah kekasihnya, dia tidak berhak sekalipun untuk ikut campur dengan apa yang dilakukannya. Apalagi mengomentari tentang pekerjaannya. Walaupun mau tak mau Adelia harus mengakui kalau pekerjaannya cukup riskan dan tidak patut diberitakan. Tapi dari sinilah dia mencari bisa mencari uang.

Menulis. Dia hidup dari untaian kata yang tertulis dan tersusun rapi. Menampilkan sebuah cerita berisi narasi dan dialog yang layak dibaca.

Ya, Adelia adalah seorang penulis novel, lebih tepatnya dia seorang penulis novel dewasa. Penulis lepas yang selalu dikejar deadline. Wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu menggeluti dunia kepenulisan selama lima tahun terakhir. Adelia beralih profesi menjadi seorang penulis dari seorang karyawan perusahaan yang bangkrut.

Berawal karena rasa terpaksa, yang lambat laun menjadi sebuah hobi dan tanpa sadar menghasilkan pundi-pundi rupiah. Menjeratnya hingga tidak bisa melepaskan diri. Tapi Adelia sangat menikmatinya.

Wanita itu menyukai keindahan. Baik barang bernilai ataupun kata-kata manis, bukan alay atau lebay pastinya. Dia menyukai saat komentar-komentar penggemarnya memenuhi halaman cerita miliknya. Tersenyum saat para pembacanya ikut terhanyut dalam cerita yang dia buat. Dan sekarang, Arjun malah mempertanyakan pekerjaannya?

"Kamu sudah tahu kalau menulis adalah bagian hidupku. Tidak ada yang lebih penting dari itu termasuk kamu. Jika kamu bosan, carilah wanita yang siap mengangkang setiap detik untukmu," ujar Adelia dengan kalimat menusuk.

Arjun menelan ludahnya kasar. Ucapan kekasihnya bukan main-main. Adelia sedang marah, dan itu karena dirinya.

Dengan ragu, Arjun mulai beranjak dari ranjang. Dia memakai kembali baju miliknya. Berjalan pelan menghampiri Adelia.

Inilah nasibnya sebagai kekasih seorang penulis yang lebih mencintai tulisan dan tokoh dalam khayalannya saja. Yang tentunya sama sekali tidak nyata.

Tapi Arjun terlanjur sangat mencintai Adelia. Bagaimanapun kasarnya Adelia, dia tetap menyayangi wanita itu. Dia rela diduakan oleh benda tak bernyawa. Ya setidaknya, Adelia tidak mencari laki-laki lain, itu sudah cukup baginya.

"Maafkan aku, aku hanya lelah. Kalau begitu, aku pergi dulu," pamitnya.

Wajah Arjun perlahan mendekat, mencium kening Adelia dengan sayang. Mengambil kembali jaket yang tersampir di sofa. Berjalan keluar dari apartemen kekasihnya.

Sementara Adelia tergugu ditempat. Matanya terpejam sejenak. Bersandar di kursi belakang. Moodnya menjadi buruk seketika karena ucapan Arjun yang memenuhi kepalanya.

Adelia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia harus update cerita beberapa jam lagi. Dengan sedikit mengentak kesal, kakinya melangkah menuju dapur. Mengambil segelas air panas dan menyeduh kopi hitam yang akan menemani malamnya.

Setelah selasai, Adelia kembali menuju kamarnya. Duduk berhadapan dengan laptop miliknya. Kembali sibuk merangkai untaian kata demi kata hingga menjadi kalimat yang bisa memukau pembaca. Tapi, gara-gara mood-nya yang jelek, tulisannya menjadi kacau. Semuanya berantakan.

Adelia hanya bisa mengerjakan setengah dari target yang dia tulis setiap harinya. Jengah. Dia sedikit menggebrak meja demi melampiaskan semua luapan emosinya. Terlalu kesal, atau senang, membuat konsentrasinya dalam menulis menulis menjadi pecah. Tak terarah.

Tapi, saat dirinya hendak kembali menulis, sebuah notifikasi muncul dilayar monitor. Membuat Adelia menghentikan tangannya dari keyboard. Penasaran dengan notifikasi tersebut. Tangannya kemudian bergerak meng-klik dan membaca sebuah pesan di sana. Ternyata itu dari penggemar setianya.

"M."

Entahlah, hanya satu huruf itu yang terpajang di beranda pesannya. Dan lagi-lagi, datang dari orang yang sama. Membuat Adelia bertanya-tanya, siapa orang itu sebenarnya? Dia sangat penasaran. Tidak ada indentitas asli dan informasi pasti di beranda profilnya. Fotonya pun, hanya bertuliskan huruf 'M' seperti nama penggunanya. M, misterius.

Orang yang tidak diketahui siapa itu selalu mengirimi Adelia pesan berupa pujian tentang karya-karyanya atau komentar-komentar nyeleneh seperti, apa kabar kakak cantik, ditunggu up-nya, yang diakhiri oleh emoticon love. Dan itu, terdengar menggelikan di telinga Adelia.

Tapi, dia selalu menghargai setiap penggemarnya. Orang itu adalah penggemar pertama dan penggemar paling aktif yang selalu mengobarkan semangatnya untuk menulis. Membalikkan mood-nya yang buruk, menjadi bagus kembali. Seperti sekarang.

Siapapun itu, Adelia merasa senang sekarang. Jari-jarinya, tak urung menekan tombol balas di kolom komentar itu. Menyapa sang penggemar dengan ucapan terima kasih.

"Siapa dia?"

avataravatar
Next chapter