14 Pertemuan dengan Calon Pasangan

"Aleena!" panggilan seseorang berhasil mengundang pandangan Aleena. Gadis yang tengah berada diluar kelasnya pun sontak menoleh menatap kearah sumber suara.

"Kak Vino!" ucap Aleena seraya tersenyum saat melihat Vino yang tengah berlari mendekat padanya. Paras tampannya sungguh membuat Aleena terpaku disana.

"Maaf ya, aku baru selesai ulangan." ucap Vino memasang muka memelasnya. Ia benar- benar merasa bersalah setelah mendengar apa yang terjadi pada Aleena saat menunggunya. Dan yang lebih parah, Vino terlambat untuk menolongnya.

"Iya, nggak papa kok." jawab Aleena seraya menatap manik Vino dengan lekatnya.

"Oiya, aku denger tadi kamu dibully sama Audrey, kamu nggak papa?" tanya Vino seraya menatap dengan penuh khawatir. Matanya pun bergerak menatap Aleena dari ujung kaki sampai rambut memastikan keadaannya.

"Aku nggak papa," jawab Aleena seraya menyungging senyum manisnya. Senyum yang berhasil membuat siapapun luluh disana. Sungguh beruntung Vino karena bisa dekat dengan perempuan bak bidadari seperti Aleena.

Hati Vino merasa tak karuan ditempatnya. Ia benar- benar terhipnotis oleh paras ayunya. Dan dengan tatapan intensnya, Vino semakin salah tingkah dibuatnya.

"U- udah makan belum?" tanya Vino sembari menetralisir degupan jantungnya. Tangannya pun sedikit gemetar saat terangkat untuk mengusap wajah paraunya.

"Belum sempet, Kak." jawab Aleena seraya memanyunkan bibirnya. Jujur saja, Aleena benar- benar kelaparan sekarang.

"Yaudah, ikut aku yuk!" ajak Vino sambil menarik tangan Aleena. Langkahnya terayun sedikit cepat hingga Aleena harus berlari karena mengikutinya.

"Eh, Kemana Kak?" tanya Aleena seraya terus berlari mengikuti Vino yang dengan tampannya menyungging tawa.

"Udah ikut aja!" ucap Vino terus melangkah menuju taman belakang sekolah. Tempat paling sejuk dan ternyaman se- SMA Garuda.

Manik Aleena sedikit kebingunan saat Vino membawanya kesana. Tak ada apapun disana. Bahkan tak ada seorang pun yang berada disana. Aleena mengira akan ada suatu hal romantis yang telah disiapkannya, namun realitanya sama sekali tak ada. Mau apa dia? tanya Aleena dalam hatinya.

"Sorry ya, gue nggak sempet nyiapin apa- apa," ucap Vino seraya menggaruk tengkuk yang tak gatal. Kenapa aku bawa dia kesini sih? batin Vino merutuki kebodohannya.

"Kita ngapain kesini?" tanya Aleena akhirnya buka suara. Maniknya berputar menatap sekitar yang hanya ada bangku taman dibawah pohon rindang. Maniknya mulai menatap seolah menginginkan jawaban saat itu juga.

Vino semakin kikuk ditempatnya. Sebuah kebodohan saat ia menarik tangan perempuan tanpa ada apapun yang disiapkan. Bukankah ia tadi bertanya tentang makan? Lalu kenapa Vino malah menariknya menuju taman belakang? Bodoh!

"Ma- maaf, aku grogi kalau deket kamu, jadi aku bingung mau ngajak kamu kemana." ucap Vino dengan nada lirihnya. Ia berharap Aleena tak dapat mendengar apapun yang dilakukannya. Karena ia akan sangat malu disana.

Namun siapa sangka, lirih ucapan Vino masih mampu didengar Aleena. Gadis itu kini tersenyum bahagia karena pengakuan seseorang yang akhir- akhir ini berhasil mengisi hatinya.

"Kakak lucu banget, sih!" ucap Aleena seraya mengacak gemas rambut Vino yang lebih tinggi darinya. Kaki Aleena pun berjinjit hanya untuk menggapai kepalanya.

"Aleena, rambutku jadi berantakan!" protes Vino seraya menghentikan aksi nakal tangan Aleena. Maniknya pun tampak menatap jengkel dengan tangan merapikan kembali rambut kebanggaannya. Tingkahnya benar- benar membuat Aleena kian terbang disana.

Manik Aleena terus menatap intens kearah Vino yang tengah fokus membenarkan tatanan rambut dengan satu tangannya. Sedangkan satu tangan lagi digunakan untuk mencekal tangan Aleena. Benar- benar tampan. Tatapan Aleena kian dalam sampai akhirnya..

Deg!

Manik mereka bertemu. Netra milik Vino juga menatapnya. Tatapan yang diharapkan Aleena kini didapatkannya. Manik teduh yang membuat siapapun pasti merindukannya.

Namun sedetik kemudian, tawa pun pecah diantara mereka. Hanya karena saling tatap mereka sudah tertawa seolah sudah mengerti isi pikiran lainnya. Manik mereka sama- sama menyipit karena tawa. Mereka sudah terlihat seperti pasangan bahagia jika orang lain menatapnya.

Orang yang tak sengaja berlalu itu menghentikan langkahnya kala melihat interaksi diantara Vino dan Aleena. Maniknya menatap dengan tatapan sulit diartikan. Rautnya yang dingin seolah menahan rasa yang ingin sekali diluapkan.

"Pembalasan apalagi yang bisa buat senyum lo luntur, Aleena?" ucap Mikael saat netranya dengan fokus menatap mereka. Namun itu tak berlangsung lama, karena ia telah merasa jengah dengan tawa yang terdengar mengerikan di telinganya dari mereka.

*

Bel pulang sekolah telah berbunyi nyaring. Semua siswa kompak membereskan alat tulis untuk segera pulang ke rumah masing- masing. Sama halnya dengan Aleena.

Gadis cantik itu kini tengah membereskan peralatan tulis dengan senyum yang belum juga pudar. Senyum yang berhasil bertahan dengan waktu terlama sejak ia hadir di SMA Garuda.

"Lo kenapa?" tanya Rangga saat ia menatap Aleena.

"Nggak papa, duluan ya!" jawab Aleena masih dengan senyum manisnya. Kakinya perlahan mengayun dengan riang keluar dari sana. Manik Rangga kian bertanya. Dia kenapa?

Aleena mengayunkan kakinya menuju tempat parkir yang sudah dikatakan Mikael padanya. Dari jauh ia sudah dapat melihat motor 250cc kesayangannya berada disana. Beruntunglah Mikael tak berbohong tentang keberadaan motornya.

Aleena langsung mengemudikan motor menuju rumah dengan santainya. Hari ini adalah terburuk sekaligus terindah dalam hidupnya. Hari dimana ia mendapatkan kembali bullying oleh kakak kelasnya namun berhasil mendapat pereda saat ia tahu orang yang disukainya tengah menyimpan rasa yang sama.

Motor Aleena terus melaju membelah jalanan ibukota. Ia berkendara dengan hati- hati sampai rumah megah kembali menyapa. Rumah yang bukan lagi menjadi tempat beristirahat walau lelah menyapa. Tapi mau bagaimana lagi, ia masih membutuhkannya.

Aleena memarkirkan motornya di garasi rumah. Tangannya mulai bergerak melepas helm yang melindungi kepala. Kakinya pun perlahan mengayun untuk masuk kedalam rumah.

Namun ada sesuatu yang berhasil mengundang perhatiannya. Maniknya menatap mobil silver tengah terparkir dengan rapi di garasinya. Ayah? tanya Aleena dalam hati.

Kakinya pun mulai melanjutkan langkah yang sempat tertunda.

Krieet!

Suara terbukanya pintu terdengar nyaring disana. Tak ada siapa- siapa. Kemana mereka?

Aleena mulai menjelajahi rumah mencari keberadaan orang tuanya. Namun suara bariton kembali menghentikan langkahnya.

"Aleena!" panggil Surya pada anaknya. Maniknya menatap tajam seperti ada suatu hal yang penting yang akan disampaikannya.

Aleena menatap Surya dengan tatapan penuh tanda tanya. Ayah dan ibunya kini sedang berdiri di tangga seolah ingin menghakiminya.

"Buruan siap- siap! Jam 6 nanti kita ada janji akan malam dengan keluarga calon suami kamu!" ucap Surya dengan nada memerintahnya. Tatapannya pun sangatlah dingin seolah tak ingin tahu isi hati anaknya.

Mendengar itu, mata Aleena seketika membola. Baru sehari ia merasakan bahagia, namun masalah kembali menghantamnya. Kapal Aleena kini harus karam pada kakak kelasnya. Takdir tak akan mampu menyatukan mereka jika sang ayah sudah memaksa.

Langkah Surya kembali terayun meninggalkan sang istri dan anak yang hanya termenung. Ia pergi seolah tak ada sedikit beban pada hatinya.

Tak terasa setetes air mata jatuh dari pelupuk mata. Aleena yang biasa membela kebebasan kini harus menyerah. Tak ada gunanya pembelaan, semua telah berakhir sekarang.

Varah melangkahkan kakinya mendekat pada Aleena. Maniknya menatap iba pada sang anak yang menderita karena suaminya. Namun ia bisa apa, semua keputusan sudah diambil oleh Surya.

"Gaunnya sudah Mama siapkan di kamar, jangan lupa dandan, ya!" ucap Varah berusaha mengukir senyum dibibirnya. Langkahnya pun perlahan mengayun pergi meninggalkan Aleena.

Gadis itu langsung berlari masuk menuju kamarnya. Ia membanting pintu dengan kencang seolah mengisyaratkan kekecewaannya. Namun pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sebuah gaun dibawah lutut dengan sedikit manik mutiara. Begitu indah hingga ia yakin pasti mahal harganya.

"Ya, inilah takdirku!" ucap Aleena seraya menatap nanar gaun dihadapannya.

Jam telah menunjuk pukul 5.30 petang. Sudah saatnya untuk Surya dan keluarga menghadiri acara untuk Aleena.

Surya, Varah, dan Aleena kini berada dalam satu mobil yang sama. Tak ada sedikit pun percakapan diantara mereka. Ketiganya hanya diam dengan pikirannya.

Mobil Surya kini mulai memasuki parkiran sebuah Restoran bertemakan Jepang. Satu- persatu dari mereka kompak turun untuk berjalan beriringan. Jujur saja, Aleena sangatlah penasaran, siapa lelaki yang berhasil membuat ayahnya kekeh untuk menjodohkannya.

"Selamat malam, Pak Surya!" sapa seorang pria paruh baya pada ayah Aleena. Pakaiannya sangatlah rapi hingga sangatlah terlihat ia kaya raya.

Namun bukan itu yang menjadi arah pandang Aleena. Melainkan seorang lelaki yang tengah duduk diam disamping orang yang menyapa ayahnya. Dia?

"Kak Vino?"

avataravatar
Next chapter