webnovel

There is a feeling

"Ku lihat akhir-akhir ini kau banyak melamun?" tanya Josh menghampiri.

"Hmm? Tidak, aku hanya sedang malas melakukan apapun. Bukankah sudah waktunya aku istirahat?" Rose memeriksa jam dan bergegas ke belakang untuk mengambil tasnya meninggalkan Jaehyun yang menatapnya bingung.

Rose melangkahkan kakinya menuju toko buku karena ada sebuah buku yang ingin Ia beli. Setelah mendapatkan apa yang di inginkan, Rose berniat untuk berjalan-jalan sebentar, biasanya Ia akan menghabiskan waktu istirahatnya dengan hanya menonton drama di ponselnya atau memakan makan siangnya, tapi kali ini Rose sedang tak berselera untuk makan.

Mendudukan dirinya di sebuah kursi taman yang menghadap sebuah hotel mewah berbintang lima, memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang memasuki hotel tersebut, bahkan melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana saja Rose tak pernah. Ah masa bodoh dengan itu, sebaiknya Ia menghabiskan waktuny dengan membaca buku yang baru saja Ia beli.

Namun baru saja mengeluarkan buku dari kantong kertas berwarna coklat di tangannya, pandangannya teralihkan pada mobil hitam yang baru saja tiba di depan hotel, seorang pria dan wanita keluar dari kursi belakang.

Melisa? Wanita itu mirip sekali dengan Melisa, kekasih Tuan Julian yang beberapa kali Ia temui, dapat Rose lihat seorang pria merangkul pinggangnya tanpa canggung, namun sosok pria itu tidak begitu jelas dan tak nampak seperti Tuan Julian. Lagipula jikapun memang itu Julian, lalu apa masalahnya untuk Rose, Ia berusaha mengalihkan pikirannya dengan mulai membaca bukunya, tapi lagi-lagi Rose terus memikirkan pria itu.

Tangannya bergerak meraih ponsel, lalu Ia ketikan nama Julian di daftar nomor telepon. Hatinya tergerak untuk mencoba menghubungi nomor itu, tapi jari-jarinya masih mencoba untuk menahannya.

Rose dibuat gelisah, apakah Ia harus menelpon seorang pria yang sedang bersama kekasihnya, bukankah itu terlalu berani, tapi bagaimana jika pria itu bukan Julian, tanpa sadar Ia sudah menelpon pria itu.

'Halo??'

Rose tersadar dirinya sudah menghubungi Julian, namun hatinya menciut untuk bicara padanya.

'Aku tahu ini kau..' mata Rose membulat, apakah yang Julian maksudkan adalah dirinya.

'Aku sedang bekerja sayang, apa ada hal penting yang ingin kau katakan?'

Bekerja? Rose menyadari jika pria yang bersama Melisa bukanlah Julian.

"Jadi kau sedang bekerja?"

'Ya, aku sedang menyelesaikan pekerjaanku? Apa kau merindukanku?'

"Jangan terlalu percaya diri, aku menelponmu karena melihat kekasihmu pergi ke hotel bersama seorang pria."

'Kekasihku?'

"Ya, bukankah Melisa kekasihmu, kau pikir siapa lagi?"

'Dia pergi ke hotel bersama seorang pria?'

"Apa aku harus mengatakannya berkali-kali padamu?"

'Kau benar-benar tidak salah lihat?'

"Sudahlah jika kau tak percaya."

'Tunggu, dimana kau sekarang?"

"Hotel dekat restoran."

'Tunggu, aku akan datang ke sana.'

Julian mematikan sambungan teleponnya. Tapi mengapa Julian memintanya untuk menunggu? Dia tidak ada hubungannya dengan ini.

Tak menunggu lama, Julian sampai di tempat Rose menunggu.

"Pergilah sendiri, niatku hanyalah memberitahumu saja, kau bisa memeriksanya sendiri."

"Tidak, kau juga harus ikut denganku."

"Kenapa??"

Belum Julian menjawab, pria itu sudah menarik tangan Rose untuk masuk ke mobil dengannya.

"Kita akan kemana?"

"Ikut saja."

Julian meminta Rose untuk ikut dengannya mencari kamar dimana Melisa berada, tampaknya Julian tahu atas nama siapa wanita itu memesan kamar. Hingga keduanya sampai di depan sebuah pintu kamar hotel, Julian bersender pada tembok lalu mengetuk pintu.

"Kau? Apa yang kau lakukan di sini? Aku tidak memesan makanan," tanya Melisa yang melihat kehadiran Rose di depan pintu.

Rose masih mematung, Ia sebenarnya tak mau ikut campur, tapi Ia justru berdiri di depan pintu dengan sangat berani.

"Siapa?" tanya seorang pria dari dalam, lalu menampakan wajahnya dari bahu wanita itu.

"Kau memesan sesuatu?"

"Tidak." jawab si pria.

"Apa yang kau lakukan di sini bersamanya, Melisa?" suara berat itu mengejutkan Melisa. Ia tidak menyadari jika Julian sudah berada di sana sejak tadi, hanya saja posisinya yang menyender di samping pintu membuatnya tidak terlihat.

"Julian?? M-mengapa kau ada di sini?"

Dapat keduanya lihat wajah Melisa yang begitu panik.

"Sepertinya kita salah kamar," ujarnya pada Rose lalu menggenggam tangannya membuat Rose membulatkan matanya.

"Salah kamar?? A-apa maksudmu??" tanya Melisa yang mengira jika Julian sengaja datang ke hotel bersama wanita barunya.

"Kami hendak bersenang-senang, sama sepertimu," ujar Julian santai.

"Kau pergi bersama wanita ini?"

"Melisa! Apa yang kau pikirkan? Kau belum menyelesaikan urusanmu dengannya?!" pria di sampingnya tampak kesal.

"Wanita jalang!" Melisa hendak menyerang Rose karena cemburu, tetapi dengan sigap Julian merengkuh gadis itu untuk melindunginya.

Rose terpojok ke dinding, dengan Julian di hadapannya, pria itu melihat wajah ketakutan Rose dan menyadari telah membuat Rose berada dalam masalah.

"Rose, maafkan aku.." lirihnya, lalu tanpa meminta izin terlebih dahulu, Julian mencium bibir Rose di hadapan kedua orang itu.

A-apa yang kalian lakukan??" tanya Melisa geram.

Sedangkan Julian tak memperdulikan Melisa dan masih mencium Rose hingga gadis itu merasa muak padanya, Rose mengira Julian terus saja mempermainkannya. Dengan marah Rose mendorong Julian dan menamparnya.

Plak!

Segera Rose menyingkirkan tangan Julian yang menahannya lalu berlari menuju lift meninggalkan pria itu, Julian masih termangu karena tak menyangka Rose akan menamparnya.

Sementara Rose berlari, beberapa saat kemudian Ia mendengar suara pukulan.

"Dom! Dominic stop!" teriak Melisa.

Rose dapat melihat pria bernama Dominic itu memukul Julian berkali-kali di bagian perut dan juga wajahnya, sedangkan Julian sama sekali tak membalasnya.

Langkahnya terhenti, Ia merasa iba melihat Julian yang babak belur, tetapi untuk apa Ia peduli bukankah Julian hanya memperlakukannya seperti badut bodoh, hanya sebuah lelucon.

"Dominic stop!" Melisa berusaha menarik Dominic untuk berhenti memukuli Julian. Pria itu menghentikan aksinya memukuli Julian dan melepaskannya, sementara Julian bangkit dan berlari untuk mengejar Rose.

*

"Rose! Wait for me!" Julian berusaha mengejar Rose yang mengabaikan panggilannya.

Brug!

Rose menoleh ke belakang dan melihat Julian yang jatuh tersungkur, tapi pria itu tidak gentar dan mencoba untuk bangkit lagi. Melihat Rose yang hanya berdiri di sana, Julian berusaha keras untuk mendekatinya hingga akhirnya Rose membiarkan Julian berdiri tepat di hadapannya.

Plak!

Satu tamparan lagi mendarat di pipi Julian Smith. Dirinya tahu wanita itu ingin protes dengan apa yang Ia lakukan tadi, sehingga Ia biarkan Rose melakukan hal apa saja yang di inginkannya.

"Kau sadar berapa kali kau bersikap kurang ajar padaku? Oh tidak, aku rasa semua adalah karena kesalahanku," geram Rose.

"Rose?"

"Membiarkan diriku di permainkan oleh pria sepertimu, itu adalah kesalahan besar yang telah ku perbuat."

"Rose kau salah paham, aku tidak--"

"Kau masih mencoba mengelak? Kau menjadikan aku alat untuk membuat kekasihmu itu cemburu, bagaimana bisa kau berpikir begitu rendah terhadapku, Julian??" Rose merasa sesak dan mulai menangis, Ia merasa begitu marah pada Julian, juga pada dirinya yang teramat bodoh.

"Maafkan aku, Rose.." tangan Julian terulur untuk ikut menghapus air mata Rose, tapi gadis itu menepisnya dengan kasar.

"Aku membencimu, jangan lagi menampakan diri dihadapanku!" Rose berniat untuk pergi, tetapi Julian menahan tangannya.

"Dengarkan penjelasanku lebih dulu."

"Lepaskan aku!" ucap Rose penuh penekanan yang berarti Ia sama sekali tak membutuhkan penjelasan apapun dari Julian. Mau tak mau Julian melepaskan genggaman tangannya pada Rose.

Rose melenggang pergi, meninggalkan Julian yang begitu menyesal karena telah membuat Rose berpikir jika Ia hanya menjadikan gadis itu alat untuk membuat Melisa cemburu. Pada awalnya itu yang terjadi, tapi Ia mencium Rose bukan semata karena berniat membuat Melisa cemburu, Julian melakukan itu demi menunjukan rasa sayangnya yang tiba-tiba muncul ketika melihat gadis itu ketakutan.

Namun tampaknya akan sulit menjelaskan hal itu pada Rose membayangkan setiap kali bertemu Julian selalu saja membuat gadis itu kesal kepadanya. Ia sengaja tak mengejar Rose demi memberikan ruang pada Rose untuk menenangkan diri.

***