2 Bertemu Mantan Gebetan

"Hai, udah lama gak ketemu?"

Gerakkan Tara saat mau mengambil kue ke piring terhenti begitu saja, dia mendengar suara yang sepertinya tidak asing baginya.

Beberpa saat terdiam dan menyadari kalau yang telah mengatakan itu pastilah Beni, orang yang pernah merebut hatinya semasa Sekolah menengah atas.

Enggan sekali Tara menengok, rasa malu dan tak enak membuat dia berat menengok ke sosok itu, tetapi dia sudah tertangkap basah sekarang dan memberanikan diri melihat pria itu.

Seulas senyum terbit di wajah Beni. Tara seketika lemas dan tak bertenaga, reaksi ini selalu dia rasakan jika berhadapan dengan orang yang dia suka, meskipun Beni tak membalas rasa itu, tetapi dia tetap saja menyukainya, hingga kini rasa itu masih sama dan tak hilang oleh waktu.

Pria itu mengulurkan tangannya, dia mengajak Tara untuk bersalaman.

Tangan Tara mendadak dingin dan dia membalas uluran tangan pria itu.

"Sudah lama gak ketemu, dan aku tahu kamu pasti ada di  sini, kan, teman kamu cuma si Hani aja."

Nada dari kata-kata yang diucapkan oleh Beni memang terkesan tak enak didengar, tetapi Tara menganggapnya angin lalu saja karena Beni memang orang yang cukup sinis menanggapi sesuatu di luar lingkaran pertemanannya.

Beni belum melepas jabatan tangannya dan dia merasa senang dalam hati karena telapak tangan Tara begitu dingin, sedangkan di dalam gedung ini udaranya justru tak begitu sejuk saking terlalu banyak orang.

Beni sadar kalau kehadirannya ini benar-benar diharapkan oleh Tara yang telah memendam rasa kepadanya sejak dulu.

Beni melihat ke sekeliling dan tak menemukan penjaga yang selalu menguntit gerak-gerik Tara, dia pikir kali ini dia bebas berdua saja dengan wanita yang tak dia sangka menjelma menjadi wanita cantik dengan tubuh yang mulus dan kulit bersih. Jauh seperti Tara di masa sekolah menengah, dia dulu sangat dekil dan tak memperhatikan penampilan bahkan dari kebersihan kuku saja tidak dia perhatikan  dengan baik.

"Kita makan bareng, yuk?" ajak Beni, dia bersemangat sekali smpai tak sadar melepas jabatan tangannya dan beralih merangkul punggung Tara yang dilapisi kain tipis.

Tara merasa tak nyaman diperlakukan terlalu dekat, dia berusaha menghindar tetapi gerakkan Beni sangatlah kuat. Dia tetap mempertahankan posisi untuk terus menempel pada Tara.

Mau tak mau wanita itu menurutinya dan melanjutkan kegiatannya mengambil beberapa kue yang dia suka masuk ke piring, sudah ada tiga macam kue di sana, dan semuanya coklat dengan whipping cream yang menghias di atasnya.

Tiba-tiba Beni menahan gerakkan Tara dan membuat wanita itu meletakkan sendok untuk mengambil kue.

Tara menengok ke arah Beni, dan bertanya, "Ada apa?"

"Jangan makan banyak, kamu bisa gemuk lagi. Nanti kamu balik lagi kayak dulu jaman SMA, padahal kamu sekarang sudah berubah banget."

Tara mengerenyit, dia sama sekali tak nyaman dengan kelakuan Beni yang melarangnya mengambil kue yang dia mau.

"Makan sehari banyaak kayak gini, gak akan bikin aku naik sepuluh kilo, dan kalaupun aku gemuk, itu bukan hal yang buruk, aku bisa olahraga dan melakukan diet sehat kalau apa yang kumakan hari ini berakibat penaikan beraat badan secara signifikan." Tara membela diri dan dia berusaha mengambil lagi kue yang dia inginkan sejak tadi, karena kue itu sudah hampir habis dan belum juga diisi ulang oleh pelayan.

Beni yang suka mengatur, tak suka jika orang yang sudah dia pilih jadi temannya ini melawannya. Dia malah mengalihkan perhatian Tara dengan menggiringnya ke depan, dan mempersilakan orang lain mengambil  kue yang diincar Tara.

Inginnya marah, tetapi Tara segera menutup mulutnya dan berdiam diri, ini bukanlah pestanya, ini pernikahan Hani dan dia tak mau sampai wanita itu kesal akan kekacauan yang terjadi jika dia nekad marah dengan Beni.

Beni juga merasa menang, dia bisa menekan Tara bahkan saat mereka baru pertama kali bertemu setelah Tara memutuskan untuk menjauh darinya setelah ditolak cintanya mentah-mentah oleh Beni, karena dia memutuskan merobek kertas yang diberikan Tara, kertas bertuliskan isi perasaan wanita itu.

Beni beralasan kalau Bimo adalah dalang dari semua penolakannya, makanya Tara bukannya malah marah kepadanya, dia malah menjadi malu dan sungkan. Setidaknya hal ini sudah menyelamatkan Beni yang memang tak menyukai fisik Tara semasa SMA, dia memang berisi dahulu, dan sekarang sudah langsing, sangat jauh berbeda, dan dia menyukainya.

Beni menggiring Tara hingga mereka ada di ujung, dia tak melihat banyak orang dan bisa berbincang dengan wanita itu berdua saja.

Tara menikmati kuenya dengan sangat gugup dan bercampur rasa kesal yang belum usai, dia tak menyangka kalau Beni masih saja bersikap keras.

"Maaf, ya, aku gak sengaja ngelarang kamu tadi. Aku cuma khawatir sama kesehatan kamu. Aku senang saat melihat kamu sekarang. Aku tadinya gak kenal malah, dan setelah mendengar Hani memanggil nama kamu dengan heboh tadi, aku jadi sadar kalau kamu Tara yang kukenal."

Kue yang dikunyah Tara mendadak mirip seperti karet yang tebal. Tak bisa dikunyah dan tak enak juga rasanya, makanan enak yang dia kunyah jadi hambar.

Apalagi saat Beni menyentuh dagunya dan menaikkannya agar wanita itu bisa menatap matanya dengan jelas.

"Aku mau tanya, apa perasaan kamu masih sama seperti dulu, tatap mata aku Tara."

Jantung Tara bertalu kencang sekali, bahkan dia takut sekarang benda itu akan meledak saking terkejutnya sekaligus tak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Beni serta perubahan sikap pria itu yang jadi agresif kepadanya.

Beberapa tahun ke belakang, saat dia masih dalam proses diet, Beni enggan sekali disapa, apalagi menyapanya duluan, itu adalah hal mustahil yang tak mungkin terjadi kepadanya jika kedapatan bertemu dalam suatu acara.

Sekarang pria itu juga bersikap aneh kepadanya.

Tara sudah enggan melanjutkan makannya lagi dan dia mau pergi menghindar saja dibanding dihina oleh Benny tentang masa lalau atau apapun itu yang berkaitan di jaman dia dan ditaksir oleh Tara.

"Aku permisi dulu, mau ganti menu dulu, ya." Dia mencoba menghindar dan Beni juga berusaha menahan pergerakkannya.

Beni malah terkesan menghalangi jalan Tara dan dia baru bisa menghentikannya ketika merasakan ada yang basah di kemejanya bagian belakang.

"Astaga." Beni merasakan dingin di bagian punggungnya dan dia langsung berbaliik untuk melihat ke arah belakang siapa yang sudah menyiramnya dengan air dingin tersebut.

Tarra lebih dulu melihatnya tapi entah mengapa kehadirannya kali ini membuat dia punya kesempatan untuk pergi dari Beni.

"Bimo? Ngapain lo nyiram gue?" tanya Beni.

Bimo menepuk-nepuk pipi Beni dan berkata, "Udahlah, jangan lo coba-coba deketin orang yang bukan buat lo!"

Bimo pergi dengan senyum yang juga menghilang dari wajahnya.

avataravatar
Next chapter