1 Part. 1

Author POV.

Hiruk-pikuk malam kota Jakarta menandakan betapa sibuknya ibu kota Indonesia itu dengan segala aktivitas warganya.

Begitu juga dengan Riri gadis cantik berdarah blasteran indonesia-italia itu masih saja berkerja walaupun jam sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi.

Suara dering ponselnya menggalihkan pandangan Riri dari semua tumpukan kertas bergambar disen baju tahun ini.

Nama Sahabatnya tertera dengan jelas di layar ponselnya ( Elisa ).

"Halo" sapa Riri.

"Ri lu belum pulang ya" berocos Elisa tanpa membalas sapaan Sahabatnya itu.

"Ya elah biasa aja kali Elisa" balas Riri malas.

"Biasa pala lu pitak, ini udah jam setengah satu malam bego" balas Elisa galak.

"Iya...iya ini gua mau pulang, bye" kata Riri Langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa mau mendengarkan balasan dari sahabat bawelnya.

.

.

.

.

.

.

"Ahhh" Riri menghelai nafas lega saat perkerjaan sudah selesai, gadis cantik berdarah blasteran itu merentangkan kedua tangannya sambil melakukan gerakan ke kiri-kanan menghilangkan semua pegal dan kaku karena terlalu lama duduk.

Riri membersihkan mejanya dan merapikan   semua perlengkapannya dan memasukkan kedalam tas Gucci miliknya.

Riri melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul satu malam. Riri berjalan keluar dari gedung perkantorannya dan langkah kearah basmen.

Riri memasuki mobil Avanza-nya dan mengendarai mobilnya di jalan kota Jakarta yang masih ramai di jam satu malam.

Riri mendesah lelah saat ponselnya kembali berdering tapi kali ini bukan nama Sahabatnya yang tertera tapi nama tunangan Joshua.

Riri menekan tombol hijau sebelum menaruh ponselnya di telinganya.

"Halo honey" sapa suara berat di ujung sana lembut membuat Riri tersenyum lebar.

"Iya sayang, ini aku udah jalan pulang kok" balas Riri lembut sambil tersenyum manis.

Tin...tin

"KYAAAA" Riri berteriak keras saat melihat sebuah mobil besar penggangkut barang menabrak keras mobilnya.

"Halo Riri, Riri"

Riri menatap nanar ponselnya yang tergeletak di sampingnya bahkan dia masih dapat mendengar suara kekasihnya yang memanggil namanya berulang-ulang kali.

Tubuhnya terasa mati rasa, semua sendi di tubuhnya seakan-akan ingin terlepas, bahkan pandangan sudah mulai memudar.

Yang Riri lihat hanya sekumpulan orang-orang yang mengerumuninya dan berteriak di sampingnya sebelum kegelapan benar-benar merenggut paksa kesadarannya.

.

.

.

.

.

.

Sedangkan di tempat lain para dayang serta keluarga kerajaan Wei begitu sedih melihat permaisuri mereka yang cantik, lembut serta anggun kini malah terbaring tak berdaya di ranjang dengan wajah cantik yang dulu hangat kini memucat.

"Fei Li aku mohon bertahanlah" kata ibu suri menangis terisak.

Permaisuri Fei hanya tersenyum lembut sambil menghapus air mata ibu suri dengan sisa-sisa tenaga yang ada.

"Jangan menangis ibu suri, aku yakin kita ada bertemu lagi di kehidupan yang lain. Jika di kehidupan yang mendapat aku boleh memilih, aku ingin menjadi putri mu yang sesungguhnya ibu" kata permaisuri Fei membuat tangis ibu suri semakin keras.

Wanita nomor satu di kerajaan Wei itu sekarang semakin tidak menunjukkan sifat lembut dan hangat. Hatinya kacau saat melihat menantu kesayangan terbujur lemah di atas ranjang.

Bahkan putra satu-satunya itu sama sekali tidak mau melihat keadaan istrinya, Hatinya sakit saat tahu putranya lebih memilih untuk bersama dengan selir sayangnya dari pada melihat keadaan istrinya.

"Ibu Ceng Li mohon jangan tinggalkan, Ceng ibu" Isak putra satu-satunya itu.

Permaisuri Fei tersenyum lembut dan menarik tubuh kekar putranya untuk masuk kedalam pelukannya, pelukan terakhirnya.

Putra yang sama sekali tidak di akui oleh suaminya, betapa miris hidup, dia hanya mengharapkan cinta serta kasih sayang dari suaminya tapi sampai menjelang ajalnya pun dia tidak mendapatkan itu dari kaisar Lee.

Permaisuri Fei menutup kedua matanya dan berdoa dengan segenap hati pada dewa.

'aku tidak pernah memohon apapun dari mu dewa, aku hanya ingin memohon satu permintaan sebelum akhir hidup ku, aku mohon kirim kan seseorang untuk melindungi putra ku' pinta permaisuri Fei dengan segenap hati sebelum benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya.

Tabib yu memeriksa keadaan permaisuri dan mengelengkan kepadanya sambil mengucapkan permintaan maaf sambil meneteskan air mata.

"Maafkan hamba ibu suri, permaisuri Fei sudah tiada" katanya sambil menunduk kepadanya dalam-dalam.

Semua orang yang berada di istana bulan menangis keras bahkan para bayang di yang berada di luar pun menangis keras.

Tabib yu menatap sendu wajah cantik permaisuri Fei kepergian begitu meninggalkan luka yang mendalam bagi para penghuni kerajaan Wei yang begitu menyayangi permaisuri Fei.

"Berikan tahukan berita duka ini pada kaisar" perintah ibu suri pada pengawal pribadinya.

"Baik ibu suri" balasnya sembil membungkuk hormat sebelum pergi dari istana bulan.

.

.

.

.

.

.

Sedangkan di jaman lain dan waktu berbeda terlihat para dokter sedang berusaha di meja operasi menyelamatkan Riri.

Sedangkan di luar para anggota keluarga menunggu dengan perasaan was-was termaksud seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik di usianya.

Dua jam mereka menunggu dokter membawa kabar baik untuk mereka, bahkan Delia ibu Riri pun sama sekali tidak tidur menunggu dokter yang berupa menyelamatkan nyawa putrinya.

Lampu ruang operasi berusaha warna biru membuat mereka semua berdiri dari duduknya. Dokter paruh baya berserta dokter muda dan perawatan muda pun keluar dari ruang operasi dengan wajah lelah mereka.

"Kami sudah melakukan sebisa kami, dia memang selamat tapi keadaan masih belum stabil dan dia juga koma" kata dokter frans dokter keluar pribadi haryono.

Delia menangis keras, menangisi nasib putri semata wayangnya, bahkan suaminya dan putranya pun tidak bisa apa-apa.

"Berdoalah untuk keselamatan putri anda, kami juga akan memindahkan putri anda ke ruang rawat, kalian bisa melihatnya di sana.  kami permisi nyonya dan tuan haryono" kata dokter frans lagi.

"Ya Tuhan putri ku, Riri" Isak Delia.

"Tenanglah sayang, putri kita pasti selamat" kata Rian.

"Ayo kita lihat putri keadaan putri kita" kata Rian lagi sambil merangkul bahu bergerak Istrinya.

.

.

.

.

.

.

Pria berseragam itu memasuki kediaman kaisar Lee dengan langkah tegap tapi tidak dengan hatinya wanita yang sangat di kagumi oleh semua rakyat dinasti Ming itu sudah meninggal mereka untuk selamanya.

"Aku ingin bertemu dengan kaisar" kata fail.

"Tunggu kami akan memberi tahu pada kaisar dulu" balas Kasim Han.

Kasim Han memasuki kediaman kaisar dan melihat kaisar sedang memeluk erat tubuh selir Qi, bukan hanya ibu suri yang muak dengan selir Qi tapi juga para kasim serta dayang istana kecuali dayang di kediaman selir Qi sendiri.

Mereka berpikir Karena adanya selir Qi permaisuri Fei tidak di anggap oleh kaisar bahkan putra mahkota sendiri.

"Ya mulia pengawal pribadi ibu suri datang ingin bertemu" kata Kasim Han sambil membungkuk badannya.

"Suruh dia masuk" perintah kaisar Lee.

"Baik yang mulia" balas Kasim Han.

Kasim Han menyuruh masuk, fail kedalam kediaman kaisar Lee.

"Salam yang mulia" kata fail sambil menunduk kepadanya dalam-dalam.

"Ada apa kau datang kemari" kata kaisar Lee.

"Permaisuri Fei sudah tiada kaisar" kata fail lemah.

Kaisar Lee hanya terdiam di tempatnya tidak ada raut sedih sedikit pun di wajahnya.

"Baik lah kau boleh pergi, aku akan kesana nanti" kata kaisar Lee.

Dan di balas anggukan kepala serta hormat dari fail.

"Kau akan kesana yang mulia" kata selir Qi sangat jelas terdengar bahkan dia tidak suka kaisar Lee pergi menemui permaisuri.

'udah mati aja masih cari perhatian kaisar" batinnya kesal.

"Iya selir Qi, aku harus datang jika tidak, suri akan marah" jawab kaisar sambil menatap lembut selir Qi.

"Kau tunggu saja di sini, aku akan kembali dengan cepat" kata kaisar Lee lagi sambil mengecup sekilas bibir tipis selir tersayang.

Selir Qi hanya mengaggukan kepalanya sambil cemberut.

Kaisar Lee memakai jubahnya dan berjalan keluar dari kamarnya kearah kediaman permaisuri.

.........

TBC.

avataravatar
Next chapter