webnovel

Kita saling menjaga diri 4

Chi cemberut mendapati pesan teks dari Rose dan Suzu. Entah sudah berapa kali kedua sahabatnya itu meminta maaf. Seperti yang Chi khawatirkan, keduanya ingkar janji. Benar sajakan. Rose dan Suzu tak kembali ke kosan. Chi harus melewati malam Minggu sendirian.

Dia mendorong pagar kosan dan ruang depan terlihat sepi. Tentu saja, pasti banyak penghuni kos yang pulang atau sekedar nongkrong dengan teman temannya, Sementara Chi, tak punya teman selain dua sahabatnya yang tidak bisa dipercaya itu. Dan sekarang? Ah dia harus tidur sendirian di tiga ranjang yang tersedia. Chi menghela nafas berat dan menghentakkan kaki dengan malas.

Dia menyandarkan punggung di kursi di teras depan kamarnya, dia enggan membuka pintu. Untuk apa? Dia hanya akan sendirian di dalam sana. Bt! Batin Chi kesal sendiri. Haruskah dia pulang kerumahnya? Ah, sama saja, orang tuanya sedang dinas luar kota. Sebagai anak semata wayang bukankah sendiri itu biasa. Tetap saja bukan di bangunan asing seperti ini. Chi melebarkan kedua tangannya. Dia merengut kesal.

"Kau haus?" Sebotol minuman dingin di sodorkan pada Chi. Membuat dia terkejut dan segera meluruskan punggung, membetulkan posisi duduknya.

Chi mengangkat kepala dan mendapati wajah Marco yang tersenyum.

"Greentea with Jasmine?" Tanya Chi. Marco mengangguk.

"Terima kasih" Chi meraih uluran kebaikan dari tangan Marco.

"Biar aku bukakan!" Marco membuka segel tutup dengan telapak tangannya yang kosong, Chi merasa sungkan tapi dia menyerahkan saja botol itu pada Marco, pria itu memutar tutup segel dan menyerahkan kembali pada Chi.

Chi tak langsung membuka minumannya, dia memperhatikan kemasan botol minuman yang dia sukai ini. Rasanya begitu familiar. Dimana dia pernah merasakan minuman ini?

Chi membuka tutup botol dan menghirup aroma segar dari dalam minuman itu, dia merasakan aroma harum yang begitu dirindukan. Dia merindukan semua perasaan ini. Chi menoleh pada Marco dan pria itu masih meneguk minumannya dengan wajah menatap pada kolam di depan sana.

"Aku menyukai minuman ini" ujar Chi meneguk minumannya, Marco tersenyum singkat dan mengangguk, seakan dia mengerti semua tentang Chi.

"Apa kau tidak pulang? Sepertinya kedua temanmu tidak kembali ke sini?" Marco terlihat sedikit menyelidik. Chi mengangguk dengan wajah murung.

"Mereka meninggalkanku sendirian" ujarnya lirih. Membuat Marco tersenyum tipis. Wajah manja yang sama, batin Marco tertawa sendiri.

"Aku juga tidak kemana mana, aku akan menghabiskan weekend di sini, kita bisa menghabiskan malam bersama" ujar Marco mengangkat bahu mengatakan kalimatnya dengan santai.

Chu membulatkan mata, dia tak percaya mendengar ucapan Marco. Apa maksudnya menghabiskan malam bersama? Antara pria dan wanita? Chi mulai berpikir yang macam macam.

Marco mengangkat alis mendapati wajah termenung Chi.

"Ada apa?" Tanya Marco heran. Chi menoleh sejenak dan membuang pandangan, ah wajahnya bersemu merah. Membuat gadis remaja itu semakin cantik saja.

Marco tertawa lagi, dia tahu betul bagaimana Chi kalau malu. Dia bisa melihat jelas rona merah di kulit putihnya yang nyata. Marco menyukai saat menggoda Chi, baginya kebahagiaan itu kembali lagi. Marco rasanya ingin terus menggoda Chi. Dia sangat merindukan saat saat seperti dulu.

"Apa kau sudah makan?" Tanya Marco dengan wajah penuh perhatian. Chi menggeleng manja. Entah kenapa anak ini bisa mengeluarkan ekspresi apa adanya di depan Marco. Dia merasa bisa menjadi dirinya sendiri di hadapan Marco. Padahal Chi tipe yang sulit berbicara apalagi menatap lawan jenis. Mungkin karena dia kurang bergaul dan keluarga yang tergolong ketat.

"Apa kau ingin makan sesuatu?" Tanya Marco, dia masuk sebentar dan membawa sebungkus roti, dia menyerahkan pada Chi. Roti coklat. Marco menarik kembali rotinya dari hadapan Chi.

"Ah, maaf. Aku hampir lupa. Kau alergi coklat" ujar Marco dengan wajah menyesal. Chi bangun dari kursi, dia tak percaya Marco mengetahui banyak tentang dirinya.

"Kenapa kau tahu aku alergi coklat?" Tanya Chi tak percaya, sekarang dia melangkah mendekati Marko hingga dinding rendah di antara mereka saja yang jadi penghalang.

Sudah ku bilang, wajah ini tak asing. Batin Chi bergejolak, dimana aku pernah melihat senyuman ini.

Chi mengangkat tangannya, ujung telunjuknya seakan tersihir dan ingin menyentuh kulit wajah Marco yang mulus. Pria itu menarik sudut bibir, tersenyum simpul.

"Telapak Marco menangkap telunjuk Chi, menggenggam dan menyimpannya di dada, dia menatap dalam bola mata bening milik Chi.

"Apa kau lupa padaku?" Tanya Marco dengan suara lirih.

Chi memainkan alisnya, dia berusaha mengingat semampunya, tapi dia kesulitan mengingat siapa Marco.

"Hallo Cecilia, aku Marco dari rumah cinta anak Pertiwi.." oh my God!

Chi hendak menarik tangannya untuk menutup mulutnya yang ternganga. Tapi Marco mencegah telapak itu menjauh dari dadanya yang berdebar.

"Ya, ampun!" Seru Chi tak percaya. Pupil matanya bergetar.

"Kak Marco!" Seru Chi dengan raut wajah masih tak percaya.

"Yaa.. aku Marco, apa kabarmu Chi?" Marco menatap lekat wajah terkejut di hadapannya. Akhirnya kita bertemu lagi di sini.

"Kakak.." lirih Chi mengangkat kedua tangan, dia ingin memeluk Marco tapi tubuh tinggi itu sulit dia jangkau, dan rasanya sedikit berbeda. Mereka bukan bocah tiga tahun dan tujuh tahun yang lalu.

Marco sudah tumbuh baik dengan wajah tampan dan tubuh atletis.

Sementara Chi sudah menjelma menjadi gadis polos dengan kulit putih merona merah. Marco menyadari kecanggungan Chi. Tapi, Dia malah mempererat genggaman tangannya di telapak tangan Chi. Mengalirkan kehangatan dalam diri masing masing. Rasa berdebar hebat seakan siap menumpahkan banyak kerinduan yang terpendam.

"Kak Marco, apa kabar kakak?" Tanya Chi tak percaya jika Marco sangat baik di hadapannya saat ini.

"Aku sangat baik" ujarnya masih belum mau melepaskan tangan Chi. Begitupun gadis itu, dia merasa nyaman tangannya di gandeng oleh Marco. Kalau saja tak ada penghalang pagar kayu pendek diantara mereka, mungkin Chi akan melompat dan memeluk Marco, ah tapi mungkin juga tidak, mengingat mereka saat ini sudah bukan bocah lagi.

Marco melompati pagar pembatas di antara mereka. Hingga kini tak ada lagi pembatas, keduanya berdiri berhadapan dengan canggung. Chi memainkan kakinya untuk mengatasi rasa berdebar yang dahsyat. Bertemu lagi dengan cinta pertamanya sewaktu di panti asuhan. Baik Chi ataupun Marco, mereka berdua merasa tak ada yang berbeda dengan perasaan mereka, masih saja sama. Masih saja menyimpan banyak cinta dan kerinduan.

"Chi, boleh aku memelukmu?" Tanya Marco jujur saja. Dia sungguh ingin memeluk chi saat ini. Gadis itu tak menjawab, dia juga tak berani mengangkat kepala, yang dia mau hanya menuruti isi hatinya, masuk ke dalam dekapan Marco merasakan debaran kuat dada pria tampan di hadapannya. Chi seakan bisa mendengar irama jantung Marco dan membuatnya ingin tersenyum.

"Kakak, aku merindukanmu.." lirih chi mengeratkan lengannya di pinggang Marco. Pria itu tersenyum dan memberi kecupan singkat di rambut hitam chi.

"Akhirnya, kita bisa bertemu lagi.." chi mengangguk dengan bisikan Marco.

Rindu yang membeku sekan perlahan mencair, membuat perasaan keduanya yang semula dingin perlahan menjadi hangat.

Chi tak pernah seberani ini pada lawan jenis selain kepada sahabat kecil dan cinta pertamanya, Marco.

Dan Marco tak pernah membalas perasaan gadis mana pun sampai dia menemukan Chi kembali. Dan hari ini, Chi ada dalam pelukannya.

Next chapter