webnovel

Keledai bodoh

Setelah melewatkan beberapa bulan di rumah sakit dan mendapatkan tindakan medis terbaik di ruangan VVIP, akhirnya Abra diperbolehkan pulang melihat perkembangannya yang semakin membaik.

Di kediaman mewah keluarga Willady.

"Akhirnya setelah mendapatkan perawatan ekslusifffff.. kak Abra semakin membaik, dan hari ini dia bisa kembali ke rumah." Suzu berkali kali mengatakan kalimatnya dengan nada riang.

"Chi, akhirnya kakak pulang! Akhirnya kakak kembali ke rumah ini! Tidak ke apartemennya tidak kemanapun, setelah sekian lama dia kembali ke sini.. ke rumah ini!!" Chi tahu itu,

Suzu sejak dua hari yang lalu selalu mengatakan kalimat jika kakaknya akan pulang ke rumah dan dia sangat menanti hari itu.

"Terima kasih kau menemaniku selama ini. Aku sangat berterima kasih padamu Chi!"

"Bukankah aku yang seharusnya berterima kasih. Kau tahu, aku tak perlu mengeluarkan uang sewa rumah, aku bisa antar jemput magang dengan kendaraan mewah, aku berterima kasih padamu Suzu, aku mendapatkan fasilitas cuma cuma darimu sampai masa magang kita hampir usai!"

"Tidak juga sih..!" Ujar Suzu meraih tangan Chi, menepuk bersamaan dengan telapak tangannya.

"Aku senang kau bisa bersamaku sampai hari ini. Sampai magang kita selesai. Sepertinya aku tidak bisa melanjutkan sekolah di daerah, aku akan pindah ke sini"

Chi jelas terkejut mendengar ucapan Suzu, bukannya terlalu tanggung kalau harus pindah saat ini, setahun lagi mereka akan lulus dan apa itu artinya mereka tak bisa satu sekolah lagi, tak bisa bersama lagi?

"Kenapa kau mengatakannya tiba tiba?" Chi masih tak percaya sedangkan Suzu tersenyum tipis.

"Aku harus menjaga kakak, dia masih kesulitan berjalan, lagipula aku ingin tinggal disini, karena kakak juga akan kembali ke sini. Aku merindukan kumpul keluarga," Chi mencoba mengerti, perasaan yang hangat di tengah tengah keluarga yang berkumpul.

Ya, sama seperti dirinya, Chi juga merindukan keluarga. Orang tuanya sangat sibuk atau mungkin karena dia anak angkat yang mandiri, seakan dia tak memerlukan siapapun di rumah. Chi tersenyum getir.

"Tapi kau tenang saja!" Tepukan yang mendarat di bahu sedikiy mengejutkan lamunanya.

"Aku sudah berjanji padamu, kita akan kuliah di universitas ternama bersama sama." Chi tertawa getir mendengar ucapan Suzu barusan.

Ya, memang. Mereka membicarakan rencana itu tapi secara logika Chi hanya ingin berpikir realistis.

Itu terdengar sulit untuknya. Mungkin setelah SMK dia akan bekerja dan mencari universitas biasa dengan kelas karyawan.

"Kenapa wajahmu seperti itu?" Tanya Suzu heran.

"Wajah ku kenapa?" Tanya Chi juga ikut heran.

"Kau terlihat ragu!"

"Hehehe.. ya, tentu saja" jawab Chi jujur

"kau tahukan universitas itu mahal, apalagi untuk sekolah internasional. Aku pikir apa tidak terlalu muluk untukku?"

"Tidak, tidak! Kita sudah membahasnya. Aku akan mengusahakan untukmu! Aku akan menjanjikan pekerjaan yang baik padamu!" Suzu mengatakan lagi tentang pekerjaan. Pekerjaan apa maksudnya.

Tiga unit mobil satu persatu memasuki gerbang, dan berhenti tepat di dalam teras rumah, mendengar suara mesin mobil, Suzu segera bangkit dan menarik tangan Chi.

"Mereka sudah pulang!" Seru Suzu bersemangat, mereka segera berhambur ke teras depan.

Tepat sekali dengan ucapan Suzu. Mobil pertama berisi orang tuanya, keluarga Willady.

Dan yang kedua. Suzu segera menuruni anak tangga teras, seorang perawat dan seorang bodyguard.

Perawat itu mengambil lipatan kursi roda dan memasang unit itu, selanjutnya si bodyguard menggendong Abra, dan mendudukkan ke kursi roda dengan sangat hati hati.

Suzu tak percaya bisa melihat Abra tanpa peralatan medis hari ini. Dia menuruni anak tangga dengan hati hati di susul oleh Chi.

"Kakak.." lirih Suzu ingin memeluk Abra sebisanya, pria itu berusaha mengukir senyum getir dan menolak rangkulan Suzu, membuat wajah adiknya berubah sinis.

"Suzu, ayo bawa kakakmu masuk" ujar pasangan Willady, keduanya bergantian memeluk putri, dan Chi yang mematung kikuk dengan reuni keluarga ini.

"Chi, bagaimana kabarmu?" Tanya nyonya Willady, dia menghampiri Chi yang mematung di ujung tangga dan memberi pelukan hangat.

"Baik nyonya" balas Chi kikuk.

Artis ternama itu tersenyum lebar, dia terlihat bertambah cantik dengan raut wajah yang hari ini jauh lebih ceria.

"Terima kasih masih mau di sini, menemani Suzu. Dia anak yang rapuh. Tanpa dirimu dia bisa saja dilarikan ke ahli terapis" Chi menggeleng, seakan mengingkari ucapan nyonya Willady. Tapi apapun, wajah ceria Suzu hari ini, sungguh menyenangkan hati nya.

"Terima kasih.." giliran tuan Willady yang menepuk bahu Chi.

Keduanya masuk lebih dulu ke dalam rumah, meninggalkan Chi yang menatap punggung Suzu.

Gadis di depan sana berusaha menghibur Abra, dia merangkul pundak Abra dari belakang, Suzu begitu mencintai kakaknya.

Dia mendorong kursi roda dengan bersemangat, dan senyuman di bibirnya tak pernah hilang.

Chi merasa terenyuh. Apakah ini yang dinamakan cinta? Apakah ini yang dinamakan kakak adik? Dia merasa kelopak matanya memanas. Sungguh keluarga yang hangat. Sungguh keluarga yang saling mencintai.. dia berusaha menahan dirinya.

"Chi, sini!" Suzu mengibaskan tangan, meminta temannya mendekat. Gadis itu berusaha memasang senyum

dia menyusul langkah Suzu, melalui pintu lain yang tak menggunakan tangga.

"Kakak, itu temanku, namanya Chi.." bisik

Suzu di telinga Abra.

Abra tak beniat menoleh apalagi menyapa, dia hanya menggerakkan pupil mata sekilas ke arah di mana Chi berdiri, dan dia tak mau ambil peduli.

"Chi, ini kakakku, Abraham.." Suzu mengenalkan Abra pada temannya.

Mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. Chi hanya tersenyum saja menghampiri posisi Suzu di belakang Abra.

"Kakak, Chi ini teman baikku, dia menemaniku selama aku sendirian saat kau membuat masalah!" Suara Kesal Suzu terdengar jelas, dua sedang menumpahkan kekesalannya.

"Si.. jangan seperti itu. Kasihan kakakmu. Dia pasti masih merasa sedih.." ujar Chi, menengahi hubungan kakak adik itu.

"Dia sudah membuat aku tak bisa merahasiakan identitas diri lagi!" Gerutu Suzu cemberut.

Tadi dia begitu bersemangat menyambut Abraham dan sekarang dia bersemangat mengomel pada kakaknya.

"Kau tahu kan betapa aku membanggakannya, tapi dia malah membuat Masalah!" Suzu masih menumpahkan unek unek di kepalanya.

"Dia yang selalu ku puja tapi malah mengecewakan. Ah kesal! Aku rasanya ingin mencubit kakinya yang sedang di perban itu!" Chi tertawa kecil mendengar Omelan Suzu.

Sementara Abraham masih menyimak saja. Dia mencuri lirik pada tangan gadis yang mendorong kursinya. Itu bukan tangan adiknya. Jelas bukan adiknya, siapa yang mendorong kursinya dengan lembut seperti ini?

"Kau terlalu menyayangi kakakmu, sampai kau mengomel dengan wajah bahagia seperti itu.." ujar Chi mendorong kursi roda Abraham

dia sedikit membungkuk menyadari jalan yang sedikit menanjak, tanpa sadar gadis itu meletakkan kepalanya tepat di dekat kepala Abraham. Pria itu bisa melirik sekilas betapa dekat wajah Chi dengan dirinya.

Dia bisa melihat raut wajah polos dengan lekuk yang alami dan mempesona. Rambut hitam panjangnya yang menyentuh bahu Abraham. Dan wangi shampoo yang, Abraham menarik nafas dalam.

Singkirkan kepala ini! Dengusnya mengeram dalam hati.

Suzu melipat tangan di dada, tapi menyadari Chi mendorong kursi roda ke arah yang salah, gadis itu mengambil alih dengan segera. Membuat Abra terhenyak, dia terkejut dan melupakan desis marah di batinnya. Pria itu mengurut dahinya kesal.

"Suzu, kau tahu tidak! Aku masih sakit dan kau membuat sakitku semakin parah!" Gerutu Abra kesal membuka suara untuk pertama kalinya.

"Apa katamu kak?" Balas Suzu dengan intonasi tak kalah tinggi

"Kau mendorong ku seperti sedang menumpahkan dendam." Kesal Abra.

"Ya, kau benar. Aku dendam denganmu!" Kesal Suzu kembali menarik tangannya. Chi mengambil alih lagi kursi roda Abra.

"Kemana aku harus membawa kakakmu?" Tanya Chi lembut.

"Ikuti aku!" Ujar Suzu menuju ruang lain, dia menuntun ke kamar Abra.

"Kau harusnya bersyukur ada temenku di sini, dia bisa mendorongmu dengan lembut, kalau aku yang mendorong aku pastikan kau kembali ke rumah sakit lagi!" Gurau Suzu membuat mata Abra membesar.

"Aku pikir perawatku jauh lebih baik darinya!" Ujar Abra dengan wajah datar.

"Apa katamu! Katakan terima kasih pada Chi!" Perintah Suzu memaksa.

Abra melirik Chi sekilas lalu membuang pandangan. Dia tak mengatakan apapun, membuat Chi menggigit bibir getir.

"Sudahlah Su, biarkan kakakmu beristirahat. Kita sebaiknya keluar" ujar Chi mengerti kondisi Abra.

"Baiklah! Aku akan memanggilkan nanny dan guardian-mu" ujar Suzu dengan wajah mengejek.

"Kakak tidak akan bisa pergi berpesta dan bersenang senang lagi! Kau membutuhkan orang lain di sisi mu!" Ledek Suzu, dia mendaratkan ciuman di pipi Abra sekilas.

Yakinlah dia begitu merindukan kakaknya.

"Kalau aku sudah sembuh, aku akan menginjak punggung kakimu!" Ancam Abra membalas cibiran Suzu.

Membuat Chi tersenyum. Dan Abra menyadari senyuman itu.

Berhenti tersenyum keledai bodoh! Kau pikir aku senang di kasihani!

minta Batu kuasanya :9

Next chapter