19 Vincentius Regnz

V yang terhormat,

Saya tahu ini kurang sopan disampaikan melalui secarik kertas, sayangnya saya sudah kehabisan cara untuk berusaha bertemu dengan anda.

Melalui surat sederhana ini saya ingin mengundang anda ke hotel terbaru kami, Hotel Star Risen di Pulau Pina.

Hotel kami berada di tengah-tengah pulau dengan ribuan pepohonan mengelilingi tempat kami. Jika anda khawatir tempat kami berada di tengah-tengah hutan, anda tidak perlu khawatir.

Akses jalan menuju ke tempat kami hanya satu jalan yaitu menanjak ke arah bukit, melingkar seperti mengendarai mobil menuju ke tempat pegunungan. Selama perjalanan anda akan bisa melihat lautan yang jernih, kilauan matahari yang bersinar dengan indah beserta berbagai macam pepohonan unik yang tidak ada di negeri ini.

Saya yakin anda pasti akan memiliki banyak bahan untuk kesenangan anda dan tidak akan menyesal untuk menerima undangan kami.

Segala fasilitas dan transportasi akan kami sediakan dan memperlakukan anda sebagai tamu kami yang istimewa.

Karena itu saya memberanikan diri untuk bertanya; Bersediakah anda menjadikan Star Risen sebagai bahan anda untuk kami promosikan? Tidak hanya mengenalkan hotel kami secara mendunia, tapi nama anda juga akan semakin dikenal.

Jika anda tertarik, silahkan menghubungi nomor saya di kartu nama ini.

Asisten sementara Star Risen Hotel

Catherine West,

PS : Anda boleh memakai kamera anda sendiri.

-

Vincent telah membaca isi surat itu didalam kamarnya. Dia melihat nama yang tercantum di sebuah kartu nama dengan tatapan kosong.

Catherine West... Catherine... Catherine yang itu? Catherine yang ditemuinya di depan galeri, di bis serta di acara pertemuan malam itu?

Apakah Catherine yang sama?

'Asisten sementara Star Risen Hotel'

Dia membaca ulang kalimat di atas nama Catherine, dia teringat Charlie mengatakan padanya bahwa partnernya hanya bekerja untuk sementara waktu.

Vincent mendesah dan berbaring di ranjangnya dan menutupi wajahnya dengan kertas yang baru saja dibacanya.

Dia sudah tidak terlalu memikirkan gadis itu. Awalnya dia memang ingin bertemu dengan gadis dengan mata yang membuatnya terkagum. Dia ingin bertemu dengannya sekali lagi dan memastikan apakah Catherine yang ia temui di acara itu dengan perempuan yang dibicarakan Frank adalah orang yang sama.

Karena itulah dia mencoba datang ke galerinya setiap hari mengetahui resiko identitasnya akan ketahuan.

Kini dia sadar, tindakannya benar-benar bodoh dan tidak sesuai dengan dirinya.

Dia mengetahui usaha ayahnya bukanlah yang terbesar tapi cukup terpandang. Keluarga Regnz memang kaya, tapi bukan luar biasa kaya seperti Paxton ataupun Bernz.

Dia bahkan menyadari, beberapa anggota Paxton menyerang salah satu cabang perusahaan ayahnya untuk direbut. Tampaknya mereka akan menyerang pabrik-pabrik kecil dan meluaskannya untuk menyerang Benjamin.

Mengetahui hal ini bagaimana mungkin dia diam saja. Mau atau tidak mau dia adalah satu-satunya anak lelaki kedua orangtuanya. Mereka berdua berharap dia yang akan meneruskan usaha keluarga.

Karena itu, tanpa sepengetahuan keluarganya dia mempelajari semua cabang usaha ayahnya. Kemudian dia menciptakan sebuah tokoh yang tidak akan diketahui orang dan membantu Regnz dari balik layar.

Tiap kali ada yang hampir mengalami kebangkrutan atau diserang secara maksimal oleh Paxton corp.. V akan membantu keluarganya disaat bersamaan menyerang balik penyerangnya.

Di tengah-tengahnya dia bertemu dengan berbagai macam orang dengan keahliannya sendiri. Karena pada dasarnya dia suka bergaul dan aktif, tidak sedikit yang mau berteman dengannya. Ada yang ahli di bidang hukum, konputer, dan juga di bidang keuangan.

Singkatnya dia telah memiliki tim elit sendiri di bawah kendalinya yang tidak akan pernah ditebak siapapun. Contohnya dia... Dia menggunakan identitas V.. disaat bersamaan dia adalah Vincent Regnz yang bermalas-malasan tidak memiliki ambisi untuk mewarisi usaha keluarga.

Frank juga.. Frank merupakan salah satu anggota timnya. Mungkin pekerjaannya memang hanya sebagai penjaga galeri biasa, tapi sebenarnya dia adalah pencari informasi. Tidak ada yang tidak diketahui Frank, entah itu gosip selebritis ataupun hancurnya sebuahnya perusahaan yang bahkan tidak diketahui oleh siapapun.

Setelah membangun usahanya hampir sepuluh tahun, akhirnya dia berhasil hingga di titik ini. Dia memiliki kekuasaan dan akses info tanpa batas.

Hanya saja, terkadang dia terlalu malas untuk menggunakan kekuasaannya. Dia hanya menggunakan di saat-saat darurat saja.

Dimana kesenangannya kalau dia mendapatkan apa yang bisa dimilikinya dengan mudah? Dia lebih suka memilih jalan panjang dan sulit, namun saat dia berhasil dia akan merasa puas dan bangga pada dirinya.

Vincent mengambil napas yang panjang dan menghembuskannya keluar dari mulutnya. Tindakannya membuat kertas yang tadi menutupi wajahnya kini terbang ke atas dan melayang ke bawah dengan perlahan.

Saat itulah dia mencium aroma sesuatu.. Pappermint?? Dia sangat mengenal aroma itu yang sudah menjadi khas sepupunya.

Sekali lagi dia mengambil kertas tersebut dn mendekatkannya ke arah hidungnya.

Benar. Aroma pappermint. Saat itulah wajahnya berubah menjadi gelap dan tidak akan ada yang tahu rencana apa yang sedang dibuatnya.

Tok tok tok! Terdengar suara pintunya terketuk denga sangat pelan.

Vincent terheran mendengar suara ketukan pintu tersebut. Biasanya ibunya atau saudarinya akan langsung masuk saja ke kamarnya tanpa mengetuk pintu.

Kalau ayahnya... ayahnya juga tidak pernah ke kamarnya. Yang ada malah beliau akan menyuruh seseorang untuk memanggilnya.

Lalu siapa yang sedang ada di luar kamarnya?

Vincent bangkit berdiri dari ranjangnya dengan malas dan berjalan untuk membuka pintu kamarnya.

Tidak ada siapa-siapa disana. Lalu siapa yang mengetuk pintunya? Atau dia salah dengar?

Tiba-tiba dia merasakan seseorang menarik kain celananya. Secara refleks dia menundukkan kepalanya saat itulah senyumannya mengembang.

Dia segera berjongkok dan menatap anak itu dengan penuh kasih sayang.

"Abi.. ada apa? Kenapa kau terlihat sedih sekali?" tanyanya sambil mengusap pipi anak tersebut dengan lembut.

Abi menjawabnya dengan menunjukkan sebuah buku mewarnai yang sudah sobek menjadi beberapa bagian.

Bukankah itu buku mewarnai pemberiannya sebagai hadiah? Ada apa?

"Ada apa? Kau sudah tidak suka?"

"Huwaaa..." tiba-tiba saja Abi menangis membuatnya terkejut. "Michell jahat.. dia merobek bukuku. Aku ga mau berteman dengannya lagi. Huwaaa.."

Ah.. jadi ini perbuatan temannya di sekolah.

Vincent segera menggendong keponakannya dan mengajaknya keluar untuk membelikannya sesuatu.

"Es krim atau permen?" tanyanya.

Abi menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak mau keduanya. Kemudian dengan nyaman anak itu meletakkan kepalanya di atas pundaknya.

Vincent hanya tersenyum saja sambil memanjakannya.

"Baiklah. Kalau begitu, apa yang Abi inginkan?"

"..." rupanya Abigail masih menggenggam beberapa sobekan bukunya dan sekali lagi menunjukkannya pada pamannya.

"Abi ingin buku mewarnai baru? Baiklah. Paman akan membelikannya."

Abi segera menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.. bahkan lebih cepat daripada sebelumnya.

"Tidak? Lalu kenapa?"

"..."

"Abi.. kalau Abi tidak bicara mana paman tahu. Paman kan bukan superhero yang bisa baca pikiran orang."

Kini Abigail memasang wajah cemberut yang menggemaskan. Ingin rasanya dia mencubit pipi tembem keponakannya. Tapi tidak untuk saat ini. Mengembalikan senyuman ceria pada keponakannya adalah prioritasnya sekarang.

"Paman marah?"

Vincent tidak mengerti kenapa anak ini mengiranya marah, tapi dia tetap diam membiarkan keponakannya terus melanjutkan.

"Paman yang membelikan buku ini untuk Abi, tapi Abi tidak bisa merawatnya dengan baik." ucapnya dengan sedih sambil memainkan bajunya dengan kedua tangannya dan mata yang tertunduk takut dimarahi.

Ah.. akhirnya Vincent mengerti dan mengecup kening keponakannya.

"Hehehe. Paman tidak marah. Kalau Abi suka dengan bukunya, paman akan membelikannya yang lebih bagus lagi. Jadi.." Vincent memijat kening Abi yang mengerut agar kening tersebut tidak lagi menunjukkan kerutannya. "Jangan menangis lagi. Oke?"

Kali ini Abigail menganggukkan kepalanya dengan lembut.

-

Hari ini dia telah tiba ke pulau Pina untuk menepati janjinya pada sepupunya. Vincent tersenyum sinis ditujukan dirinya sendiri. Padahal dia mengatakan dengan kasar pada Catherine dia tidak akan membantunya untuk mengiklankan Star Risen, tapi disinilah dia.

Bukan hanya untuk mengiklankan Star Risen tapi mendokumentasikan acara pembukaan yang diadakan besok malam.

Vincent menggeleng-gelengkan kepalanya. Kalau sudah berhadapan dengan sepupunya, rencananya menjadi berantakan semua dan membuatnya harus berpikir ulang.

Untung saja... Benjamin Paxton bukanlah musuh keluarganya. Kalau tidak.. dia bahkan tidak yakin apakah dia akan bisa menang darinya.

Vincent dijemput oleh seseorang dengan menggunakan mobil mewah. Sebelah alis terangkat melihat sambutan itu.

Bukankah dia sudah mengatakannya dengan jelas bahwa dia tidak ingin mendapatkan perlakuan istimewa?

Dia segera menghubungi Benjamin.

"Ah, aku lupa. Sudah menjadi kebiasaanku untuk memperlakukan tamu istimewa dengan istimewa."

Dan inilah jawaban yang ia dapat.

"Aku akan naik taxi."

"Dan membiarkanmu tersesat? Tidak."

"Bagaimana mungkin tersesat? Bukankah hanya ada satu jalan menuju ke hotelmu?"

"Bagaimana kau tahu?"

Vincent tersenyum senang. Untung saja dia membaca surat Catherine sehingga dia memiliki bayangan mengenai daerah pulau ini.

"Baiklah. Kali ini lakukan sesukamu saja. Tapi setidaknya untuk saat ini.. gunakan fasilitas yang kuberikan."

Tut..tut..tut..

Vincent mendesah pasrah dan ingat dirinya memanjakan keponakannya beberapa hari lalu. Setelah Abigail selesai menangis, dia membelikan apapun yang diminta gadis kecil itu tanpa terkecuali.

Dia juga ingat dulu Benjamin juga melakukan hal yang sama pada dirinya. Hanya saja bukan dengan uang, karena waktu itu Benjamin juga masih bersekolah di SMA dan dia masih kelas lima SD.

Tiap kali Vincent minta untuk ditemani, tidak peduli apakah Ben sibuk belajar atau ada kerja kelompok, Benjamin selalu menyediakan waktunya untuk dirinya. Bisa dibilang, Benjamin memanjakannya. Tidak hanya dirinya. Vanessapun yang usianya tiga tahun dibawah Ben, juga dimanjakannya.

Jika mereka berdua dimarahi oleh kedua orangtua mereka, Benjamin yang datang untuk membela mereka dan meredakan amarah orangtua mereka.

Karenanya, baik Vincent maupun Vanessa sudah tidak menganggap Benjamin sebagai sepupu mereka, melainkan saudara sulung mereka.

"Tuan Regnz, silahkan."

Mendengar nama keluarganya disebut membuatnya mendesah pasrah. Akhirnya dia hanya bisa menuruti kemauan sepupunya.

Ini yang terakhir.. ini yang terakhir.. ucapnya dalam hati berusaha untuk sabar. Benar, ini yang terakhkir kalinya membiarkan sepupunya memanjakannya.

Dia sudah bukan anak kecil lagi dan tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil terus oleh keluarganya.

Setelah beberapa menit keluar dari daerah bandara, Vincent mendongakkan ke arah sisi kirinya dengan takjub.

Apa yang dikatakan Catherine memang benar. Dia bisa melihat lautan biru yang indah, dan sinar matahari tampak memiliki beberapa warna.

Dia tidak pernah melihat kilauan warna matahari seperti ini sebelumnya. Berbeda disaat matahari terbenam ataupun terbit memiliki warna yang khas, tapi yang ini berbeda.

Matahari sudah ada di puncaknya dan ini masih jam satu siang, dia bisa melihat tiga warna di cincin lingkaran matahari tersebut. Biru, ungu dan kuning. Warna yang unik. Pikirnya.

Sayangnya, dengan mobil yang terus berjalan, Vincent tidak bisa mengambil gambar sesuai dengan keinginannya. Jadi dia hanya mengambil ala sekadarnya.

Begitu sampai di delan hotel, dia ingin memastikan kalau tidak ada yang tahu identitasnya sebagai Regnz.

"Tenang saja Tuan. Hanya saya yang tahu, sementara yang lain hanya mengetahui bahwa anda seorang fotografer profesional yang dipekerjakan oleh CEO Star Risen."

"Baiklah. Kau boleh pergi."

Tidak mau menunggu lagi dia masuk berjalan memasuki lobi utama hotel. Disana dia melihat seorang anak remaja berlari mengejar dua anak kembar yang tertawa cekikikan sementara gadis lain memandang mereka dengan senyuman senang. Bahkan sinar mata itu menunjukkan tawa geli.

Catherine? Bukankah gadis yang sedang tersenyum itu adalah Catherine?

Vincent tidak pernah melihat senyuman yang seperti ini pada gadis itu. Catherine memang sering tersenyum, tapi tidak yang seperti ini. Gadis itu selalu menunjukkan senyuman profesionalnya. Senyuman untuk kerja.

Tidak. Tunggu.. Dimana dia melihat ketiga gadis yang sedang berlarian dengan cerianya.

Saat itu juga dia teringat.. akan empat saudara yang berpiknik di sebuah tempat wisata. Green Park.. tempat itu memang tempat yang cocok untuk berpiknik baik bersama keluarga maupun bersama pasangan.

Dia teringat akan mereka karena dia merasa si kembarlah yang membuatnya tertarik. Tidak hanya si kembar, tapi keempat saudari itu memiliki wajah yang mirip yang membuatnya berpikir sangat unik.

Kini dia ingat... Saudari sulung mereka berubah menjadi dingin saat melihat sebuah fenomena indah di langit. Dia juga masih ingat ekspresi gadis itu berubah menjadi berbeda begitu melihat halaman yang dipenuhi dengan tanaman-tanaman indah.

'Aku akan memberitahumu kelemahanku. Tidak hanya karya V, aku bahkan tidak bisa menikmati keindahan taman ini.'

'Tidak peduli seberapa cantik atau mengaggumkan, aku tidak bisa melihatnya. Aku tidak akan bisa menikmatinya.'

Bukankah itu yang dikatakan gadis itu padanya? Waktu itu dia menganggapnya omong kosong belaka dan alasan yang tidak masuk akal.

Sekarang dia melihat gadis itu dengan memasang senyuman menawan dan mempesona.. seolah gadis itu sedang melihat keindahan dan keajabain dunia ini. Hal ini membuat ekspresinya masam.

Kenapa gadis itu tidak bisa menikmati keindahan alam dengan senyuman seperti ini tapi menatap ketiga saudaranya dengan penuh kekaguman dan kebahagiaan??

Lalu surat itu. Bukankah Catherine sendiri bilang tidak bisa menikmati keindahan alam, lalu bagaimana dia bisa mengutarakan keindahan Pulau Pina dalam suratnya?

Tidak. Sepertinya juga tidak. Isi suratnya hanya menguraikan keadaan pulau ini dan bukan mengenai keindahannya.

Tunggu.. Dia juga ingat isi surat itu mengatakan dia akan melihat kilauan sinar matahari yang indah.

Semakin berusaha mencari tahu mengenai gadis itu, dia semakin tidak sabar. Kalau seandainya gadis itu tidak bekerja di Star Risen; kalau seandainya sepupunya tidak memperlakukan gadis itu dengan spesial; kalau seandainya dia tidak terlalu mengkhawatirkan kehidupan sepupunya; dia pasti... pasti tidak akan ambil pusing memikirkan seorang Catherine West.

Vincent mengambil ponselnya dan membuat pesan

'Catherine West. Satu hari.'

Maksudnya adalah dia menyuruh tim elitnya menyelidiki latar belakang Catherine West dan dia menginginkan jawabannya dalam kurun waktu satu hari. Berati hari ini juga dia akan mendapatkan jawabannya.

Setelah sekian lama dia tidak menggunakan kekuasaannya, kini dia menggunakannya hanya untuk seorang gadis yang membuatnya merasa tidak nyaman belakangan ini.

Tapi, demi melindungi orang-orang terdekatnya, dia tidak berani ambil resiko.

Setelah itu dia berjalan mendekati keempat saudari tersebut dan menyapa Catherine.

avataravatar
Next chapter