webnovel

Organisasi Yang Mengincar Catherine

Beberapa menit sebelumnya...

Seorang wanita penerima tamu segera menyalakan sebuah tablet canggih dan dengan keahliannya dia mematikan semua kamera cctv di gedung PHY begitu melihat seorang gadis berambut coklat kemerahan masuk ke dalam gedung.

"Selamat siang Catherine. Tuan Steve sedang istirahat di tempat biasanya" sapa wanita tersebut dengan tersenyum ramah.

Namun saat Catherine masuk ke dalam lift, senyuman wanita itu lenyap dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ingin rasanya dia menculik gadis bernama Catherine ini ke sebuah daerah terpencil dan mengurungnya seumur hidupnya. Memastikan gadis itu tidak berkeliaran dan sosoknya tertangkap di kamera cctv manapun!

Wanita resepsionis mendecak kesal. Seandainya mereka bisa menyusup kediaman rumah Catherine untuk mengambil DNAnya. Dengan begitu mereka bisa yakin apakah Catherine adalah orang yang dicari mereka selama ini atau bukan. Jika ternyata gadis itu bukan orang yang mereka cari, maka mereka tidak perlu bersusah-susah menghilangkan jejak gadis itu dari jangkauan Paxton. Mereka tidak akan peduli akan hidup atau matinya gadis itu.

Sayangnya... pimpinan organisasi sudah memberi sebagian anggota yang masih aktif sebuah perintah yang tak bisa dilanggar. Sementara waktu mereka harus menjauhkan Catherine dari jangkauan Martin Paxton sampai mereka memastikan apakah Catherine adalah orang yang mereka cari.

Wanita resepsionis tadi mengeluh dalam hati. Hanya karena wajah gadis dan warna rambut gadis itu mirip dengan almarhum wanita itu bukan berarti gadis itu adalah wanita itu! Tidak mungkin orang yang sudah mati bangkit lagi. Dan juga tidak mungkin Catherine adalah putri dari wanita itu, karena wanita itu tidak pernah menikah ataupun melahirkan seorang bayi perempuan! Lalu apa yang membuat pimpinannya berpikir wanita itu layak mendapatkan perlindungan dari organisasi mereka?

Sekali lagi wanita muda penjaga meja penerima tamu mendesah dan melihat ke arah tabletnya memastikan dia tidak melakukan kesalahan. Kemudian dia menyalakan kembali kamera lobi lantai dasar dan bagian depan gedung untuk melihat siapa saja yang berlalu lalang disana. Lebih tepatnya dia ingin melihat siapa saja yang akan datang dan masuk ke gedung ini.

Lima belas menit kemudian, sebuah mobil yang sangat dikenalnya berhenti tepat didepan gedung. Wanita tersebut segera mengirim pesan pada seseorang. Setelah itu dia menyimpan kembali tabletnya dan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa dan menyapa wanita berusia pertengahan lima puluhan.

"Selamat siang Nyonya, Tuan Steve sedang istirahat di ruangannya."

"Kau pikir aku tidak tahu?" jawab wanita itu dengan ketus.

Wanita penerima tamu tersebut tetap tersenyum dengan sabar dan mengantar sang Nyonya menuju ke arah lift dengan penuh hormat.

Sayangnya, wanita itu tidak segera masuk seperti yang diharapkannya meski pintu lift telah terbuka. Wanita tua itu masih asyik dengan ponselnya sambil tersenyum-senyum.

Wanita yang bertugas sebagai penerima tamu mulai gelisah dan menatap pintu darurat yang terletak persis di ujung koridor sebelah lift. Dia berharap pintu darurat tersebut tidak terbuka dan wanita ini segera masuk ke dalam lift tanpa harus melihat wajah Catherine.

Wanita tadi mengepalkan kedua tangannya berusaha menahan diri agar tidak menimbulkan kecurigaan sambil menelan ludah gugup. Dia memperkirakan waktu sudah berjalan sekitar tiga menit semenjak dia mengirim pesan pada rekannya yang berarti... kurang dari dua menit lagi gadis cantik berambut coklat kemerahan akan keluar dari pintu darurat yang sedang dipandanginya saat ini.

Jika seandainya.. jika seandainya wanita tua ini sampai melihat wajah Catherine.. maka dia harus melakukan tindakan yang akan membuatnya dipecat atau yang paling buruk... masuk penjara. Dia harus membungkam mulut wanita ini agar tidak melaporkan keberadaan Catherine pada pria tua licik yang sudah menjadi musuh mereka selama dua generasi.

Tapi dia siap menanggung itu semua selama dia bisa memastikan wanita tua dihadapannya ini tidak berhasil mengkonfirm keberadaan Catherine. Dia harus menunaikan misinya dengan sempurna karena dia sudah dilatih untuk itu semasa mudanya. Dia terus berusaha menahan pintu lift agar tidak tertutup kembali dan memasang ekspresi datar dengan jantung yang berdebar dengan cepat.

Dia menyadari bibirnya naik sedikit. Sudah lama dia tidak merasakan adrenalinnya meningkat seperti ini.

Hatinya bercampur antara lega dan kecewa saat wanita tua itu memasukkan ponselnya kedalam tas mewahnya dan berjalan masuk ke dalam lift dengan langkah arogan.

Tepat wanita itu masuk, dia melihat pintu darurat terbuka dan keluarlah seorang gadis cantik berjalan melintasi dua lift. Untuk pertama kalinya dia mengeluhkan gerakan pintu lift yang sangat pelan.

Cepat tertutup!! serunya dalam hati.

Si wanita ini mematung pada tempatnya dan menyadari, Catherine melewati lift kedua saat pintu tersebut masih dalam keadaan terbuka sedikit. Dia bertanya-tanya apakah wanita tua itu melihatnya? Apakah wanita tua itu sempat melihat wajah Catherine?

Bahkan sebelum pertanyaannya terjawab, pintu lift tiba-tiba terbuka kembali dengan cepat. Si wanita muda ini juga bereaksi dengan cepat dan langsung menghadang wanita tua itu untuk mengejar Catherine.

"Ada apa Nyonya? Apakah ada yang sakit? Wajah anda tampak pucat sekali. Apakah ada yang bisa saya bantu?"

Dengan gesit wanita muda itu bergerak ke samping kanan dan kiri sesuai pergerakan wanita tua tersebut untuk menghadangnya agar tidak melewatinya.

"Kurang ajar kau! Berani sekali kau menggangguku!" si wanita tua sudah tidak sabar lagi dan mendorong wanita muda dengan sangat keras hingga terjatuh.

Sebenarnya wanita muda itu sudah memperhitungkan Catherine pasti sudah menghilang dan membiarkan dirinya terjatuh dengan mudah walau sebenarnya dia bisa bertahan dengan kemampuannya.

Wanita muda yang terjatuh menyadari plester coklat yang menempel di punggung tangannya kini terbuka menunjukkan sebuah tato. Tato itu adalah gambar dua ekor singa jantan yang tampak sedang bertarung. Terdapat sebuah gambar mahkota di tengah kedua kepala singa. Wanita muda itu segera menutupi tatonya dengan plester tadi tanpa diketahui siapapun.

Wanita muda itu menyembunyikan senyuman puasnya saat melihat wanita tua masuk kembali sambil mengumpat tak jelas. Wanita tua itu melampiaskan amarahnya dengan memakinya bahkan mengancamnya dia akan dipecat kalau dia tidak mau minta maaf padanya.

Wanita muda itu meneteskan air mata sandiwaranya dan memandang sang Nyonya dengan wajah yang memelas.

"Maaf nyonya. Saya tidak tahu kesalahan saya. Saya benar-benar mengkhawatirkan anda. Saya hanya ingin membantu anda. Anda tampak terlihat sakit sekali." wanita muda ini mengucapkannya dengan isakan buatan yang terdengar alami.

"Hmph!! Aku akan melaporkan ini pada atasanmu. Aku akan memastikan kau akan dipecat hari ini juga!"

"Nyonya, kumohon jangan..Huhuhu.."

Wanita muda menangis tersedu-sedu saat wanita tua arogan tersebut berjalan kembali ke arah lift. Tangisannya terhenti seketika begitu sang nyonya masuk ke dalam lift.

Dengan santai dia bangkit berdiri dan merapihkan baju seragamnya yang kusut. Kemudian dia menyalakan kamera cctv kembali melalui tabletnya. Tidak lupa dia menambahkan beberapa rekaman dan mengedit rekamannya sehingga akan tampak cctv mereka tidak pernah berhenti merekam.

Ini sudah biasa dilakukannya sehingga dia bisa menyelesaikannya dengan cepat tanpa diketahui siapapun. Begitu selesai, dia menyimpan kembali tablet miliknya dan bersikap seperti biasa.

Sementara itu Steve Mango alias Stevanord Paxton sedang berganti pakaian untuk berangkat ke lokasi pemotretan berikutnya. Dan tidak ada yang tahu, di bagian agak bawah perut yang tertutup celana panjangnya terdapat gambar tato yang sama dengan wanita muda penerima tamu tadi.

Begitu selesai berpakaian, Steve mulai bertanya-tanya apa yang membuat wanita itu tidak kunjung datang. Belum sempat dia mengambil ponselnya untuk bertanya pada rekannya dibawah, telinganya mendengar sebuah langkah. Dia segera memasukkan kembali ponselnya dan memasang senyum lebar miliknya.

"Mama, kau datang lagi?" sapanya begitu seorang wanita tua arogan masuk ke dalam ruangannya.

"Apa maksudmu aku datang lagi? Aku tidak boleh mengunjungi anak kesayanganku?"

Steve mengumbar senyum salah tingkah. "Eh, bukan itu maksudku." sahutnya sambil berjalan ke arah ibunya dan memeluknya.

Saat ibunya tidak bisa melihat wajahnya, senyum Steve lenyap seketika sambil bertanya-tanya apakah ibunya sempat melihat wajah Cathy? Dia merasa ada yang aneh pada ekspresi ibunya saat ini.

Disaat dia melepaskan pelukannya, senyuman Steve sudah kembali terpasang sempurna di wajahnya.

"Apa terjadi sesuatu? Mama kelihatan pucat."

Ibunya tampak termenung untuk sesaat dan kemudian memandang ke arahnya.

"Apakah kau pernah melihat orang yang mirip dengan wanita itu?"

Ck.. jadi ibunya memang sempat melihat wajah gadis itu. Apa saja sih yang dilakukan rekannya di bawah?

"Wanita itu? Wanita yang mana?" tidak ada perubahan ekspresi pada wajahnya. Dan dia bertanya seolah-olah tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan ibunya.

"Yang itu... enam belas tahun yang lalu.. di kediaman Eastern Wallace. Masa kau lupa?"

"Ahhh... Maksud mama Tante Chloe?"

"Sssssttt! Kamu bagaimana sih? Kita tidak boleh menyebut nama itu."

Steve hanya mendesah berpura-pura merasa bersalah.

"Lalu ada apa dengan wanita itu?" tanya Steve dengan nada bingung.

"Tadi aku melihatnya di bawah. Dia masih hidup. Dia bahkan sangat sehat."

Sekali lagi Steve mendesah. "Mama, tidak mungkin orang yang sudah meninggal hidup lagi. Mama pasti sedang berhalusinasi."

"Tidak. Aku melihatnya sendiri dengan mataku. Ayo kita cek di kamera cctvmu. Aku yakin aku tidak salah."

"Itu akan sangat merepotkan."

Sayangnya, ibunya sudah keluar terlebih dulu menuju ke lantai keamanan. Disana ibunya berhasil memaksa pengawas kamera untuk memutar ulang cctv di lantai dasar.

Steve menyusul ibunya dan menemaninya melihat layar yang kini sedang memutar disaat ibunya memasuki lobi gedung.

Selama lima menit tidak terjadi apa-apa karena ibunya hanya bermain hapenya di depan lift. Kemudian ibunya masuk ke dalam lift dan sedetik kemudian langsung keluar dari lift yang langsung dicegat resepsionis.

Anehnya, tidak ada seorangpun yang muncul dan berjalan di depan lift. Ibunya bilang dia segera keluar mengejar orang yang melewati liftnya, namun tidak ada kemunculan siapa-siapa di rekaman cctvnya. Kini ibunya menatap ngeri ke arah kamera tersebut.

"Sepertinya mama terlalu capek.. sebaiknya mama pulang dulu. Aku ada jadwal pemotretan setelah ini jadi tidak bisa menemani mama. Sampai ketemu di rumah." sahut Steve mengecup pipi ibunya dan berjalan menuju parkiran mobil dimana supir dan manajernya menunggunya untuk berangkat ke lokasi pemotretan.

Sementara itu Brittany Paxton, ibu dari Steve berjalan menuju lift dengan linglung. Dia bertanya-tanya apakah arwah sepupunya tidak tenang dan kini datang menghantuinya? Brittany memandang ke belakangnya dengan takut kalau arwah itu akan muncul lagi dihadapannya. Dia segera masuk lift dan turun ke lantai dasar. Dia tidak memperdulikan wanita resepsionis yang menyapanya dan langsung berlari menuju mobilnya. Dia ingin segera pergi dari tempat ini.

Sementara itu wanita resepsionis mengacungkan kedua jempolnya ke arah kamera cctv dan pengawas yang menjaga layar tivi kamera hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat senyuman penuh kemenangan pada wanita resepsionis tersebut.

Rupanya di belakang leher pengawas kamera juga terdapat tato yang sama seperti milik wanita resepsionis dan Steve Mango.

Ada sebuah organisasi yang mengawasi gerak-gerik Cathy. Siapakah organisasi ini? Nanti akan disebutkan namanya di bab berikutnya.

Untuk pendekatan Vincent-Cathy tahan dulu ya. Karena gara-gara organisasi misterius ini, Vincent jadi tidak bisa menghubungi Cathy. Alasannya akan dijelaskan di bab berikutnya.

Selamat membaca ??

VorstinStorycreators' thoughts
Next chapter