13 Keheningan

Jika seandainya orang yang bernama Vincent ini sama sekali tidak ada hubungan dengan V collection, Cathy pasti akan mengikuti pamannya kemanapun pria itu pergi.

Selain karena dia tidak mengenal para undangan, dia juga bisa mempelajari hal baru dari percakapan pamannya beserta para undangan.

Entah kenapa akhir-akhir ini dia merasa dia sangat menyukai pekerjaannya. Meskipun dia dibilang sekretaris atau asisten pribadi, tapi dia merasa seperti murid yang sedang belajar dibawah naungan pamannya.

Lagipula Benjamin Paxton sudah memiliki sekretaris pribadinya sendiri yang telah bekerja selama delapan tahun disisi pria itu. Karena itu di hari pertamanya dia masuk kerja, dia sama sekali tidak mengerti kenapa pamannya mempekerjakannya?

Dia tidak memiliki pengalaman dan tidak tahu apa-apa mengenai bisnis. Tapi Charlie, sekretaris Ben yang sebenarnya, mengajarinya dengan sabar. Tidak hanya itu, baik Charlie maupun Ben tidak pernah memarahinya jika dia melakukan kesalahan.

Tentu saja dia akan memastikan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Dia merasa puas melihat kedua pria baik tersebut memandangnya dengan bangga.

'Aku ingin kau mengosongkan waktu hari Sabtu ini. Aku ingin kau ikut denganku di acara formal.' Itulah yang dikatakan pamannya beberapa hari lalu.

Kalau bisa, dia tidak ingin datang dan lebih memilih menghabiskan hari akhir pekannya bersama adik-adiknya. Tapi dia juga tidak bisa menolak yang terdengar seperti sebuah perintah dari majikan kepada bawahannya.

Lagipula, acara ini juga tidak diadakan tiap hari Sabtu. Jadi dia menyetujuinya.

Selama dalam perjalanan, Cathy membaca daftar para undangan yang akan datang. Setelah bekerja dibawah naungan Ben dan Charlie, dia mengenal sebagian besar para undangan. Lebih tepatnya dia mengetahui mereka.

Mereka adalah tokoh-tokoh penting di bidang bisnis. Ada keluarga Bernz, pendiri perusahaan mobil terbesar; keluarga Regnz yang memiliki belasan bahkan puluhan toko yang menjual eletronik dan peralatan rumah mewah; ada juga beberapa pemegang saham dan investor dari hotel Star Risen milik pamannya.

Tidak hanya itu ada juga dari keluarga Paxton yang merupakan salah satu keluarga terkaya di negeri ini. Tidak hanya memiliki belasan bahkan puluhan bangunan, Paxton memiliki ratusan tanah di seluruh negeri ini.

Paxton corp bergerak di bidang properti dan furniture. Dia dengar semua Hotel Star Risen disponsori oleh Paxton dan Regnz.

Paxton?? Nama marga pamannya adalah Paxton, sedangkan nama marga ayahnya adalah West. Jarak usia antara ayahnya dan pamannya sekitar enam belas tahun. Meskipun memiliki orangtua yang sama kenapa nama keluarga kakak beradik berbeda?

Hal ini masih menjadi sebuah misteri baginya. Dia tidak bisa tidak penasaran terhadap pamannya. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan pamannya.

Apakah benar Benjamin adalah adik dari ayahnya? Apakah benar mereka memiliki hubungan darah? Kalau iya, kenapa nama keluarga mereka berbeda?

Atau apakah mungkin Benjamin sebenarnya adalah adik dari ibunya? Tidak. Dia ingat dengan jelas Dorcas memberitahunya bahwa dia beserta adik-adiknya akan tinggal bersama adik dari ayahnya.

Meskipun Cathy ingin sekali mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya, dia menahan diri untuk tidak bertanya. Alasannya dia tidak ingin merusak hubungan keluarga mereka dengan mendengar jawaban yang tidak diinginkannya.

Cepat atau lambat; suatu hari nanti, kebenaran akan terungkap. Karena itu dia membiarkannya.

Cathy masih memikirkan hal ini bahkan setelah memasuki aula utama. Dia sama sekali tidak tertarik dengan para wanita yang mengidolakan pamannya ataupun bisikan para pria mengenai dirinya.

Namun saat dia melihat seorang pemuda disana, suasana hatinya berubah drastis. Dia merasa senang dan harapannya untuk mendapatkan jasa V collection melambung tinggi.

Setelah ditinggal pergi oleh pamannya, Cathy tidak sabar lagi ingin membicarakan mengenai hal ini pada pemuda tersebut. Namun ucapannya tertahan saat sadar tatapan sedih yang memancar pada kedua mata pria itu.

Dia sadar, dirinya akan terkesan aneh dan agresif jika dia langsung menanyakan mengenai V tanpa basa-basi terlebih dulu. Jadi ia menunggu.. menunggu di waktu dan suasana yang tepat.

Menyadari pemuda itu sama sekali tidak tertarik untuk bicara dengannya, Cathy sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk memulai sebuah pembicaraan.

Dia tidak tahu karakter ataupun kesukaan pemuda itu, karena itu dia harus berhati-hati dalam berbicara.

"Apa kau keberatan kalau kita kesana?"

Cathy melihat kearah jalan yang ditunjuk pria tersebut. Kemudian dia melirik ke aeah pamannya yang sedang berdiskusi dengan beberapa pria paruh baya.

Karena dia ingin sekali mendapatkan V collection untuk menerima proyeknya tanpa melibatkan bantuan Ben, Cathy menyetujuinya.

Sepanjang dia melangkahkan kakinya, di pikirannya terus berputar mencari topik pembicaraan yang sekiranya bisa menarik perhatian pria itu.

Sayangnya, hasilnya nihil. Karena dia tidak memiliki informasi apapun mengenai pemuda tersebut, dia tidak bisa menemukan topik yang sesuai.

Begitu pintu terbuka, dia merasakan wajahnya disiram air dingin membuatnya terkejut. Disaat bersamaan hidungnya menangkap sesuatu yang sangat harum.

Seolah dia melupakan apapun yang dikhawatirkannya, Cathy memejamkan matanya sambil menikmati aroma tersebut.

Dia sangat yakin aroma harum ini dihasilkan dari puluhan.. tidak, ratusan bunga yang ada di taman. Tanpa perlu melihatpun, dia yakin pemandangan dihadapannya pastilah sangat indah.

Dia memang sudah tidak bisa melihat warna, tapi terkadang didalam mimpinya, dia bisa melihat warna yang dulu pernah ia lihat. Meskipun kebanyakan dia hanya mengalami mimpi yang tidak diinginkannya, namun setidaknya dia masih bisa mengingat seperti apa warna merah, seperti apa warna ungu atau biru dan warna lainnya.

Hal ini sedikit bisa mengurangi kesedihannya pada kelainan matanya.

Karena itu dia terus memejamkan matanya sambil mencoba membayangkan keindahan taman didepannya dalam pikirannya.

"Apa kau melihatnya? Bukankah sangat cantik?"

Secara refleks, Cathy membuka kedua matanya mendengar pertanyaan ini. Saat itulah imajinasinya mengenai pemandangan indah hancur berkeping-keping.

Dia tidak lagi bisa melihat warna yang seperti ia gambarkan dipikirannya. Saat ini dia dihadapkan berbagai bentuk bunga beserta lampu berderetan dengan dua warna.

Mungkin karena kondisi gelap dan minim penerangan, apa yang dilihatnya lebih condong ke arah hitam dan abu-abu.

Melihat warna suram ini membuatnya merasa terpuruk. Dia bahkan merasa mual pada perutnya yang bahkan belum terisi apa-apa sejak sore.

Dia tidak ingin bicara ataupun melakukan gerakan sedikitpun. Dia bahkan melupakan kehadiran seseorang disisinya.. akibatnya hanya kesunyian yang ada diantara mereka berdua.

-

Tidak tahu berapa lama mereka berdua hanya diam berdiri dibelakang pagar ujung balkon. Yang pasti tubuh Cathy mulai menggigil dan asap putih keluar dari hembusan nafas mulutnya.

Menyadari gadis disampingnya kedinginan, Vincent melepaskan jasnya dan berjalan kebelakang Cathy untuk memakaikan jasnya pada gadis itu.

"Tidak perlu. Aku baik-baik saja." barulah Cathy sadar bahwa sejak awal pria itu telah menemaninya berdiri disana.

"Pakai saja. Aku tidak ingin atasanmu memarahiku karena telah membuat sekretarisnya mati kedinginan."

"Aku tidak akan mati kedinginan." Cathy masih protes berusaha menjauhkan jasnya dari tubuhnya.

Gadis merepotkan. Gerutu Vincent dalam hati.

"Jika kau tidak ingin memakainya, lebih baik kita kembali kedalam."

"..."

Oh? Jadi gadis ini lebih suka berada disini daripada kembali kedalam? Vincent merasa gadis di depannya sangat menarik.

Setelah yakin gadis itu sudah tidak memprotes lagi, Vincent kembali berdiri di posisinya semula.

"Jadi namamu adalah Catherine? Aku dengar Benjamin memanggilmu dengan nama itu."

"Benar. Namaku Catherine. Kau adalah Vincent?"

Vincent mengiyakannya dengan senyumannya.

"Apa kau sudah kenal lama dengan Pak Benjamin? Sepertinya Pak Ben menganggapmu spesial."

"Spesial? Aku rasa hanya kau satu-satunya di tempat ini yang berpikiran seperti itu."

"Memangnya bukan?"

"Aku tidak tahu. Yang pasti aku tidak ingin bertemu dengannya secara rutin."

"..." Mengapa? Cathy ingin sekali menanyakannya. Banyak orang yang ingin sekali bertemu dengan seorang Benjamin Paxton. Kenapa yang satu ini malah tidak ingin bertemu dengan pamannya?

"Sebenarnya.. ini pertama kalinya aku datang ke acara seperti ini." lanjut Cathy membuka suara.

"Benarkah? Kebetulan sekali, ini juga yang pertama kalinya untukku."

Cathy tersenyum mendengar jawaban ini.

"Apakah mungkin.. hari ini kau datang mewakili V collection?" tanpa disadarinya jantung Cathy berdebar-debar penuh harap saat menanyakannya.

Sementara itu sebelah alis Vincent terangkat merasa bingung kenapa nama V collection disebut?

Ah, benar. Gadis itu mengira dirinya bekerja di V collection galery.

"Tidak. Aku bahkan tidak tahu kalau mereka juga mengundang V."

"Mereka mengundangnya. Namanya ada di daftar tamu undangan." jelas Cathy sambil tidak menunjukkan ekspresi semangatnya.

"Benarkah? Aku sama sekali tidak tahu." jawaban Vincent menjatuhkan harapan Cathy dengan keras. "Seperti yang kukatakan tadi, aku datang disini karena permintaan temanku. V collection sama sekali tidak ada sangkut pautnya."

Aku datang sebagai Vincent Regnz. Tentu saja Vincent tidak memberitahunya akan hal ini. Tidak hanya gadis ini.. pada tamu undangan lainpun, dia tidak akan memberitahukan identitasnya yang sebenarnya.

Mungkin ada beberapa yang mengenal wajahnya, namun selama dia menghindar mereka.. maka identitasnya tidak akan terbongkar.

Vincent melirik kembali kesampingnya. Dia melihat gadis itu mendesah kecewa dan larut dalam pikirannya sendiri.

"Sepertinya kau tertarik dengan V. Waktu itu kau juga menanyakan hal yang sama."

"Ah.. aku hanya penasaran seperti apa sosok V. Aku dengar semua karyanya berhasil memukau siapapun yang melihatnya. Karyanya bisa membuat hati seseorang merasa hangat dan tersenyum bahagia. Tidak sedikit orang yang menanti-nantikan karya V berikutnya."

"Aku ingin bertemu dengannya secara langsung."

Aneh sekali.. dia sama sekali tidak senang mendengar pujian yang terlontar dari mulut gadis itu. Tidak.. Justru pujian itulah yang terdengar aneh. Tapi dia masih belum menemukan sumber keanehannya.

Terlebih lagi.. semakin lama dia menatap gadis itu, dia semakin merasa pernah bertemu dengannya.

"Apa sebelum ini kita pernah bertemu? Maksudku sebelum kita berpapasan di depan galeri. Aku merasa aku pernah melihatmu sebelumnya."

Cathy tersenyum saat menjawabnya. "Mungkin kau pernah melihatku didalam galeri? Hampir setiap hari aku datang mengunjungi galeri."

"Setiap hari?"

'Dia selalu datang kesini berharap bisa bertemu dengan idolanya, sang V yang melegenda'

Apakah mungkin Cathy adalah orang yang dimaksudkan Frank waktu itu?

"Ah, kau penggemar berat V yang diceritakan Frank."

Mendengar ini Cathy tersenyum gugup. Dia merasa dia harus membersihkan kesalah pahaman ini.

"Kalau dipanggil penggemar berat sepertinya kurang tepat. Aku hanya ingin bertemu dengan V. Hanya itu saja."

Vincent mencoba menghubungkan beberapa puzzle yang kini muncul di kepalanya. Begitu menyatu dan menemukan jawabannya, Vincent tersenyum sinis dan memberikan tatapan dingin tak bersahabat pada gadis tersebut.

"Kurasa kau memang bukan penggemar V." ucapnya dengan sangat dingin. "Kau hanya menggunakan alasan itu untuk membuat V menerima tawaran untuk mengiklankan hotel Star Risen. Iya, kan?"

Untuk pertama kalinya sepanjang ingatannya, tubuh Cathy mematung dan dia merasa keringat dingin keluar diatas kepalanya. Dia tidak pernah merasa setakut atau merasa terpojok seperti ini.

Bukan karena pernyataan yang menuduhnya.. tidak. Pernyataan itu memang benar apa adanya, jadi dia tidak perlu takut untuk dihina atau disalahkan. Dia bisa menjelaskannya kembali dengan sabar dan membersihkan salah paham ini.

Tapi yang membuatnya takut adalah.. sinar mata pria itu yang berusaha menusuk dan masuk kedalam pikirannya; suara pria itu yang sedingin es membuat telinganya tidak sanggup mendengarnya; belum lagi aura pria itu seperti mengatakan 'Pergi sana, jangan pernah dekati aku lagi.'

Entah kenapa dia merasa bersalah pada pria itu dan perasaannya dengan mudahnya menguasai pikirannya?

avataravatar
Next chapter