2 Ikatan Keluarga

Siang itu, restauran tempatnya bekerja tak biasanya kedatangan banyak pelanggan. Cathy sampai kewalahan melayani para pelanggan.

"Cathy, makanan meja nomor tiga dimana?"

"Cathy, meja nomor lima mau memesan makanan."

"Cathy..."

"Cathy..."

Dengan lincah Cathy menyelesaikan tugasnya dengan sempurna. Bila ada pelanggan yang marah ataupun komplain, dengan sabar Cathy mendengarkan segala omelan mereka dan memberikan sebuah solusi yang menguntungkan mereka namun tidak merugikan atasannya.

"Kenapa lama sekali makanan pesanan kami? Ini sudah berapa lama? Kalian mau kami lemas karena kelaparan?"

"Kami tahu tuan dan nyonya meluangkan waktu anda yang sibuk untuk makan siang di tempat kami. Karena itu kami memasak dengan sepenuh hati berharap anda berdua selalu dalam keadaan sehat."

"Ah, kau ini. Selalu manis kalau bicara."

Cathy tersenyum mendengar ini, "Tentu saja tidak, nyonya. Ucapan nyonya lebih manis dari saya."

Sang suami tertawa mendengar ucapannya.

"Cathy..." panggil seorang rekan kerjanya

"Maaf, saya harus pergi. Saya akan pastikan pesanan anda tiba dengan sempurna." tidak lupa dia memberikan senyuman yang lebar.

Hari itu benar-benar hari yang sangat padat. Karena jumlah pesanan yang melebihi batasnya, pihak yang bekerja di dapurpun nyaris kewalahan.

Banyak yang mengomel karena lamanya pesanan mereka. Untungnya, sebagian besar dari pelanggan mengenal Cathy. Dengan beberapa kalimat Cathy, mereka semua bisa kembali tenang.

Cathy bertanya-tanya.. apa yang membuat restoran yang terkenal sangat sepi, tiba-tiba penuh dengan orang. Apakah ada yang istimewa dengan hari itu?

Beberapa jam kemudian, satu per satu para pelanggan meninggalkan restoran. Setelah melayani pelanggan terakhir, Cathy duduk dengan lemas sambil mendesah lega. Akhirnya, pekerjaannya siang ini selesai juga.

Namun, dia mendengar salah satu rekannya berteriak ketakutan.

"Astaga.. aku melakukan kesalahan."

"Ada apa?"

"Bagaimana ini? Uang yang kuhitung tidak sama dengan catatanku." jawab seorang gadis berusia awal dua puluh tahun dengan nada yang hampir menangis.

"Berapa jumlahnya?"

Begitu mendengar jumlah yang cukup besar, semua pegawai yang bekerja disana menatap gadis itu dengan tatapan simpati. Jika atasan mereka tahu mengenai kerugian mereka, maka hanya dua kemungkinan yang akan terjadi pada gadis tersebut.

Pertama, gadis itu akan dituntut untuk mengganti kerugiannya dan dipecat. Atau kedua, penghasilan gadis itu akan dipotong untuk membayar kerugiannya.

Cathy sangat mengenal karakter gadis itu. Tidak hanya ceroboh, tapi kurang pandai dalam berhitung. Cathy bisa menebak kesalahan yang dilakukan gadis itu bukan dalam menghitung uangnya, tapi dalam menghitung pembukuannya.

Cathy bergerak kearah kerumunan tempat pembayaran dengan santai.

"Coba kulihat bukunya."

Setelah bekerja disana selama dua tahun, semua pegawai disana sangat mengenal karakter dan kemampuan Cathy. Mereka membiarkan Cathy menghitung ulang yang seharusnya bukan menjadi tugasnya.

Tiap kali bila ada yang melakukan kesalahan, Cathylah yang memperbaikinya. Entah itu didalam pembukuan, atau pesanan yang salah, bahkan dalam menangani pelanggan yang sulitpun, Cathylah yang menanganinya.

Awalnya, ada beberapa yang iri dan cemburu pada Cathy, tapi Cathy tanpa pamrih selalu membantu mereka semua. Tidak hanya masalah dalam pekerjaan, bahkan saat mereka membutuhkan bantuan secara pribadi, Cathy membantu mereka dengan sukarela.

Salah satu contoh, seperti yang dialami Vina, salah satu pramusaji disana. Saat itu ibunda Vina sakit parah mengharuskannya cuti dari pekerjaannya untuk merawat ibunya.

Namun biaya pengobatan beserta makanan sehari-hari tidak sanggup dibayarnya. Dia hanya bisa membeli obat umum untuk meredakan demamnya.

Mengetahui keadaannya, Cathy membeli makanan bergizi dan menjenguk mereka di rumahnya hampir setiap hari.

Hal yang sama terjadi pada Fani. Fani masih duduk di bangku SMA dan otaknya kurang memadai untuk menangkap semua pelajaran di sekolahnya.

Dia membutuhkan guru privat untuk memberikannya pelajaran tambahan, namun biaya yang dibutuhkan untuk membayar guru privat terlalu jauh untuk dijangkau.

Setelah mengetahui masalahnya, Cathy mengajarinya dengan gratis. Bahkan cara mengajarnyapun sangat mudah dimengerti. Tidak hanya itu, Cathy juga sangat bersabar menghadapi dirinya yang kerap kali membuat kesalahan pada soal-soal pelajarannya.

Melihat kebaikan Cathy, ada juga yang berusaha memanfaatkannya. Pernah ada kejadian seseorang berpura-pura sakit perut atau pusing dan meminta Cathy melanjutkan pekerjaannya.

Satu kali, dua kali.. hingga akhirnya Cathy mengerti niat tersembunyi dari orang yang memanfaatkannya. Karena itu, saat dia dimintai tolong oleh orang yang sama, Cathy akan menolaknya dengan tegas. Dia memberikan alasan yang tidak bisa dibantah oleh orang itu.

"Kenapa tidak ambil cuti kalau memang sakit?" atau "Aku harus menyelesaikan tugas ini lebih dulu," dan juga pernah menjawabnya dengan, "Aku tidak yakin bisa menyelesaikan tugasmu sebaik kau. Bagaimana kalau manajer marah jika hasilnya tidak memuaskan?"

Cathy sangat cerdik dan bisa melihat apakah seseorang benar-benar membutuhkan bantuannya atau hanya ingin memanfaatkannya saja. Dan dia juga bisa memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.

Untuk jawaban pertama, jika seseorang izin cuti maka uang gaji akan dipotong. Lalu untuk jawaban terakhir dimana dia mengatakan kalau manajer akan marah kalau hasilnya tidak memuaskan, Cathy memiliki alasan untuk itu.

Masing-masing pekerja memiliki tugasnya sendiri yang sudah ditentukan. Meskipun tugas mereka sama saat melayani pelanggan tapi ada satu tugas spesifik yang ditujukan masing-masing karyawan. Tiap-tiap mereka mendapatkan tugas spesifik yang berbeda-beda.

Cathy sendiri memiliki tugas spesifik mengenai kebersihan baik didalam restoran, di dapur maupun diluar restoran. Sementara orang yang ingin memanfaatkannya memiliki tugas mengenai jumlah pemasokan persediaan bahan masakan dan anggur merah.

Tugas ini sangat penting dan jika dia melakukan kesalahan, dia akan dihadapi dengan pemecatan atau potongan gaji.

Cathy tahu orang ini tidak ingin dipecat apalagi dia bekerja disana sebagai pegawai tetap. Sedangkan dia... Cathy hanya bekerja paruh waktu dan tidak terikat kontrak apapun.

Semenjak kejadian itu, tidak ada yang berani meminta bantuan dengan bermaksud memanfaatkan. Cathy sendiri hanya membantu apa yang bisa dia bantu. Jika dia tidak bisa membantu, maka dia hanya memberikan semangat dan dorongan melalui ucapannya dengan tulus.

Kehadiran Cathy ditengah-tengah mereka, membuat rasa kekeluargaan diantara mereka semakin besar. Baik yang lebih muda maupun lebih tua dari Cathy, semua menganggapnya seperti seorang ibu, sahabat, dan saudara yang baik.

Cathypun menganggap rekan kerjanya seperti keluarganya, hanya saja dia mengetahui batasnya. Meskipun dia menganggap mereka seperti keluarganya, Cathy tidak akan berlari meminta bantuan mereka disaat dia mengalami masalah.

Semenjak kejadian ayahnya yang menamparnya; melihat ketiga adiknya yang tidak berdaya di kamar kala itu membuatnya sadar... Dia, Catherine tidak ingin melihat ketiga adik-adiknya mendapat perlakuan yang sama dari ayahnya. Dia ingin melindungi mereka bertiga, dan dia tidak akan membiarkan siapapun melukai mereka.

Beberapa hari sejak kejadian dirinya yang ditampar, perilaku ayahnya semakin diluar kendali. Hingga suatu hari ayahnya diadili dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa karena mentalnya yang sudah tidak waras.

Semula dia tergiur untuk menerima tawaran Dorcas yang akan mengadopsi mereka berempat. Hanya saja, begitu tahu yang melaporkan ayahnya ke kepolisian adalah Dorcas, Cathy sudah tidak lagi tertarik untuk masuk ke dalam keluarga wanita itu.

Meskipun ayahnya bersalah, tapi dia sama sekali tidak membenci ayahnya maupun menyalahkannya. Dia memang merasa berterima kasih pada wanita baik itu, tapi dia tidak ingin dirawat oleh orang asing. Terlebih lagi oleh orang yang telah memasukkan ayahnya ke rumah sakit jiwa.

Karena tanpa orangtua, pemerintah menetapkan mereka berempat untuk dirawat oleh saudara ayahnya, Benjamin.

Paman Ben baru saja wisuda dari universitasnya saat menerima mereka berempat. Menurut prosedur, keempat anak dibawah umur seharusnya diserahkan pada pihak keluarga yang benar-benar memenuhi persyaratan. Memiliki pekerjaan tetap dan mampu memberikan kasih sayang pada mereka.

Sayangnya, selain Benjamin, mereka tidak memiliki siapa-siapa. Kedua orangtua Benjamin telah lama tiada, sedangkan keluarga ibu Cathy... tidak ada yang tahu siapa atau dimana mereka.

Setelah melihat uang tabungan Benjamin dan tempat tinggalnya, akhirnya pemerintah mengizinkan keempat anak perempuan tinggal bersamanya.

Bagaimana bisa Benjamin memiliki sebuah rumah dan tabungan dalam jumlah besar masih sebuah misteri.

Singkat cerita, Benjamin membiayai segala kebutuhan mereka berempat serta pendidikan sekolah mereka. Karena dia sendiri sibuk memikirkan usahanya dan tidak tahu cara merawat anak, Benjamin mempekerjakan seorang pengasuh.

Cathy membiarkan pengasuh merawat adik kembarnya selama satu tahun. Disaat bersamaan, dia selalu berada disisi kedua adik bayinya saat dirawat sang pengasuh.

Dia memperhatikan cara mengganti pokok, membuat susu hangat, atau menidurkan adik bayinya. Dia menghapalkan semua yang dibutuhkan adik-adiknya tanpa terkecuali.

Setelah satu tahun, Cathy tidak membiarkan si pengasuh untuk menyentuh adik kembarnya. Baik dalam mengganti popok ataupun menyiapkan susu hangat dan meminumkannya, Cathy melakukannya seorang diri.

Namun menjaga ketiga adik yang masih kecil seorang diri, tentu saja dia tidak sanggup. Apalagi dia juga hanyalah anak berusia sebelas tahun. Dia juga harus masuk sekolah dari pagi hingga menjelang sore.

Karena itu dia terpaksa membiarkan pengasuh merawat ketiga adik-adiknya disaat dia pergi sekolah.

Suatu hari dia memergok si pengasuh memukul Anna karena ulah nakal adiknya. Cathy langsung marah dan menerjang si pengasuh.

"Apa maksudmu memukulnya huh? Kamu tidak berhak memukulnya!" ucapnya dengan suara menggelegar. Bahkan diapun sama sekali tidak sadar akan suara lantangnya yang membuat sang pengasuh tak sanggup membantah.

"..."

Semenjak itu dia tidak pernah melepaskan pandangannya dari ketiga adiknya. Menghadapi tatapan yang mengancam dari anak kecil seperti Cathy, si pengasuh tidak tahan dan mengundurkan diri.

Paman Ben mempekerjakan pengasuh lain yang ditolak Cathy. Namun Cathy tetap tidak bisa membantah saat pamannya bersikeras mempekerjakan seorang pengasuh.

Akhrinya Cathy hanya bisa pasrah dan terus mengawasi ketiga adiknya. Sekalipun dia sedang belajar, dirinya tidak pernah jauh dari adik-adiknya.

Tiap kali pulang sekolah, dia akan mengecek tubuh adik-adiknya memastikan mereka tidak menerima pukulan atau apapun yang bisa melukai mereka.

Setelah beberapa tahun, Cathy menginjak SMA dan merasa adik-adiknya tidak memerlukan pengasuh lagi; Cathy membujuk pamannya untuk tidak mempekerjakan pengasuh lagi.

Disaat dia sekolah, adik-adiknyapun masuk sekolah. Hanya saja jam pulang adik-adiknya jauh lebih awal dibandingkan dirinya. Mau tidak mau dia harus menerima argumen pamannya yang tetap mempekerjakan pengasuhnya.

Untungnya, pengasuh yang satu ini memiliki karakter yang lebih baik dari pengasuh sebelumnya. Karena itu, Cathy tidak terlalu menentang keputusan pamannya.

Cathy dianggap sebagai ibu bagi ketiga adik-adiknya. Cathy yang mengajari mereka pelajaran sekolah, dan menemani mereka bermain.

Apapun yang ditanyakan mereka, bahkan pertanyaan yang tidak masuk akal sekalipun dijawab olehnya dengan sabar.

Tidak pernah baik disengaja atau tidak, Cathy marah akan kenakalan mereka. Cathy hanya akan memasang wajah yang tegas dan nada suara yang tak bisa terbantahkan jika kenakalan mereka mulai keterlaluan.

Diluar itu, Cathy akan bersikap manis pada mereka bahkan tertawa bersama mereka. Cathy memanjakan mereka dengan kasihnya dan tidak pernah membiarkan mereka merasa menderita sedikitpun.

Karena itu baik Anna, Lina dan Lizzy hanya mendengar dan menurut pada Cathy saja.

Hingga setelah dewasapun, mereka bertiga hanya mendengarkan Cathy.

"Kakak, coba lihat nilaiku."

"Aku duluan."

"Aku.."

Si kembar ribut sendiri memamerkan nilai sempurna diatas kertas ujian mereka pada Cathy.

Cathy yang lelah karena pekerjaannya melihat nilai ujian kedua adik kembarnya sambil twrsenyum. Dia memeluk kedua adiknya kemudian mengecup pipi mereka satu per satu.

Sudah menjadi kebiasaannya semenjak kecil, Cathy mencium pipi adik-adiknya sepulang sekolah ataupun kuliah. Sekarang dia sudah bekerja, dan adik-adiknya juga bukanlah anak kecil lagi; Cathy merasa sulit melepaskan kebiasaanya. Tidak.. Lebih tepatnya, dia tidak ingin menghilangkan kebiasaannya.

"Bagus sekali. Kakak bangga dengan kalian." ucapnya sambil mengusap kepala kedua adiknya dengan kedua tangannya.

"Wah, kalian tidak merasa malu? Padahal sudah masuk SMA, tapi masih dicium sama kakak." ujar Anna

"Bilang saja kalau kak Anna iri." balas Lina

"Aiya, siapa juga yang iri?" protes Anna.

"Oh?" Cathy bergerak ke arah Anna dan mencium pipi adiknya.

Meskipun terkejut akan kecupan itu, Anna sama sekali tidak menghindarinya.

"Tuh, kan.. iri.." goda Lizzy sambil cekikikan.

Tanpa memperdulikan kejahilan kedua adik kembarnya, Anna berkata dengan santai. "Bibi Len sudah menyiapkan makan malam."

"Kalian belum makan?" tanya Cathy heran mengingat sekarang sudah lewat jam makan malam.

"Mau bagaimana lagi, mereka tidak mau makan kalau tidak ada kakak." jawab Anna.

Cathy memandang si kembar dengan tatapan curiga.

"Ah, kak Anna juga tidak mau makan tadi. Kenapa menyalahkan kita saja?"

Cathy memijat keningnya sambil mendesah pasrah. Apa yang akan terjadi pada mereka kalau seandainya dirinya sudah tidak bersama dengan mereka lagi?

Pamannyapun tidak bisa diandalkan. Dengan alasan untuk mencari uang demi menghidupi mereka berempat, pamannya jarang pulang ke rumah dan sering berpergian keluar kota.

Meskipun memiliki hubungan darah sebagai keluarga, Cathy beserta adik-adiknya menganggap pria tersebut sebagai orang asing.

"Baiklah, ayo makan sekarang." ajak Cathy membuat ketiganya mengikutinya ke ruang makan untuk menyantap hidangan mereka.

avataravatar
Next chapter