webnovel

Berdebar-debar

Cathy masih termenung memikirkan semua ucapan Charlie. Tidak peduli seberapa keras dia memikirkannya, dia sama sekali tidak bisa mengerti jalan pikiran pamannya.

Pertama, pamannya tidak mengundang Paxton yang merupakan keluarganya sementara ia mengundang hampir seluruh keluarga Regnz yang tidak sedarah dengan Ben.

Pamannya mengundang orang-orang di berbagai kalangan baik kalangan super hingga menengah. Tapi hanya Regnz satu-satunya yang diundang secara menyeluruh. Apakah ada hubungan spesial antara pamannya dengan Regnz.

Keluarga Bernz yang diundang secara resmipun tidak hadir malam ini. Padahal Cathy sangat yakin Felicia Bernz pasti tidak akan melewatkan pesta dari pria pujaannya.

Tapi ini semua tidak sebanding dengan apa yang berhubungan dengan Clarissa Paxton. Yang membuatnya paling penasaran adalah alasan kenapa pamannya memaafkan ulah wanita itu. Kenyataan pamannya tidak mengundang keluarga Paxton.. keluarganya sendiri membuatnya berpikir pamannya tidak menyukai anggota Paxton lainnya. Lalu kenapa pamannya memaafkan wanita itu dengan mudah? Hal ini sama sekali tidak bisa dimengertinya.

Cathy sama sekali tidak bisa menemukan jawabannya hingga langkahnya membawanya ke sebuah taman penuh bunga dan melihat seseorang disana. Orang tersebut berpakaian gelap, duduk di bangku kayu dengan santai sambil menatap ke arah langit.

Cathy menghela napas merasa heran. Disaat dia mencari pria itu, dia tidak menemukannya. Disaat dia tidak mencari pria itu, orang itu malah muncul dihadapannya.

Karena dia merasa pusing memikirkan kejadian misterius selama dua hari terakhir ini, dia memutuskan untuk melupakannya.

Cathy berjalan mendekati pria yang sedang termenung sambil berdehem menarik perhatian pria itu. Seperti yang diduganya pria itu masih memakai maskernya.

"Kau tidak gerah memakai masker seharian?"

Vincent segera melepas maskernya dan menepuk bangku kosong disebelahnya. Tindakan pria itu seolah membujuknya untuk duduk disana... disebelahnya. Yah, tidak masalah sebenarnya kalau pria itu ingin duduk bersebelahan dengannya.. hanya saja.. Kenapa pria itu tersenyum padanya dengan menawan? Kenapa pula jantungnya berdebar melihat senyuman itu?

Akhirnya Cathy memutuskan duduk disana tanpa melirik ke arah pria itu. Dia langsung memandang lurus ke depan melihat ribuan tanaman yang bewarna abu-abu di matanya.

"Aku dengar kau bukan dari V collection?" Akhirnya dia menanyakan hal ini. Dia sudah merasa penasaran saat Vincent datang sebagai fotografer. Dia yakin V collection menolak permintaannya, tapi kemunculannya membuatnya bertanya-tanya.

'Dia bukan dari V collection. Dia adalah kenalanku yang kemampuannya tidak kalah dari V. Dia adalah rencana cadanganku.' itulah jawaban yang diberikan Ben saat dia menanyakan hal ini padanya.

"Benar. Aku datang bukan karena V collection mengirimku. Lagipula, sejak awal aku tidak bekerja disana sebagai karyawan tetap. Aku hanya berkunjung disana menemui sahabatku. Sebagai tambahan info, Frank adalah sahabatku." ungkapnya.

"Rupanya begitu. Jadi kau sama sekali tidak mengenal V?"

"Kau masih ingin bertemu dengan V?"

Ugh.. Dia hanya ingin mengetes apakah pria itu sedang berbohong atau tidak. Malam itu pria itu membuatnya merasa yakin kalau Vincent mengenal V. Kemudian Vincent mengatakan kalau dia tidak bekerja di V collection dan hanya mengunjungi sahabatnya, Frank. Kalau diingat-ingat lagi, Vincent memang tidak pernah menyebut dirinya mengenal V secara pribadi. Dia hanya membela Frank.. atau V collection dari dirinya yang mau bertemu V dengan cara yang kurang benar.

Karenanya dia sangat penasaran, apakah Vincent mengenal V atau tidak. Atau apakah mungkin.. Vincent adalah V?

Cathy mendesah sambil menyingkirkan pikiran terakhir. Mana mungkin Vincent adalah V? Hanya kebetulan saja mereka memiliki huruf depan yang sama.

Vincent hanya tersenyum melihat ekspresi kecewa pada gadis disebelahnya. Kini Vincent agak memahami cara berpikir seorang Catherine. Dia tahu gadis ini hanya ingin mengujinya dengan pertanyaan jebakan. Tentu saja dia tidak akan membiarkan dirinya masuk ke jebakan itu.

"Malam itu kau mengatakannya dengan yakin V collection tidak akan menerima permintaanku. Kenapa kau bilang begitu kalau kau memang tidak bekerja disana?"

Vincent tersenyum pasrah. Sepertinya Cathy bukanlah tipe orang yang mudah menyerah.

"Aku hanya mengatakannya dalam emosi. Aku tidak terlalu suka sikap orang yang berpura-pura dengan licik merugikan sahabatku. Dalam hal ini, kau memanfaatkan Frank dan aku tidak bisa menerimanya. Maafkan aku kalau waktu itu kata-kataku menyinggungmu."

Persis yang diduganya. Vincent mengatakan serentetan kalimat menyerang padanya untuk membela sahabatnya. Tapi ada yang aneh...

Cathy memandang pemuda di sebelahnya dengan bingung. Aneh sekali.. kenapa sikap pria itu berubah?

Malam itu, Cathy ingat dengan jelas pria itu menatapnya dengan tatapan tidak suka. Bahkan dia yakin pria itu membencinya dan bersikap dingin padanya dengan sengaja. Kemarin pagi saat bertemu di lobi hotel, pria itu memang mengucapkan maaf dan ingin bekerja secara profesional. Tapi sikapnya tidak ada yang berubah. Sikapnya hanya biasa.. tidak dingin ataupun tidak terlalu ramah.

Lalu sekarang.. semenjak dia datang semenit lalu hingga sekarang, nada suara dan sikap pria itu sangat berbeda dengan apa yang ditunjukkannya sebelumnya. Suara pria itu terdengar lembut dan cara pandangan pria itu sangat tidak biasa.

Bukan membencinya atau memusuhinya, tapi pria itu memandangnya seolah-olah dirinya adalah salah satu teman dekat pria itu. Ataukah mungkin ini hanya perasaannya saja?

Cathy meletakkan tangan kanannya ke dada kirinya sambil menenangkan debaran jantungnya. Apa yang salah dengan dirinya? Kenapa jantungnya berdebar-debar seperti ini?

"Kau kedinginan?" tanya Vincent telah salah paham atas tindakannya.

"Tidak. Aku tidak kedinginan. Lagipula pulau ini berada di kawasan tropis, jadi suhu disini tidak terlalu dingin." entah kenapa Cathy menyesali perkataannya. Untuk apa dia menjelaskan mengenai suhu disini?

Vincent hanya tersenyum menanggapinya dan berkata, "Sayang sekali aku tidak memakai jas. Kau yakin kau sanggup menahannya?"

Kenapa nada pria itu terdengar khawatir? Namun juga terdengar seperti menggoda? Tunggu dulu. Kenapa dia merasa pria itu sedang menjahilinya?

"Aku bisa memberikan kemejaku kalau kau mau." ucap pria itu bergerak seolah hendak membuka kancing kemejanya.

Ah! Dia sudah tidak kuat lagi! Akhirnya dia bangkit berdiri dan pamit masuk ke dalam.

Sedangkan Vincent hanya menyaksikan kepergiannya dengan tertawa geli.

"Ah, dia pergi. Sayang sekali." ucapnya dengan pelan. Kemudian dia memakai maskernya kembali dan berjalan menyusul Cathy.

"Tunggu aku. Aku hanya bercanda."

Berpura-pura tidak mendengar apapun, Cathy mempercepat langkahnya memasuki hotel.

-

Keesokan paginya, Cathy bangun jam lima pagi dimana seluruh pengunjung dan ketiga adiknya masih tertidur. Bagaimana tidak masih tertidur? Tepat jam sepuluh malam si kembar terbangun dan memasang wajah sedih karena tidak mengikuti acara.

Karena sudah tidak merasa mengantuk lagi, si kembar mengajak mereka bermain hingga jam empat subuh. Bahkan, Kitty juga ikut bergabung dengan mereka.

Cathy mengingat-ingat saat Kitty memasuki kamar mereka, ketiga adiknya berteriak histeris dan saling melepas rindu dengan sahabatnya itu.

Sejak SMA, Kitty sudah sering datang berkunjung ke rumahnya dan menemaninya bermain bersama-sama adiknya. Karena Kitty anak tunggal, dia sudah menganggap Anna, Lina dan Lizzy seperti adiknya sendiri.

Cathy memandang Kitty yang tertidur lelap disisi Anna, sementara si kembar tidur di kamar sebelah.

Secara berhati-hati agar tidak membangunkan mereka semua, Cathy berjalan masuk kamar mandi kemudian turun ke bawah.

Dia hanya tidur satu jam karenanya dia masih merasa mengantuk. Tapi ada yang harus dia kerjakan sebelum para tamu undangan terbangun dan turun ke restoran untuk sarapan.

Setelah dia memastikan para chef beserta karyawan lainnya telah siap menyajikan sarapan khas hotel mereka, barulah Cathy memasuki ruangan kerjanya.

Disana dia melihat seorang pria berpakaian kaos santai dengan kacamata berbingkai gelap yang menghiasi di wajahnya. Rambutnya masih terlihat acak-acakan namun justru itulah yang membuat wajah pria itu tampak lebih tampan.

Cathy segera menggeleng-gelengkan kepalanya sadar pikirannya mulai tidak karuan. Sepertinya dia harus tidur beberapa jam lagi.

"Hai, kenapa kau berdiri disana?"

Cathy mendecak. Kenapa pria itu harus menyadarinya disaat dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya?

"Aku tidak tahu kau sudah bangun." ucapnya tanpa melirik ke arahnya.

Vincent merasa ada yang aneh pada gadis itu. Kenapa dia merasa Catherine sedang menghindarinya? Apa dia melakukan kesalahan? Apa dia menyinggung perasaan gadis itu kemarin malam?

Tidak. Seingatnya dia tidak melakukan apapun yang bisa membuat gadis itu menghindarinya. Ah, apakah gadis itu masih marah dengan leluconnya? Kalau iya, dia tidak bisa membiarkan Cathy menghindarinya lebih dari ini.

"Catherine, coba kemarilah. Aku sedang memilih beberapa foto untuk didokumentasikan nanti. Aku ingin mendengar pendapatmu."

Deg! Apa ada yang salah dari ucapannya? Kenapa wajah Cathy berubah menjadi dingin tak bersahabat? Vincent berusaha mengingat kembali caranya bertanya. Tidak ada yang salah dengan kalimatnya.

Akhirnya dia memutuskan bahwa dia sedang berhalusinasi karena saat ini Cathy berjalan mendekatinya dengan ekspresi biasa.

Apa karena terlalu pagi? Mungkin ada yang salah dengan matanya? Ya, benar. Ini karena dia sama sekali tidak bisa tidur semalamam memikirkan seseorang... lebih tepatnya memikirkan gadis yang kini duduk disebelahnya.

"Yang mana saja?" tanya gadis itu. Suara gadis itu terdengar manis di telinganya.

Tanpa menunggu lagi, Vincent menggeser laptopnya ke arah Cathy, agar mereka berdua bisa sama-sama melihat fotonya dengan jelas.

Beberapa menit kemudian...

"Ini bagus."

"Ini juga bagus."

"Ah, yang ini lumayan kurasa."

"Mungkin lebih bagus ini?"

Itulah komentar Cathy tiap kali gambar di laptop milik Vincent berganti.

Semula Vincent tidak memperdulikannya, tapi lama kelamaan dia juga merasa aneh. Walau tidak bisa menahan rasa penasarannya, Vincent masih mengganti gambarnya dengan sabar.

"Apakah ini yang paling bagus?"

Nah, kali ini Vincent sudah tidak bisa menahannya lagi.

"Nona Catherine, tujuan utama kita adalah memilih yang terbaik. Jika kau bilang semuanya bagus, bagaimana kita bisa memilihnya?"

"Maksudmu kau mau bilang foto yang kalian ambil tidak bagus."

Vincent hendak bicara namun menahan diri agar tidak segera mengemukakan pendapatnya. Dia sadar gadis ini tidak sedang bercanda dan benar-benar menatapnya dengan tatapan bingung.

Semula dia berpikir Catherine sengaja mempermainkannya dan tidak sungguh-sungguh mau membantunya. Tapi sepertinya tidak begitu.

'Tidak peduli seberapa cantik atau mengaggumkan, aku tidak bisa melihatnya. Aku tidak akan bisa menikmatinya.'

Kalau setelah diingat kembali, Cathy sama sekali tidak terpesona pada keindahan hotel ini, dia juga tidak pernah menunjukkan tatapan takjub atau kagum pada sesuatu.

Tidak ada yang bisa membuat gadis itu tersenyum atau tertawa.. Tidak. Tunggu.. sepertinya dia tahu bagaimana cara membuat Catherine tersenyum.

Vincent menutup kembali laptopnya tidak mau memilih foto lagi.

"Sudah selesai?" tanya Cathy terheran-heran.

"Tidak. Aku akan berdiskusi dengan pihak marketing mengenai komersial nanti."

Kening Cathy mengerut. "Lalu untuk apa aku disini?"

"Menemaniku?"

Luar biasanya, Vincent menanyakannya dengan nada super polos dan tampang tak berdosa membuat Cathy merasa jengkel.

Cathy segera bangkit berdiri dan kembali ke kamarnya. Kini dia yakin.. rasa debaran jantungnya memang disebabkan terlalu lelah dan kurang tidur.

Dia tidak mungkin memiliki perasaan spesial terhadap pria menyebalkan itu. Benar. Dia hanya terlalu letih.

"Ahhh, dia pergi lagi." ucap Vincent sekali lagi merasa kecewa.

Sebenarnya dia tidak bermaksud membuat Cathy merasa jengkel, tapi...ekspresi cemberut gadis itu sangat menggemaskan. Rasanya dia ingin sering menggodanya untuk melihat ekspresi gadis itu.

Seketika senyumannya langsung lenyap saat menyadari sesuatu.

"Aku pasti sudah gila. Vincent, apa yang terjadi padamu?" dia menepuk kedua pipinya dengan tangannya untuk menyadarkan diri.

Barulah dia kembali ke kamarnya melanjutkan tidurnya sekaligus 'sembunyi' dari anggota Regnz. Jika mereka belum keluar dari hotel siang nanti, dia tidak akan keluar dari kamarnya seharian.

Dia mendapat kabar seluruh anggota keluarga Regnz tidak melanjutkan inapnya di sini dan akan kembali nanti siang. Dia berharap seluruh keluarganya telah terbang meninggalkan pulau ini hari ini juga.

Dengan begitu dia bisa bebas berkeliaran untuk mendekati 'targetnya'.

Vincent berjalan kearah kamarnya sambil bersiul senang.

Awww.. sepertinya Vincent sudah menetapkan hati nih

VorstinStorycreators' thoughts
Next chapter