10 Acara Makan Malam (1)

Satu hari sebelum acara jamuan makan malam, Cathy membeli sebuah baju untuk dirinya sendiri. Selama ini Cathy hanya membelikan baju untuk ketiga adik-adiknya. Dia tidak pernah beli untuk dirinya sendiri ataupun peduli dengan penampilannya.

Selama dia bisa memakai kaos dan celana jeans yang bisa membuatnya bergerak leluasa, dia tidak peduli.

Namun kali ini berbeda. Pamannya memintanya menjadi asistennya dan menemaninya untuk datang ke acara kalangan para pengusaha.

Dia tidak boleh mempermalukan pamannya atau membuat sesuatu yang bisa merugikan paman Ben.

Hanya saja, ada satu hal yang tidak dia mengerti. Mengapa pria itu menyuruhnya tidak memberitahu orang-orang kalau dia adalah keponakannya?

Akibatnya, beberapa karyawan hotel memandangnya sinis karena menjadi sekretaris CEO hotel mereka dengan mudah.

Tidak hanya itu, ada seorang wanita yang tampaknya menyukai pamannya; dan pamannya membiarkan wanita itu salah paham. Wanita itu mengira dirinya memiliki hubungan istimewa dengan pamannya.

Tiap kali wanita itu mengunjungi kantor mereka, dia akan memandangnya dengan rasa tidak suka atau menganggapnya tidak ada.

Pernah satu kali wanita tersebut membuatnya merasa terintimidasi.. yah, dia sama sekali tidak terpengaruh. Sikapnya tetap pada pendiriannya dan tidak membiarkan siapapun menindasnya.

Lagipula, hubungannya dengan paman Ben tidak seperti yang dibayangkan wanita itu. Jadi dia tidak begitu peduli.

Tapi... Dia ingin menunjukkan pada mereka semua. Tidak peduli apakah dia adalah keponakan atau kekasih Benjamin Paxton, dia ingin mereka semua lihat, bahwa dia, Catherine West memang sanggup melakukan pekerjaannya sebagai sekretaris dengan profesional.

Hanya ini satu-satunya cara mengubah sudut pandang para karyawan hotel. Dan dia berhasil melakukannya.

Dia bisa memenuhi apapun permintaan Benjamin dan menyelesaikannya tanpa masalah. Kalaupun terjadi sesuatu yang tak terencana, Cathy bisa menemukan solusinya dalam waktu singkat.

Cathy sendiri selalu bersikap ramah pada semua orang yang ditemuinya. Dia tidak melulu mengikuti pamannya bila di dalam kantor.

Jika dia merasa Ben tidak memerlukannya, dia akan keluar dan bergabung dengan ruang kantor sebelah. Dia memiliki banyak kenalan baru disana.

Karena sikapnya yang terbuka, para manajer dan staff juga bersikap hangat padanya. Mereka tidak lagi memandangnya rendah ataupun menghinanya.

Satu-satunya masalah yang belum bisa ia selesaikan adalah mendapatkan jasa fotografer dari V collection.

Hingga detik inipun dia masih belum bisa menemukan jalan untuk bertemu dengan V. Benjamin sudah tidak mempermasalahkannya dan memberiknnya tugas lain yang lebih penting.

Tapi dia tahu, pamannya tidak akan pernah mencari fotografer lain dalam waktu dekat. Karena itu dia masih belum menyerah untuk menyeleseaikan tugas pertamanya.

Selama beberapa hari kunjungannya di galeri, dia mendengar beberapa rumor mengenai V. Fotografer terkenal itu adalah seorang yang memiliki kepribadian aneh.

V adalah pria berusia tiga puluh dua tahun dengan rambut panjang menutupi seluruh mukanya. Pria itu lebih suka memakai pakaian yang sama selama berhari-hari dan jarang keluar dari rumahnya.

Dengan penampilan lucek dan seperti pengemis, tidak heran jika V tidak mau ditemui secara langsung. Akibatnya tidak ada yang tahu seperti apa wajah V sebenarnya atau dimana rumahnya.

Cathy terheran-heran, jika memang tidak ada yang pernah bertemu dengan V sebelumnya, lalu bagaimana rumor mengenai penampilan V bisa beredar?

Cathy mendesah pasrah sambil memilih-milih sebuah baju terusan.

Dia belum pernah ke acara dimana semua orang kaya berkumpul, jadi dia tidak tahu pakaian seperti apa yang harus dia pakai. Apakah harus sangat mewah, atau sederhana tapi terlihat elegan atau hanya polos saja?

Karena posisinya hanyalah sebagai asisten, dia asal mengambil model yang menurutnya bagus. Baju yang dipilihnya adalah sebuah baju putih terusan yang panjangnya di atas lututnya sedikit. Baju terusan itu memiliki broket pada bagian kedua lengannya sepanjang siku dan bagian ujung bawah bajunya berbentuk bunga yang mengitari roknya.

Sederhana tapi anggun, itulah kesan yang ingin dia pakai. Dia akan memakai sepatu heels bewarna merah, hadiah ulang tahunnya dari ketiga adiknya. Heels tersebut bisa membuatnya lebih tinggi sebanyak tiga sentimeter.

Setelah membayar baju yang dipilihnya, Cathy mencoba sekali lagi ke galeri V collection. Dia berharap bisa bertemu dengan pemuda ditemuinya di bis dua hari lalu.

Dia memang tidak bisa membujuk Frank untuk menemukannya dengan V. Mungkin dia bisa meyakinkan pemuda itu untuk membuatnya bertemu dengan V.

Kemarin dia tidak pergi kesana karena tugas pekerjaannya terlalu sibuk dan dia terlalu lelah untuk menyempatkan waktu. Karena itu, begitu selesai dan mendapat izin untuk pulang, Cathy langsung ke rumahnya dan istirahat.

Meskipun sudah bekerja disana selama satu minggu dan beradaptasi terhadap pekerjaannya, tubuhnya masih belum bisa beradaptasi. Pekerjaan sebagai sekretaris pribadi merupakan yang pertama kalinya dia menggunakan seluruh otak dan tenaganya secara bersamaan.. karena itu dia merasa sangat lelah.

Bahkan saat dia bekerja di restoranpun, dia tidak perlu berpikir terlalu keras. Dia hanya menggunakan tenaganya saja, itupun hanya empat hingga lima jam per hari karena dia hanyalah pegawai paruh waktu.

Sedangkan di pekerjaannya sekarang, dia harus tiba jam delapan pagi dan pulang hingga malam tergantung pamannya. Jika Ben pulang jam enam, maka dia juga akan pulang. Tapi jika Ben pulang jam sepuluh, maka diapun juga akan pulang di jam yang sama.

Untungnya pamannya masih berbaik hati akan menyuruhnya pulang jika terlalu malam. Setidaknya dia masih bisa pulang dengan naik bis terakhir.

"Hai, Cathy. Kupikir kau tidak akan datang lagi." sahut Frank tampak ceria melihat kedatangannya.

Cathy selalu menggunakan jam istirahatnya untuk berkunjung di galeri. Terkadang dia memanfaatkan waktu saat menunggu pamannya yang sedang rapat dengan mampir ke galeri.

"Mana mungkin." balas Cathy dengan tersenyum. "Aku masih belum menyerah."

Frank tertawa. "V sudah kembali ke sini."

"Benarkah? Kapan aku bisa bertemu dengannya?"

"Soal itu.. maaf, aku tidak yakin saat ini V mau ditemui."

"Apakah sama sekali tidak ada cara?" Cathy memasang wajah polos dengan raut muka yang memohon dengan amat sangat.

Frank menggaruk kepalanya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal. Melihat expresi gadis yang dihadapannya, dia merasa sangat sulit untuk berkata tidak.

Tapi dia juga tidak mungkin begitu saja membongkar identitas V atau memberikan kontak Vincent pada gadis itu.

Dia benar-benar menemui jalan buntu. Dia tidak tahu harus menjawab apa dan terus memikirkan cara untuk melarikan diri dari permintaan gadis itu.

Rupanya dia sungguh beruntung.. seorang pengunjung memanggilnya.

"Maaf ya, aku sedang bekerja. Lain waktu saat kau datang disaat V ada disini, aku past akan membiarkan kalian bertemu." jawabnya sebelum bergegas ke arah pengunjung yang memanggilnya.

Sementara itu Cathy mendesah pasrah dan memandang Frank dengan jengkel. Jika dia memang tidak berniat membuatnya bertemu dengan V, kenapa pula dia memberitahunya V telah kembali?

Pada akhirnya Cathy memutuskan kembali ke kantornya tanpa memikirkan kejadian tadi. Dia membaca ulang jadwal pamannya hari itu dan mengecek apa saja yang diperlukan untuk rapat sore nanti.

-

Hari H,

Vincent sudah bersiap memakai setelan jas warna pastel dengan kemeja putih bergaris. Dia memadukannya dengan sepatu sneaker bewarna putih membuatnya terlihat stylish dan minimalis.

Sedangkan Felicia, dia memakai gaun burgundi dengan lengan baju pendek di sisi kedua lengannya menunjukkan bahunya secara terbuka. Rok pada bagian belakang gaunnya lebih panjang daripada bagian depannya menunjukkan kedua kakinya yang putih nan mulus.

Rambutnya dibiarkannya terurai dengan sedikit keriting pada ujungnya. Kedua sisi rambutnya diikat dan disatukan pada bagian tengah menunjukkan bentuk tulang pipinya yang sempurna.

Vincent yang melihat Felicia keluar dari rumahnya memandangnya dengan tertegun. Apa benar gadis itu macan betina yang dikenalnya selama ini?

Felicia tersenyum melihat expresi bengong dari sahabatnya dan memutar tubuhnya tiga ratus enam puluh derajat untuk dipamerkan pada pria yang sedang terpaku pada tempatnya.

"Jadi... Bagaimana penampilanku?"

"Apa kau sungguh adalah macan betina?"

Felicia mendecak kesal, "Sudah kubilang hari ini jangan panggil aku macan betina."

"Kau kan bilang itu jika kita ada disana. Kita masih di depan rumahmu. Jadi tidak ada masalah."

Felicia bisa saja melemparkan tinjuannya pada Vincent seperti yang biasa dilakukannya. Tapi tidak untuk malam ini.. Dia akan bersikap layaknya seorang wanita yang anggun yang tidak bisa menggunakan ilmu bela diri apapun.

Dengan tubuh yang tegap, Felicia berjalan dengan sangat pelan melewati Vincent dan masuk ke dalam mobil milik sahabatnya.

Melihat tingkah laku sahabatnya yang seperti seorang putri, mulut Vincent menganga lebar. Dia sama sekali tidak tahu macan betina yang dikenalnya bisa bersikap seperti itu.

"Hei, landak hitam.. sampai kapan kau bengong disana? Ayo berangkat."

Vincent tertawa cekikikan menanti apa yang akan terjadi saat Felicia dan Benjamin bertemu. Dia yakin sahabatnya itu akan bersikap yang sama sekali bukan sifat aslinya.

Kira-kira apa yang akan dipikirkan sepupunya begitu melihat sifat macan betina yang tiba-tiba berubah menjadi gadis anggun nan lembut?

Begitu tiba di sebuah bangunan tempat acara diadakan, Felicia segera masuk tanpa menunggu sahabatnya untuk mencari pria idamannya.

Karena Felicia memakai sepatu hak tinggi, dia menjadi agak sulit untuk berjalan cepat. Bahkan, Vincent telah menyusulnya tanpa disadarinya.

"Tidak perlu terburu-buru. Dia belum datang." sahut Vincent yakin Felicia tahu siapa yang dia maksud.

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku sudah bertanya pada bagian penerima tamu.

"Oo.." barulah Felicia bisa berjalan dengan santai menuju ke kerumunan para undangan.

Karena Benjamin belum datang dan Vincent sama sekali tidak merasa nyaman dengan kerumunan para gadis, Felicia selalu mendampingi Vincent dan mengatakan sesuatu yang membuat para gadis pergi dengan sendirinya.

"Kau ini. Jika kau tidak berubah, selamanya kau tidak akan bisa menikah. Baru dikerumuni lima gadis saja, kau sudah kewalahan."

Felicia sangat menyadari bahwa sahabatnya ini tidak hanya tinggi tapi juga sangat tampan. Terlebih dengan penampilannya saat ini dan sinar matanya, cara senyumnya.. gadis mana yang tidak akan luluh dihadapannya.

Sayangnya... Landak hitam satu ini, tidak hanya mengeluarkan duri landaknya disaat bertemu dengan seorang gadis, dia bahkan memalingkan wajahnya!

"Sekarang aku bisa mengerti kekhawatiran Tante Fefe dan kak Vanvan."

"Apa hubungannya dengan mereka?"

Felicia mendesah pasrah melihat sahabatnya yang sudah tidak bisa ditolong lagi.

"Vincent, coba kau pikir lagi.. saat kau tua nanti, kau akan hidup sendiri dan kesepian. Saat kau sakit, tidak akan ada yang merawatmu; saat kau bangkrut, tidak akan ada yang menemanimu; saat kau tertekan atau sedih, tidak akan ada yang menghiburmu. Apa kau mau hidupmu jadi seperti ini?"

"Kenapa aku merasa kau sedang mengutukku?"

"Ini pasti akan terjadi jika kau tidak menikah. Setidaknya.. maksudku.. lihatlah mereka. Mereka semua ingin berbicara denganmu. Diantaranya pasti juga ada yang ingin mengenalmu lebih dalam. Mereka juga cantik. Yah, meskipun tidak ada yang lebih cantik dariku sih."

Vincent hampir saja tidak bisa menahan tawanya melihat putri narsis dihadapannya.

"Kupikir kau ingin aku menggaet sekretaris Ben?"

"Hei! Aku hanya ingin kau menjauhkannya dari Benben, bukan berarti aku ingin kau merayunya. Aku tidak menyukainya. Dia tidak cocok untukmu."

"Baik, baik. Aku hanya perlu membiarkan salah satunya bicara denganku kan? Aku tidak begitu berminat. Bagaimana kalau kau saja yang mengenalkanku pada seseorang?"

"Kau yakin?"

"Hm.. jadi sepertinya kau sudah memiliki kandidatmu sendiri." tebak Vincent dengan curiga.

Felicia mengalihkan pandangannya ke arah lain, berpura-pura tidak tahu apa yang dimaksudkannya.

"Apa yang sedang kau bicarakan? Ah, itu dia..." Felicia berjalan menuju ke seorang gadis, kemudian keduanya kembali berjalan ke arahnya.

Secara diam-diam, Vincent meratapi dirinya sendiri yang selalu berada di bawah pengaruh wanita. Pertama ibunya, kedua adalah kakaknya, yang terakhir adalah macan betina.

Tentu saja dia hanya melunak pada ketiga wanita itu saja, di luar itu, dia akan bersikap dingin dan menunjukkan sikap tidak ingin didekati.

Dia tahu jika dia menemukan pasangan hidupnya, dia akan memanjakannya dan melindungiya... melebihi ketiga wanita yang dimaksudkannya tadi.

Karena itu, dia lebih memilih tidak menemukan cintanya. Setelah melihat Felicia menikah dengan orang yang bisa membahagiakannya, barulah dia akan mencari pasangan hidupnya.

Untuk saat ini, dia sudah cukup merasa nyaman dengan keadaan jomblonya.

avataravatar
Next chapter