7 [ It Is (Not) A Competition ]

"Tan. . Anterin Mami jalan dong~" Mami Tristan muncul di ambang pintu kamarnya di suatu siang menjelang sore yang cerah dan Jakarta lagi panas - panasnya.

"Sama Luna aja, Mi!" Tolak Tristan tanpa basa - basi, karena dia lagi berada di waktu Indonesia bagian tidur siang.

"Luna pergi sama temen - temennya. Mami mau pergi sama Tante Sarah. ."

Tante Sarah?

Tristan langsung menegakkan kepalanya, kemudian menjawab, "Iya. . Iya. . Tristan anterin!"

.

.

Saat Mami bilang minta anterin, harusnya Tristan sadar kalau itu artinya Mami sepaket sama Aurora.

Iya, Aurora yang itu, yang dijodoh - jodohin Maminya ke Tristan.

"Ih Rara seneng bisa jalan sama Tante! Nanti kalau Rara nikah sama Tristan, kita pasti bakalan sering jalan berdua ya Tan."

Tristan memutar bolanya jengah mendengar percakapan maminya dan Aurora yang duduk di kursi belakang mobilnya.

"Kalau ya Ra, kalau." Tristan dengan sengaja menekan kata 'kalau'-nya.

Sebenernya, Tristan itu sama sekali nggak benci sama Aurora. In fact, Aurora itu teman yang asik, tapi itu dulu, dulu sebelum maminya dengan terang - terangan menjodohkan Aurora dengan Tristan. Aurora mendadak jadi posesif nggak jelas dan menyebabkan banyak masalah pada teman - teman perempuan Tristan yang lainnya. Ada tuh, satu temen perempuan Tristan yang lumayan deket dari awal kuliah dan mereka jadi jauh gara - gara Aurora.

"Kamu ini! Nggak manis banget sih!" Diomelin Mami kan dia ckck.

"Nggak apa - apa Tan, Tristan paling cuma malu - malu."

Malu - malu my ass!

Tristan sibuk misuh - misuh di dalam hati.

Mobil Tristan melambat ketika memasuki area parkir GI.

"Mi, Tristan ke GS aja ya, nanti kalau udah selesai telpon aja." Asli Tristan semales itu jalan bertiga sama maminya dan Aurora, sampai lupa kalau maminya bakal ketemu Tante Sarah dan mungkin Tante Sarah bakal datang sama Khalisa.

"Eh. . Nggak boleh gitu! Kamu kan lagi jalan sama Mami juga, masa Mami ditinggalin?"

"Kan ada si Rara."

"Nggak apa - apa Tante, kita jalan berdua aja. Kan kita mau quality time. Nah, Tristan kan quality time-nya bukan belanja kaya kita hehe~"

"Bener nih Ra? Nggak apa - apa berdua aja sama Tante?"

"Iya! Kan Rara mau shopping date sama Tante. Tristan mah nggak seru diajak belanja." Aurora langsung mengapit lengan maminya Tristan.

Carmuk dasar.

Cibir Tristan dalam hati, tapi bodo sih, asal dia bisa lepas dari Mami sama Aurora dia mah fine - fine aja.

"Ya udah, nanti kabarin aja kalau kamu udah selesai ya, kita makan dulu sebelum pulang." Peringat maminya.

"Iya Mi! Iya!"

Kemudian mereka bertiga berpisah saat sudah berada di dalam mall.

.

.

Setelah membeli barang yang dicarinya di GS, Tristan memutuskan untuk pergi ke toko elektronik. Dia ingin membeli sebuah kamera film karena belakangan dia emang lagi into sama vintage filter.

Saat sedang memilih - milih kamera, ponselnya berbunyi. Alih - alih menjawab, Tristan memilih mengabaikannya karena ia berpikir itu pasti dari Mama.

"Yang ini satu, Mas." Tristan menunjuk kamera yang dia inginkan, kemudian pergi membayar ke kasir sana.

Ponsel Tristan kembali berbunyi. Daripada nanti maminya ngomel - ngomel panjang lebar, akhirnya Tristan memilih untuk mengangkat panggilan yang ternyata dari Tante Sarah.

"Halo. . Kenapa Tan?"

"Kamu masih di GS? Tante sama Mami kamu udah di Shaburi. Buruan nyusul, kita makan malam."

"Iya. . Iya. . Eh Tan. . "

"Apa?"

.

.

"Khalisa." Khalisa memperkenalkan dirinya pada Salma. Kakak perempuan Sarah yang terpaut delapan tahun lebih tua dari Sarah.

"Anaknya Mbak?" Tanya Khalisa saat melihat gadis manis yang duduk di sebelah Salma yang menatapnya dengan pandangan yang. . . Let's say, she is rating her right now.

"Oh bukan. . Ini pacarnya anak saya," Salma terkekeh sambil menyuruh yang gadis itu untuk memperkenalkan diri.

"Aurora, Tante." Gadis itu mengulurkan tangannya yang kemudian dijabat Khalisa.

Aurora?

Pikir Khalisa, kemudian melirik Sarah yang sedang menahan tawannya. Tampaknya menikmati adegan barusan.

"Tristan!" Sarah melambaikan tangannya, mau tak mau Khalisa mengikuti arah pandang Sarah, dan benar saja, di pintu masuk restoran Jepang itu ada Tristan yang sedang celingak - celinguk mencari keberadaan mereka.

"Nah, yang itu baru anak saya." Salma tersenyum simpul sambil memperkenalkan Tristan sebagai anaknya. Sementara Khalisa masih belum bisa menebak kemana arahnya pertemuan mereka hari ini. Apakah akan lancar - lancar saja atau malah akan jadi episode baru dramanya dengan Tristan, because God only knows what's inside his little head.

"Hai. . Kal." Sapa Tristan yang memilih duduk di hadapannya dengan Aurora di sisi kirinya. Dan tanpa mereka berdua sadari, Aurora mendengar sapaan Tristan barusan.

Alih - alih menjawab Khalisa hanya mengangguk.

"Saya denger kemaren Tristan yang jadi fotografer pemotretan kamu waktu dia lagi di Hongkong?" Salma membuka pembicaraan sambil mereka mulai makan bersama.

"Hmm. . Hasil fotonya bagus - bagus. Pantes Mbak Sarah ngotot pake dia aja." Jawab Khalisa seadanya.

"Ih Tristan! Fotoin aku dong sekali - sekali kenapa sih? Kamu nggak pernah mau kalau aku yang minta!" Protes Aurora.

"Bayar dulu, Ra. Kalau lo bayar gue mau." Tandas Tristan membuat Khalisa tersenyum kecil.

"Video yang aku rekamin kemaren udah kamu upload belom?" Salma, Sarah dan Aurora mendadak hening mendengar Tristan yang berbicara sesantai itu pada Khalisa, seakan menegaskan jika mereka memang sudah saling mengenal dan sedekat itu untuk bisa sesantai itu.

"Belom. Jelek." Khalisa menggelengkan kepalanya.

"Ya udah, nanti aku rekamin lagi yang baru. Mau city light dimana? Sydney?"

"Kamu mau ke Sydney Tan? Ikut dong! Aku juga pengen liburan tapi nggak ada yang mau diajakin!"

Khalisa lagi - lagi berusaha menahan senyumnya. She doesn't know why, but she feels like she's winning something. And it's nice.

"Bohong banget lo bilang nggak ada yang mau diajak. Antek - antek lo kemana?"

"Tristan!" Salma akhirnya turun tangan sebelum mulut Tristan melukai Aurora lebih jauh lagi.

Yah. . Baru mau klimaks padahal. Ck. . Ck. .

Batin Khalisa.

"Udah, kamu pergi sama Tante aja, minggu depan Tante mau ke Gold Coast abis itu kalau kamu mau ke Sydney bisa kok." Sarah berusaha mencairkan suasana yang mendadak awkward itu.

.

.

"Khal. . Sorry ya, acara makan malam kita jadi awkward, Tristan biasanya baik kok." Ucap Salma saat mereka semua sudah selesai dengan makan malamnya dan Tristan pergi duluan ke parkiran.

"Nggak apa - apa Mbak. Urusan anak muda saya ngerti mah." Balas Khalisa sambil tersenyum ramah.

"Tapi kalian berdua kayanya lumayan akrab ya?"

"Nggak juga sih, mungkin karena saya pernah kerja sama dia aja kali, Mbak." Sanggah Khalisa.

"Oh. . Gitu. . Lain kali kita jalan berempat lagi ya. Hati - hati kalian berdua pulangnya." Salma kemudian mendekati Khalisa dan Sarah untuk cipika - cipiki.

"Mbak jangan lupa dateng ke lauching brand baru aku ya!" Sarah dan Salma saling berpelukan sebelum berpamitan.

"Iya, iya, Mbak pasti dateng lah. Kalau gitu kami duluan ya!"

"Hati - hati Mbak." Ucap Khalisa dan Sarah bersamaan.

"Wah. . Ponakan gue kayanya whipped banget sama elo Kal?" Sarah baru berani ngomong ini saat Salma dan Aurora sudah menghilang dari pandangan mereka.

"Apa gue terima tawaran main film aja ya Mbak? Asli sih gue pengen nyiram si Tristan tadi tapi gue tahan - tahan." Khalisa mengurai tawanya bersamaan dengan Sarah sambil berjalan menuju parkiran.

"Tapi gue jadi kasian sama si Rara sih," Gumam Khalisa.

"Ya, mau gimana lagi? Orang Tristannya nggak suka. Anak jaman sekarang mah mana ada yang mau dijodoh - jodohin, padahal nggak semua perjodohan itu jelek. Kaya gue sama suami gue kan?"

"Tapi nggak semua yang awalnya dari cinta juga berhasil Mbak."

Khalisa mengeluarkan ponsel dari saku roknya kemudian membuka sebuah pesan yang baru masuk ke nomornya.

Sebuah pesan dari kontak tanpa nama yang walaupun Khalisa berusaha pura - pura tidak tau ia terlalu hafal nomor itu milik siapa.

Minggu depan Gienka ulang tahun, aku mau ke Bali. You should come too.

"Kenapa Kal?" Tanya Sarah saat mendapati Khalisa yang mendadak bungkam di sampingnya.

"Attila Mbak. Attila minggu depan mau ke Bali."

avataravatar