4 Part 1. 3. Kecelakaan

"Bar, akbar! Sebentar lagi kita berangkat ngaji iqro di Masjid At-taubah. Aku mau pulang dulu." Ucapku sembari membereskan mainan yang berserakan pada teras rumahnya.

"Oh! Iya juga! Aku lupa zi kalau kita ada jadwal hari senin dan kamis." Akbar ikut melanjutkan.

"Tumben Kak El dan Nanda ngga ikut kita main kayak gini!" Terangku kepada Akbar yang sibuk menata mainannya dengan sangat rapi. Dengan terburu-buru aku letakkan mainan begitu saja."

"Entah! Aku tak tau. Mereka mungkin sibuk. Hey lu Fauzi Gendut. Kalau beres-beres itu yang rapi dong! Kalau seperti ini aku yang repot. Bisa dua kali beresnya nanti aku. Sana ambil kardus lain dan tempatkan dengan benar!" Suruh Akbar sambil mengacungkan tangannya pada ruang tamu.

"Iya cerewet lu! Dimana kardusnya?" Kesalku dengan Akbar dan masuk kedalam ruang tamu.

"Dekat kursi nomer dua dari balik pintu!" Terangnya tanpa menoleh dan masih sibuk membereskan mainannya.

"Yang mana? Ada dua yang kosong!" Aku tetap ngeyel. Padahal tinggal ambil.

"Zii..! Tinggal ambil salah satu bisakan?" Sambil menengok kearahku mencari.

"Iya.." Terangku. Kuambil salah satu dan keluar ruang tamu sambil memberikan kardus pada Akbar.

"Nah gitu aja kok ribet amat!" Kesal Akbaar dengan menatapku serius. Beberapa menit setelah semuanya beres. Aku berpamitan dengan Akbar.

"Bar. Aku pulang dulu. Nanti kita ketemu di masjid." Kuambil sandal dan bergegas pulang.

Memang rumah kami bersebelahan tetapi ada tembok yang menghalangi kedua rumah dan harus mengambil jalan memutar menuju jalan raya.

Pukul 15.00 WIB. Aku bersiap-siap untuk berangkat menuju masjid. Sebelum itu aku menghampiri rumah Akbar.

"Akbar. Ayo berangkat ngaji!" Teriakku dari depan gerbang miliknya.

"Akbarnya sudah berangkat dari tadi!" Teriak seseorang dari dalam rumah.

Tanpa membalas perkataannya dan langsung bergegas ku menuju Masjid At-Taubah. Sekitar 5 menit berjalan sampailah aku di sana. Ternyata ngaji iqro sudah dimulai. Dengan cepat aku masuk tanpa mengucapkan salam. Dan duduk didekat Fahri begitu saja.

Tiba-tiba Pak Ustadz melirik kearahku yang duduk begitu saja.

"Fauzi!" Ucap beliau. Semuanya terdiam.

"Iya Pak Ustadz?" Jawabku dengan takut sambil menundukkan kepala.

"Kamu lupa ya kalau ada yang lain berkumpul ucapkan salam. Ulangi dari pintu masuk dan ucapkan salam." Perintah beliau.

Akupun keluar dan menaruh kartu nama disamping Fahri.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh." Kaki kanan masuk terlebih dahulu.

Mereka semua menjawab, "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" Dengan lantangnya mereka membalas.

"Setelah ini kamu kembali duduk. Sebelum itu ambil kertas kamu dan letakkan di sini."

"Iya Pak Ustadz." Kuambil kertas di almari bertuliskan namaku dan menaruhnya di dekat beliau. Lanjut aku duduk bersama Fahri dan menunggu antrian mengaji.

"Uzi! Kamu darimana kok baru sampai?" Tanya Fahri sambil berbisik di telingaku.

"Bukanya aku berangkat seperti biasanya ya?" Jelasku dengan santai.

"Kamu ngga dengerin perkataan Ustadz kemarin?" Ucap Fahri sambil terus mengingtakan.

"Loh! Emang kemarin Pak Ustadz bilang apa?"

"Hadeh ni anak! Kan kita disuruh berangkat sebelum sholat ashar. Sekalian kita sholat berjamaah disini." Dengan lirih Fahri berbisik ditelingaku.

"Waduh. Jadi aku telat lama dong tadi?" Kagetku sambil melirik pada Pak Ustadz.

Setelah menunggu giliranku. Dipanggilah namaku oleh Pak Ustadz. "Fauzi Adam. Ayo maju kedepan." Perintanya sambil menandatangani kertas milik temanku.

Majulah aku dengan rasa takut dan gelisah. "Iya Pak Ustadz!" Kemudian duduk berhadapan dengan beliau.

"Kenapa kamu telat?" Tanya beliau sebelum melanjutkan hafaln iqroku.

"Itu Ustadz. Fauzi tidak tahu kalau ngaji dimulai sebelum ashar berkumandang." Dengan ragu aku menjawab.

"Lain kali kalau ada seseorang yang sedang berbicara di depan itu diperhatikan. Jangan malah ngobrol sendiri. Taunya kamu malah telatkan? Buka lanjutan dari minggu lalu." Tegas beliau

Tanpa berkata sesuatu akupun melanjutkan belajar iqro dengan beliau. Walau orangnya sedikit keras, Pak Ustadz sebenarnya baik hati. Dia punya perinsip, apabila itu mencakup ilmu dan pendidikan ia tak segan-segan untuk memarahi. Beda halnya jika di kehidupan bersosialisai. Orangnya ramah dan ulet. Kata tetangga sekitarnya.

Pukul 17.00 WIB.

Pulanglah Aku bersama teman lainya dari TPA. Taman Pendidikan Al-Qur'an (disingkat TPA atau TPQ) merupakan lembaga atau kelompok masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan nonformal jenis keagamaan Islam yang bertujuan untuk memberikan pengajaran membaca Al-Qur'an sejak usia dini, serta memahami dasar-dasar dinul Islam pada anak usia taman kanak-kanak atau dewasa juga ada. Semua tergantung dari diri kita masing-masing dan mau belajar sejak dini atau nanti.

Kami harus melewati jalan raya untuk pulang ke rumah masing-masing. Karena lokasi masjid berada di timur dari dusun kami dan paling ujung. Aku, Akbar dan dua temanku pulang bersama dengan jalan kaki dan melintasi trotar sekitar jalan.

Kami terpisah secara berurutan. Mulai dari Fahri, Ilyas, Akbar dan kemudian Aku. Memang Aku tinggal paling barat dari dusun, karena sebelahku sungai dan sudah beda wilayah atau beda dusun.

Tinggal Aku dan Akbar yang melanjutkan perjalanan pulang. Setelah sampai di depan rumah Akbar. Ia kemudian berhenti dan melihat sekitar apakah ada kendaraan yang melintas atau tidak.

"Zi aku pulang duluan ya! Sampai jumpa." Teriak Akbar yang sudah berada di tengah jalan.

"Oke bar." Jawabku santai dengan melambaikan tangan dan menatap kearahnya.

Tiba-tiba ada sesuatu yang melintas cepat sekali. Ngeng!

"Bar! Akbar!" Teriakku cemas dan langsung menghampiri dirinya.

Karena kurang waspada dan tidak memperhatikan. Apakah ada atau tidak kendaraan yang melintas. Aku berlari sekencang mungkin untuk sampai di sana. Belum sempat aku sampai di tepi jalan. Ada suara motor yang melaju dari arah timur ke barat. Motor itu seakan tepat di belakangku berlari.

Ngeng! Brak..! Srooot!

Bunyinya seperti sebuah benda yang menabrak sesutau dan terseret jauh.

Aku mendengar suara yang memanggil namaku dari jauh. "Fauzi...!" Teriak seseorang. Entah itu Akbar atau siapa tak tahu.

Saat itulah aku seperti melayang, rasanya berapa detik tak menyentuh tanah.. Terbang sejenak pikirku. Sebelum mata memejam dan melihat rerumputan hijau yang tepat berada di sebelahku tertidur dan rasanya nyaman sekali. Dan saat itu juga aku tak melihat apapun lalu tidurlah seketika itu juga.

Entah berapa lama aku tertidur dan tak merasakan tangan beserta kakiku yang dapat digerakkan. Namun, ada suara banyak orang orang berada di dekatku. Mereka sedang mengobrolkan sesuatu yang tak aku mengerti.

Aku bangun dengan keadaan linglung, seperti bukan diriku saat itu. Aku sadar tapi tak ada kata yang dapat aku ucap. Aku melihat banyak orang yang berdatangan. Ada yang berdiri, duduk, bahkan mengobrol satu sama lain.

Tiba-tiba ada suara yang memanggilku," Tole, tole! Sudah bangun? Mau makan apa?" tanya suara itu. Ternyata itu adalah suara Kak Lia. Anak pertama dari simbahku.

Aku hanya terdiam dan tak menjawab sama sekali. Kulihat Ibu sedang memangku kepalaku. Dan wajahnya tanpa ekspresi. Entah sedih atau apa aku tak begitu mengerti.

Aku bangun dan hendak mau ke kamar mandi. Namun yang aku rasa kaki kananku sakit sekali, bahkan untuh berjalan saja susah. Sempat melihat jam sudah berada pada angka 9 atau tepatnya pukul 21.—sekian.

Sekiranya kesadaranku mulai membaik dan aku bertanya pada Kak Lia. "Mbak, apa yang terjadi?" Polosku bertanya tanpa rasa tahu.

"Kamu tadi kecelakaan saat mau pulang ke rumah." Terangnya dengan lemah lembut berkata.

"Wah. Aku ingat! Tadinya aku mau menghampiri Akbar dan tiba-tiba ada motor yang berdiri di belakangku!" Tanpa ragu aku berkata.

"Sudah-sudah. Kamu istirahat aja dulu le!" suruhhnya.

"Iya mbak!" aku kembali tidur di dekat televisi yang sedang menyala. Dan terlelaplah aku hari itu.

avataravatar
Next chapter