3 Part 1. 2. Kota Bengkulu Kota Persahabatan

(02-06-2018.)

Jadi, bagaimana dengan ceritaku di Kota Palembang? Apakah ada hal yang menarik dari kota tersebut? Yang pasti banyak hal dan tak bisa menceritakan satu persatu kejadian di sana.

Yah! Karena cerita yang aku dapatkan semuanya dari keluarga bukan secara langsung. Memang aku yang mengalami hal itu. Tetapi bagaimana caranya seorang bayi bisa tahu akan masa kecilnya. 𝘛𝘩𝘪𝘴 𝘪𝘴 𝘪𝘮𝘱𝘰𝘴𝘴𝘪𝘣𝘭𝘦.

Selanjutnya adalah cerita kedua. Bercerita tentang masa kecilku di Kota Bengkulu. Mendengar nama Kota Bengkulu pasti akan mengingat akan berbagai macam kekayaan hutan yang dapat ditemukan di Bengkulu seperti Bunga Rafflesia Arnoldi, Anggrek Air Vanda Hookeriana, Kayu Medang, Meranti, Ratan dan Damar. Tanaman lainnya yang sering dibudidayakan oleh masyarkat adalah Minyak Kelapa Sawit, Getah Karet, Kopi, Durian, Jeruk, Sayuran dan lainnya.

Kalau soal makanan mendengar kata Bengkulu, biasanya orang langsung mengingat pendap. Apa itu pendap? Pendap adalah makanan khas provinsi Bengkulu yang juga mendapat sebutan ikan pais oleh penduduk lokal. Ikan pais saat ini sudah menembus banyak pasar di sejumlah kota semisal Jakarta, Lampung, Jambi, Palembang, dan Pangkal Pinang.

Alasan orang menyukai pendap karena mempunyai cita rasa yang kuat dan bisa menggugah selera makan, terutama pembungkus daun talasnya yang mengeluarkan aroma khas.

Kali ini aku tidak akan cerita tentang hutan ataupun makanan. Tetapi tentang beberapa sahabat masa kecil yang tidak akan pernah aku lupa.

Pada saat itu. ( 05-05-2002.)

Umurku sudah beranjak 4 tahun dan sudah mulai aktif dalam bermain. Di sini aku memiliki teman dekat yang berjumlah 3 orang. Namanya Akbar, Elsa dan Nanda. Kami berempat selalu melakukan hal gila jika bersama.

Pertama Akbar. Anaknya periang tegas kadang sedikit gila. Kalau dengannya pasti ribut terus. Gila disini bukan seperti orang gila pada umumnya. Melainkan ia selalu punya hal yang tak terduga saat bermain bersama kami. Usianya sekitar 5 tahun atau satu tahun lebih dariku. Kadang perkataannya suka ngawur dan terkontrol. Selalu berkata kasar. Entah kenapa kami selalu bersama disetiap harinya.

Yang kedua Elsa. Dia cewek tomboy yang usianya lebih tua dari kami bertiga. Ia layaknya seorang pemimpin. Kami memanggilnya dengan sebutan "Kak El." Walaupun dia sering diperolok sesama teman cewek dengan sebutan tomboy, ia tetap mau bermain dengan kami bertiga.

Ternyata Kak El anak yang rajin jika berada di rumah. Selalu beres-beres dan kadang mencuci bajunya sendiri. Beda sekali dengan kami yang tak memperdulikan keadaan rumah. Pernah aku bertanya, kenapa Ia tetap mau bermain denga kami. Padahal umumnya cewek itu mainnya boneka atau masak-masakan. Tapi Ia hanya menjawab, bahwa itu kuno. Sebenarnya Ia juga memiliki 2 kardus boneka di kamarnya. Karena ingin sesuatu yang berbeda. Karena itu semua hanya hadiah dari orangtuanya.

Yang terakhir Nanda. Laki-laki pendiam dan penurut. Kadang sering kali kami suruh untuk melakukan sesuatu dan selalu menurut apa yang diperintahkan. Usianya tak beda jauh denganku, tetapi ia lebih tua beberapa bulan dariku. Tetap saja disini aku tak memperdulikan semuanya dan menganggap kami semua setara.

Sedangkan aku sendiri yang paling muda diantara kami berempat. Dilihat darimanapun badanku yang gendut membuat orang sekitar mengira aku lebih tua dari Akbar dan Nanda.

Setiap pagi kami berempat selalu bermain bersama di belakang rumah milik Akbar. Walau aku dan Akbar sejatinya hanya bersebelahan. Kala itu kami berencana untuk pergi kerumah Nanda. Karena sebelumnya kami jarang bermain disana.

"Akbar,Akbar! Ayo main." Panggil Nanda keras dengan wajah yang datar.

"Akbar! Akbar! Akbar!" Lanjutku berseru.

Tanpa terkejut ada suara gagang pintu yang mulai terbuka serasa orang sedang membukanya.

Cekrek, Cekrek, Ngiiit!.

"Apasih manggi-manggil?" Tanya Akbar yang keluar dari rumah dengan mengusap mata dengan tangan kanannya.

"Jadi main ke rumah Nanda tidak?" Ajakku padanya dengan serius.

"Sebentar ya, aku mau masuk untuk cuci muka dulu. Kalian tunggu di sini dulu." Suruhnya dengan menatap sekeliling rumah.

Kamipun duduk di depan teras miliknya dan saling sejajar.

"Habis ini mau ngapain Kak El?" Tanyaku ragu.

"Kita lihat saja nanti. Hehe." Terangnya dalam penuh tanda tanya. Aku dan Nanda hanya bisa terdiam tanpa berkata sepatah katapun setelah Kak El menjawab.

Tak berselang lama, Akbar keluar dengan baju yang berbeda.

"Eh Akbar. Sudah mandi ternyata." Sapa Kak El sambil berdiri mendekatinya.

"Ayo kita kesana." Ajak Akbar dengan berjalan duluan. Kami bertiga lanjut mengikutinya dari belakang menuju suatu tempat di belakang rumah miliknya.

Bukannya berhenti di belakang rumah, kami terus menjauh dari pemukiman warga.

"Kak sebenarnya kita mau ngapain sih di tempat yang seperti ini?" Tanyaku mendesak Kak El dengan penuh cemas dan rasa takut. Nanda hanya terdiam tanpa suara dan ekspresi yang tetap sama seperti awal tadi.

Kak El tak mau menjawab. Ia hanya tersenyum dengan wajah yang sedikit menyeramkan.

Tibalah kami di rumah kosong yang dekat dengan sungai yang tak jauh dari pemukiman. Jarak rumah kosong itu hanya beberapa meter dengan sungai.

Kami semua masuk ke dalam seperti mengendap-endap karena ketakutan.

"Kak El udah bawa itunya?" Tanya Akbar sambil melihat kami bertiga.

"Sudah Akbar. Ini aku bawa di saku." Dikeluarkannya pisau dari saku bagian kanan.

"Kalian mau ngapain?" Respon kaget Aku dan Nanda. Suasana yang tidak enak akhirnya terjadi.

"Akbar apa kamu bawa barangnya?" Seru Kak El yang mengarahkan pisaunya kepada Aku dan Akbar.

"Bawa dong kak. Ini barang yang kamu minta--," Belum selesai Akbar berbicara. Aku menangis memohon ampun kepada Kak El.

"Hua. Ampun kak, ampun. Aku ngga salah apa-apa!" Dari samping Nanda ikut menangis.

"Hua..Hua..! "Ampuni kami kak. Salah kami apa?" Aku dan Nanda menangis tersedu dan saling berangkulan.

Akbar dan Kak El merasa kebingungan atas tingkah kami berdua. "Kalian ini ngapain sih dari tadi? Ngga jelas banget." Tangan Kak El mengambil sesuatu dari Akbar.

"Iya. Kalian berdua ini dari tadi kenapa? Kayak orang mau diapa-apain." Sahut akbar.

"Kalian mau apa dengan pisau ini dan barang itu?" Tanyaku sambil menangis tersedu.

"Pisau ini untuk motong ikan hasil pancingan kemarin. Nanda sudah membawa buah mangga dan jambu dari rumah."

"Tau nih dua orang! Dari tadi ngga jelas tingkahnya." Ejek Akbar sambil menuju dapur.

Perasaan cemas mulai menghilang dari pikiran kami.

Tunggu dulu! Akbar menuju dapur?

Tiba-tiba ada suara wanita yang memanggil nama Kak El. Dan suaranya seperti orang yang lanjut usia.

"Elsa! Apa itu kamu?" Tanya wanita itu dan entah darimana asal suaranya. Datanglah seorang nenek yang berada di depan kami

"Cucuku yang manis. Ternyata itu kamu!"

"Apaan sih Nek?! Elsa itu udah bukan anak kecil lagi. Elsa udah kelas 2 SD. Dan bukan cucu manis nenek!" Tegas Elsa memarahi neneknya.

Ternyata rumah yang dianggap kosong tersebut adalah rumah neneknya. Bukanya kosong atau angker, hanya saja neneknya hidup sendiri dan ditinggal suaminya 5 tahun lalu. Terkadang neneknya ikut tinggal bersama Elsa. Pantas saja Aku pernah melihat nenek itu di suatu tempat. Rupanya nenek Kak El. Ternyata Akbar sudah mengetahui terlebih dahulu, makanya ia pergi begitu saja dan bilang mau ke dapur.

"Selamat pagi Nek." Ucapku dengan lega.

"Pagi cucu-cucuku yang imut!" Jawab Nenek sembari berjalan melewati kami semua. Aku dan Nanda tersenyum gembira sedangkan Kak El hanya terdiam memperhatikan neneknya melewati.

"Bar! Akbar, kamu ngapain sih tiba-tiba masuk rumah orang tanpa permisi?" Kesalku padanya dan menatap sinis.

"Loh ini rumah nenek Kak El. Dan ia sedang bersama kita." Aku dan Akbar saling beradu mulut. Kak El yang nampak kesal menengahi kami berdua.

"Sudah-sudah. Ayo kita ke dapur bersama nenek!" Ajaknya dengan berjalan terlebih dahulu. Kami bertiga mengikutinya dari belakang.

Saat didapur kami melihat makanan yang sudah tersusun rapi di meja makan. Mulai dari nasi sampai lauk. Ternyata ini semua sudah dipersiapkan Kak El untuk kami bertiga.

"Ayo sarapan dulu, takut keburu dingin sayurnya." Ucap nenek dengan mengambil piring yang sudah dicuci.

"Iiyaa..iya nek!" Glagapan Aku dan Nanda.

Kami berlima akhirnya makan bersama layaknya sebuah keluarga. Lantas Akbar tadi membawa sesuatu itu apa? Kak El juga, ia membawa pisau itu buat apa?

Entahlah! Ternyata saat itu adalah hari Ulang tahun Kak El yang ke7. Kami semua diundang dalam pesta kecil tersebut. Ya! Hanya kami. Kami jadi sering ke rumah nenek saat matahari berada tepat di atas kepala. Rumah nenek menjadi tempat singgah kami saat merasa haus dan lapar. Memang tidak seperti awal kami di sana tetapi nenek mempersilahkan apa yang sudah tersedia untuk kami nikmati.

avataravatar
Next chapter