11 Part 1. 10. Indahnya, suasana pagi Kota Jogja

"Nay! Kita mau parkir sepeda motor di mana?" Tanyaku kebingungan sambil melihat sekeliling tempat parkir, apakah ada yang kosong dan pas untuk memakirkan sepeda motor.

"Itu di sana ada yang masih kosong dan tempatnya lumayan teduh, jadi biar motornya ngga kepanasan nanti." Kamipun bergegas menuju ruang tersebut agar tidak kecolongan oleh orang lain.

"Yakin mau parkir di sini?" Tanyaku ragu.

"Lah iya! Emang ada yang salah?" Responnya dengan nada sedikit naik.

"Ngga! Kalau kita parkir di sini tempatnya jauh dari titik 0 kilometer lo! Nanti jauh banget kita jalan kakinya sampai ke sana." Hanya berhenti di sela-sela sepeda motor yang sudah terparkir..

"Sekalian buat olahraga biar kamu kurusan dikit. Haha!" Ejeknya sambil menutup mulutnya.

"Lah kamu ngejek? Haha." Ujarku senang.

"Nggak kok. Tapi inikan fakta." Ia tersenyum sambil melihat kearahku sedikit.

"Lihat beberapa bulan lagi, aku bakal buktikan ke kamu kalau bisa kurus saat itu juga wkwk!" Balasku dengan malu.

"Silahkan, aku pegang kata-katamu ya? Kamu ngga marah yakan zi?" Tanya Ia dengan nada pelan.

"Engga kok, emang kenapa? Aku seneng aja bisa lihat kamu ketawa lepas seperti ini. Akhirnya bisa lihat kamu seneng. Hehe!" Hiburku agar perasaannya tetap bahagia.

"Apaan sih haha. Dasar bucin!" Jawabnya sambil memukul pundakku dengan tangan kanannya.

Plak!

"Aw sakit tahu! Kenapa setiap kali cewek ketawa selalu memukul coba?" Tanyaku sambil bercanda gurau dan sedikit menahan sakit. Keras juga tamparan seorang cewek.

"Ini tuh cuma respon aja. Haha! Kita mau jalan ke sana ngga?" Tanyanya dengan tinggi.

"Yakali respon! Kemana-kemana?" Jawabku.

"Udah deh! Jangan mulai." Sedikit cemberut dan mengembangkan pipinya.

"Eh! Iya-iya. Ayo buruan nanti keburu siang." Aku sedikit salting dan malu.

"Parkirkan motor dulu dong! Masak iya cuma kamu tinggalkan di sini motornya" Ujarnya dengan berdiri menjahui.

"Kan ada abang parkirnya!" Jawabku singkat.

"Terserah kamu!" Ia pergi mendahului.

"Tunggu nay! Bang maaf motornya di sini sajakan?" Tanyaku pada Abang parkir yang mendekati.

"Iya mas, ditinggal aja ngga papa nanti bisa saya beresin!" Jawabnya.

"Oke bang. Mau dibayar nanti atau sekarang?" tanyaku sambil menodongkan uang kepadanya.

"Nanti aja mas. Ini kartu parkirnya." Ia memberikanku secuil kertas warna biru muda bertuliskan "Kartu Parkir Malioboro" dan segera si abang menata sepeda motor pada tempat yang sesuai.

"Oke! Terimakasih!" aku pergi dengan menggendong tas yang kubawa untuk fashion saja.

"Sama-sama mas." Jawabnya singkat.

Akupun berlari menuju Naily yang menunggu yang duduk paada kursi besi berwarna hijau.

"Maaf nay. Kamu nunggu lama." Jelasku padanya dengan nafas sedikit terengah-engah.

"Ngga! Biasa aja sih." Singkatnya dan menahan sedikit kesal yang terlihat dari wajahnya.

"Mau duduk sini dulu atau kita lanjut jalan?" Tanyaku dengan mendekati dirinya dan tetap berdiri.

"Kita lanjut jalan aja. Kalau duduk di sini mana dapet momen olahraganya."

"Hmm. Kalau gitu aku yang bawa tasmu sini!" Pintaku padanya sambil menjulurkan tangan.

"Kamu yakin? Masa cowok bawa tas cewek kayak gini! Nanti dikira kamu orang rada wkwk." Ejeknya sambil melihat kearahku berdiri.

"Rada gimana hallo? Yakan ada kamu, masak iya mereka ngira aku yang bawa tas begituan. Ada-ada aja deh kamu!" Balasku dengaan sedikit malu.

"Ngga usah lah, aku aja yang bawa. Toh ini barangku semua dan ada yang tadi juga." Naily tersenyum malu setelah menjelaskan beberapa alasan kepadaku.

"Hmm, oke! Ayolah jadi jalan sekarang ngga?" Aku pergi mendahuluinya.

"Tungguin napa! Jalannya jangan cepet-cepet kayak orang ngejar maling gitu!" Marahnya sambil mengembangkan pipinya.

Aku yang melihat wajah cemberut darinya dan berfikir bahwa kenapa ia sangat cantik disaat sedang seperti itu?

"Iya deh, iya." Jawabku pasrah dan memelankan beberapa langkah menuju ke selatan dan kamipun berjalan sejajar dan saling menanyakan beberapa hal yang ingin aku tanyakan terhadap dirinya.

"Zi!" Panggilnya seketika itu.

"Kenapa Nay?" Jawabku dengan nada pelan dan kebingungan sambil melihat kearahnya.

"Tahu tidak, kalau kemarin itu karya buatan tanganku ditolak oleh dosen pembimbing saat sedang penilaian tugas mingguan kampus. Hiks!" Ia sedikit resah dan perlahan menundukkan kepalanya di sela perjalanan.

"Loh! Emang kamu membuat apa kok sampai ngga diterima sama dosen pembimbingmu sendiri?" Tetap berjalan dengan tempo yang sama sambil sesekali memperhatikan sekitar agar langkah kami tidak mengganggu pejalan lain.

"Aku hanya buat topi dari beberapa bahan yang aku punya. Ternyata itu belum sesuai dari apa yang bu dosen minta."

Ia menjelaskan dengan wajah yang memerah. Entah sedih, malu atau apalah itu aku tak tahu.

"Ouh, bu dosen ternyata. Wkwk!" Candaku menghibur.

"Kok kamu ketawa sih? Ngga tau apa kalau aku sedang sedih memikirkan apa yang aku harus buat selanjutnya dengan bahan yang minim." Marahnya dengan menatap wajahku yang mungkin orang lain akan jengkel apabila melihatku juga.

"Piszz! Mau aku bantu? Kalau boleh sih. " Ajakku merayu.

"Boleh saja. Memang tujuanku kesini mau membeli beberapa perlengkapan. Mulai dari benang, jarum, pita dan lain sebagainya. Nanti kalau di sini kosong semua, kita menuju ke Jl Solo yang di mana pusat pasar tekstil terbesar di Jogja." Ujarnya.

"Oke sayang!" Dengan raut muka senang dan tertawa.

"Ishh! Apa-apaan sih kamu malu-maluin aja. Kamu ngga lihat banyak orang yang berada tepat di sekeliling kita?" Melotot kearahku serasa ingin marah tapi tak bisa.

"Ah, keceplosan karena saking senangnya. Ya maaf." Mintaku tulus terhadapnya.

"Iya. Eh kita duduk dulu di sini yuk mumpung ada kursi yang kosong." Ia berjalan mendahuluiku dan langsung saja menduduki kursi tersebut.

"Lah dia malah duduk di situ." Ejekku padanya.

"Zi! Sini, cepatlah!" Ajaknya sambil tangannya mengayunkan kearahku yang masih berdiri mematung.

"Otw!" Ujarku segera mendekatinya.

Melihat keramaian suasana Malioboro yang berisik akan pejalan kaki dan beberapa melakukan aktivitas seperti jogging, jalan santai, dan masih banyak lagi.

"Hmm-,"

"Kenapa nay?" Sahutku tiba-tiba sebelum ia bicara.

"Bentar to! Jadi lupa aku mau bilang apa tadi. Hisssh!" Ngambek.

"Iya maaf. Ayo bilang aja, aku tunggu loh ini."

"Dahlah, kamu kok bikin moodku naik-turun sih?"

"Kan aku udah minta maaf. Yaudah mau aku belikan sesuatu ngga?" Mencoba membela diri.

"Apa ya? Cilok aja kalau ada. Terserah deh apa aja. Es campur juga boleh hehe!" Ia tersenyum dan suasana tiba-tiba berubah drastis dan ia menyuruhku membelikan makanan.

"Oke! Tapi kamu jangan pergi dari sini. Kuncinya kamu bawakan?" Isengku.

"Iya! Apaan orang kamu yang memarkirkan motor kok aku yang bawa!" Balasnya.

"Bercanda doang, hmm." Akupun pergi mengarah mengikuti alur para pejalan kaki lainnya untuk menemukan pedagang cilok yang dimaksud.

Kenapa Jogja indah sekali pagi ini? Apakah karena rasa bahagia yang aku rasakan sekarang ini? Entah akan sampai kapan seperti ini.

Tak terasa sejauh mana aku berjalan dan tak menemukan sesuatu yang dimaksud. Akhirnya aku kembali ke tempat Naily dan menyuruhnya untuk lanjut berjalan.

avataravatar
Next chapter