5 Tidaķ Sengaja Berpelukan

Setibanya di kantor, Bryana langsung memasuki gedung megah perusahaannya menuju ruangannya yang berada di lantai sembilan. Dia berjalan diikuti oleh Dean yang selalu menjaganya hingga memasuki lift dan menekan tombol menuju lantai sembilan.

Saat di dalam lift, hanya ada keheningan di antara mereka berdua. Sesekali Bryana melirik Dean yang hanya bergeming tanpa bergerak dengan menatap ke depan, dia sangat heran padanya karena bisa diam seribu bahasa sedangkan ada banyak pria yang mencoba merayunya selama ini.

Saat lift terbuka, Bryana segera keluar menuju ruangannya yang terletak tidak jauh dari lokasi lift melewati ruangan sekretarisnya.

"Monica, ke ruangan saya sekarang," seru Bryana saat melintasi sekretarisnya.

"Baik, Bu."

Sekretaris yang bernama Monica itu segera beranjak mengikuti Bryana dan yang berjalan diikuti oleh Dean.

'Siapa pria itu,' batin Monica sembari mengikuti Dean dan Bryana, karena dia belum mengetahui bahwa bosnya mempunyai bodyguard baru. 

Setibanya di ruangan, Bryana langsung membicarakan masalah perusahaan bersama Monica, sedangkan Dean hanya berdiri di depan pintu dengan tatapan datarnya.

"Apa hari ini saya ada jadwal meeting?" tanya Bryana sembari menatap file-file yang menumpuk di mejanya. Padahal baru sehari dia tidak ke kantor, tapi pekerjaan sudah menumpuk.

"Ada pertemuan dengan Tuan Carlos dari perusahaan High Corporation dan rapat mingguan nanti jam sepuluh, Bu," jawab Monica dengan formal.

Bryana menghela napas, memijat keningnya sembari menatap tumpukan File di hadapannya. "Apa kamu punya rekomendasi orang yang bisa jadi asisten saya di sini, Monica?"

"Sebenarnya ada, tapi saya rasa, ibu harus melihat dan menilainya terlebih dahulu pantas atau tidaknya untuk menjadi tangan kanan, Ibu," jawab Monica.

"Apa dia saudaramu? Lelaki atau perempuan?" tanya Bryana sembari bersandar di kursi kekuasaannya, sesekali dia melirik Dean yang masih berdiri di depan pintu seperti satpam.

"Iya, Bu. Dia perempuan dan dari kota lain, sudah beberapa kali bekerja di perusahaan ternama di Surabaya. Hanya saja karena tidak betah, dia mengundurkan diri," jelas Monica.

Bryana mengangguk paham, lalu berseru, "kalau begitu ajak dia ke sini secepatnya. Karena saya sangat butuh asisten pribadi untuk membantu pekerjaan saya, termasuk kami juga. Masalah gaji, nanti saya tambah."

"Baik, Bu. Mungkin lusa dia baru bisa datang," sahut Monica.

Bryana mengangguk paham. "Oke. Kamu boleh keluar sekarang," ucapnya.

Monica mengangguk, lalu beranjak dari duduknya. Dia berjalan keluar ruangan sembari melirik Dean yang masih berdiri tegap di depan pintu. 'Bodyguard setampan ini, pasti akan membuat bu Bryana betah berlama-lama bersamanya,' batinnya sembari melirik Dean sebentar.

Bryana kembali fokus mengecek file yanh menumpuk, sesekali dia melirik Dean yang masih berdiri di depan pintu. Hal itu membuatnya merasa tidak nyaman dan iba. Janda muda itu akhirnya beranjak dari kursi, berjalan menghampiri bodyguard nya yang setia berdiri di depan pintu.

"Apa kamu tidak lelah, Dean," tanya Bryana dengan bersendekap santai.

"Tidak, saya sudah biasa seperti ini," jawab Dean dengan tatapan datarnya.

Bryana tersenyum tipis atas sikap datar Dean yang sok tidak tertarik untuk menatapnya. "Ya, baiklah jika kamu tidak lelah. Berdirilah sampai kamu akan meminta izin dariku untuk duduk," ucapnya.

Dean hanya bergeming malas menanggapi, dia melirik Bryana yang sedang berjalan kembali ke meja kerjanya. 'Damn! Kenapa dia begitu mirip Clarissa? Aku harus menahan diri karena aku tidak pantas mengharapkan nya,' batinnya

Bryana kembali melanjutkan pekerjaannya, sesekali dia masih melirik Dean yang tetap berdiri dan tidak meminta izin untuk duduk. 'Apa dia tidak lelah? Hem ... kenapa ada orang bisa seperti patung begitu? Dia benar-benar datar, tidak seperti kebanyakan pria yang suka tebar pesona di hadapanku,'

Hingga hampir dua jam Bryana mengecek file-file di mejanya, Dean tetap berdiri tanpa bergerak sedikitpun. Hal itu membuat Bryana risih dan merasa pegal membayangkan menjadi kaki Dean. 'Sepertinya aku harus memaksa,' batinnya lalu beranjak dari kursi, berjalan menghampiri Dean.

"Duduklah, aku tidak bisa bekerja dengan fokus ketika melihatmu berdiri lama sekali, sedangkan aku duduk dengan santai," seru Bryana dengan bersungut-sungut menatap Dean.

"Tidak apa-apa, saya sudah biasa begini karena ini pekerjaan saya," balas Dean dengan tersenyum kaku.

"Jangan banyak alasan, Dean. Sekarang duduklah dan aku akan memesan kopi untukmu," seru Bryana.

"Tidak, Nyonya. Saya di sini saja dan tidak perlu anda pesankan kopi," balas Dean dengan sopan.

Bryana menghembuskan napas kasar, menahan Dean yang tidak mempan dibujuknya. Dia pun menarik paksa bodyguard nya itu menuju sofa sembari berkata, "anggap saja ini perintah dan kamu tidak akan bisa menolak atau saya akan memecatmu."

Bryana mendudukkan Dean terlalu kasar, hingga terjengkang di sofa dan dirinya ikut terjatuh ke pelukannya. Mereka berdua bergeming dengan mata saling menatap dan wajah yang berjarak hanya sekitar 10 cm.

Dean merasa jantungnya berdegub semakin kencang lebih dari biasanya, dia dapat melihat wajah cantik Bryana yang semakin membuatnya jatuh hati. Begitu pula Bryana yang merasa berdebar saat melihat mata biru hazel Dean yang seakan menusuk tajam ke hatinya, wajahnya yang tampan dengan bulu-bulu halus di rahangnya yang tegas, dia juga menghirup aroma parfum yang tidak terlalu tajam.

Hingga beberapa saat mereka seperti itu, lalu saling menyadari untuk beranjak dari sofa.

"Maaf," ucap Bryana.

"Saya yang salah," balas Dean.

"Bukan salahmu, karena saya memang terlalu kasar dan tubuhmu terlalu berat. Jadi aku ikut terjatuh," ucap Bryana dengan tersenyum canggung.

Dean hanya tersenyum tipis menanggapi dan membenarkan posisi duduknya, sedangkan Bryana masih berdiri dengan sikap salah tingkah.

"Aku akan memesan kopi untukmu dan jangan menolak," ucap Bryana.

Dean hanya mengangguk, sedangkan Bryana kembali ke meja kerjanya. Dia segera menghubungi OB untuk membuatkan secangkir kopi untuk Dean dan secangkir teh untuknya.

Bryana kembali melanjutkan aktifitasnya mengecek file, namun dia tidak bisa fokua karena terbayang akan wajah tampan Dean yang tadi dilihat nya sangat dekat. 'Kenapa aku ini? Tidak biasanya aku begini pada pria baru, setelah menutup diri dari para pria yang merayuku,' batinnya dengan gusar.

'Tidak seharusnya dia berlaku berlebihan seperti ini. Aku sungguh takut terbawa perasaan dan kejadian seperi Clarissa terulang kembali,' batin Dean sembari melirik Bryana yang diam-diam sudah mencuri hatinya. Namun dia jadi gelisah karena masalalu yang menghantuinya. Entah apa yang terjadi antara dia dan mendiang istrinya, hal itu membuatnya ingin menjaga jarak dari Bryana.

avataravatar
Next chapter