19 Siapa Gadis itu

Dean menghentikan mobil yang dipinjamkan oleh Bryana, tepat di halaman sebuah rumah minimalis yang terlihat rajin dengan teras yang sekelilingnya di hiasi beberapa jenis bunga dalam pot. Pria itu segera turun dari mobil dan berjalan menuju rumahnya yang didominasi dengan cat warna putih dn silver pada bagian jendela dan pintu.

"Sofia, papa datang!" Dean langsung masuk ke rumah dan memangil putrinya yang ternyata sedang sarapan bersama dengan sang nenek dan juga seorang gadis berparas cantik dengan wajah Asia yang sangat kentara.

"Papa!" Sofia segeda turun dari kursi, berlari menghampiri sang ayah kemudian memeluk pinggangnya, karena dia masih sangat pendek.

Dean segera berjongkok menatap wajah cantik putrinya yang sudah beberapa hari tidak bertatap muka dengannya. "Papa sangat merindukan mu, Sayang."

"Aku kira papa tidak akan libur. Kata nenek, pekerjaan papa berat dan aku harus selalu mendoakan papa supaya selalu sehat," ucap Sofia dengan suaranya yang imut.

Dean tersenyum kemudian mencubit pipi Sofia karena gemas. "Kebetulan boss papa orangnya baik, dia memberi libur setiap minggu pada papa."

"Berarti, seharian ini papa akan bersamaku?" tanya Sofia dengan antusias.

"Tentu saja, kita akan jalan-jalan hari ini," jawab Dean dengan tersenyum kemudian kembali berdiri dan menunjuk Sofia kembali ke kursi meja makan.

"Kareen, bagaimana kabarmu?" tanya Dean pada gadis yang sedang sarapan bersama ibunya juga.

"Seperti yang kamu lihat, aku sangat baik," jawab Kareen dengan tersenyum kemudian melanjutkan aktifitas sarapannya.

"Apa pekerjaan mu sangat berat, Dean? Apa majikanmu memiliki banyak musuh untuk kamu lawan?" Lily bertanya dengan gusar.

"Tidak, Bu. Aku hanya perlu menjaganya dari orang jahat yang bisa saja merampok atau melakukan kejahatan lain," jelas Dean, meski sebenarnya cukup banyak musuh yang selalu mengganggu Bryana ataupun Calvin, hingga membuatnya harus berkelahi melawan bnyak orang dari pihak musuh.

"Andai ijasa mu tidak hilang, kamu bisa melamar pekerjaan di kantor saja dan tidak perlu bekerja sebagai bodyguard lagi," timpal Kareen dengan tatapan penuh sesal.

"Menjadi bodyguard merupakan hal yang mudah. Aku tidak menyesal dengan pekerjaan ini," balas Dean kemudian tersenyum mengingat bahwa dia sangat menyukai sang boss.

"Aku juga akan bekerja di Jakarta, untuk sementara aku tinggal di sini sebelum mendapat apartemen yang tepat dan nyaman," ucap Kareen usai menyelesaikan aktivitas sarapannya, dia beranjak dari kursi dan membereskan piring-piringn kotor.

"Wah, pindah ke mana?" tanya Dean sedikit terkejut, karena sebelumnya Kareen bekerja dengan gaji yang sudah cukup besar di surabaya.

"Pindah ke sebuah perusahaan ... ah ntah, aku lupa namanya, besok aku akan interview," jawab Kareen kemudian berjalan menuju dapur dengan membawa piring kotor tadi untuk dicuci.

Dean masih di ruang makan bersama Sofia dan ibunya.

"Apa bosmu baik, Dean? Biasanya kamu akan susah mendapat libur jika sudah terlanjur jadi bodyguard." Lily merasa putranya juga terlihat lebih berbinar dari biasanya yang selalu menyertakan kesedihan yang kentara.

"Sangat baik, Bu. Dia seorang janda dan memiliki anak seumuran dengan Sofia," jelas Dean.

"Janda?" Lily tampak kurang percaya.

"Iya, Bu. Dia sangat cantik, memiliki karakteristik seperti Clarissa," jelas Dean lagi.

Lily menghela napas, kemudian mengingat bahwa saat Dean menikahi Clarissa, tidak mendapat restu karena status sosialnya yang lebih rendah.

"Jangan menyukai nya, Dean, ibu khawatir masalalu mu terulang kembali," seru Lily mengingatkan.

"Tidak, Bu, aku tidak akan menyukainya, kami jelas berbeda, aku hanyalah bodyguard nya," balas Dean dengan tersenyum menyakinkan, namun dalam hati dia merasa sakit karena tidak bisa untuk tidak menyukai Bryana.

"Papa, sebentar lagi aku ulang tahun, aku ingin gaun seperti princess," ucap Sofia dengan suara imutnya mendongak menatap wajah sang ayah.

Kareen yang sudah selesai mencuci piring dan berjalan kembali menuju ruang makan, mendengar permintaan Sofia.

"Aunty akan belikan gaun yang cantik untukmu, Sayang. Aunty yakin, papa mu belum gajian," ucap Kareen sembari melirik Dean yang langsung tersenyum tipis.

"Aku memang belum gajian dan tabunganku menipis," balas Dean.

"Aku ingin ulang tahunku dirayakan!" seru Sofia dengan tatapan sedih. "Tahun lalu saja aku diejek temanku karena tidak merayakan, mereka bilang papa pelit."

Kareen menghela napas, kemudian melirik Dean yang tertunduk resah. "Kamu bisa pinjam uangku, Dean."

"Tidak, Kareen. Aku akan meminjam uang bos ku saja, biar gajiku nanti dipotong," ucap Dean kemudian beranjak dari kursi. "Aku akan mengajak Sofia membeli gaun yang dia minta, kebetulan uangku masih cukup jika hanya untuk membeli gaun kecil."

"Horeee ... aku sayang papa." Sofia berhamburan memeluk pinggang sang ayah, karena dia pendek.

"Dean, apa aku boleh ikut? Mungkin aku bisa memilihkan gaun yang bagus dengan harga yang miring." Kareen menawarkan diri.

Lily melirik Dean seakan memberi kode untuk mengiyakan permintaan Kareen.

"Baiklah, kita akan berangkat nanti jam sepuluh," ucap Dean kemudian mengajak Sofia untuk bermain di ruang tengah.

_____

Saat siang, Bryana mengajak Calvin dan Louis ke sebuah mal ternama di Jakarta. Janda muda itu mengunjungi butik langganannya untuk membeli gaun yang akan dikenakannya saat menghadiri pesta pernikahan Soraya dan Johnny.

"Louis, tolong jaga Calvin di sini, aku hanya sebentar memilih gaun," seru Bryana.

Louis pun mengangguk dan duduk di sebuah kursi bersama Calvin yang bermain robot yang baru dibuka oleh sang ibu.

Bryana segera memilih gaun yang terpajang di patung dalam lemari kaca, harga tiap gaun dibandrol dengan harga cukup fantastis. Ada lima warna dengan jenis gaun yang sama, janda muda itu terpikat pada gaun merah panjang tanpa lengan.

"Gea, aku ingin mencoba gaun ini," seru Bryana pada pemilik butik yang sudah akrab dengannya.

"Pilihanmu sungguh tepat, banyak yang menginginkan gaun ini, tapi tidak mampu dengan harganya," ucap Gea dengan tersenyum melirik Bryana. Dia segera membuka lemari dan mengambil patung yang memakai gaun itu kemudian melepaskannya pelan-pelan.

"Aku akan mencoba memakainya," ucap Bryana sembari mengambil gaun itu dan berjalan menuju ruang ganti.

Usai 15 menit, Bryana sudah selesai mengenakan gaun besar nan elegant itu, dia berjalan menghampiri Gea untuk menilai cocok atau tidak.

"Bagaimana, Gea, apa ini cocok?" tanya Bryana sembari menatap pantulan dirinya dalam cermin besar. Dia tampak sexy, bagian belahan dadanya sedikit terlihat dan terdapat belahan pada bagian paha yang memperlihatkan kulit mulusnya.

"Astaga, kamu sangat cantik dan aku yakin semua tamu hanya akan terpesona kepadamu hingga melupakan pengantinnya," ucap Gea dengan terpana.

Louis yang mendengar perkataan Gea pun menoleh menatap Bryana yang diakuinya memang sangat mempesona, dia bahkan enggan berkedip karena pesona majikannya itu.

Bryana terkekeh dengan rona bahagia d di wajahnya. "Jangam membual, Gea. Soraya akan lebih cantik dariku karena dia adalah pengantin."

"Dan kurasa kamu juga harus segera menjadi pengantin." Gea memojokkan Bryana.

"Aku belum kepikiran, belum ada yang memikat hatiku," ucap Bryana kemudian berjalan kembali masuk ke ruang ganti.

Hingga beberapa saat, Bryana selesai ganti dan keluar dari ruangan itu. Dia meminta Gea untuk mengemas gaun itu karena sudah memutuskan untuk membelinya.

"Apa mungkin Dean mau diajak ke pesta itu? Karena hanya dia yang dekat dan membuatku selalu nyaman," gumam Bryana sembari meraba beberapa patung yang mengenakan tuxedo dengan berbagai jenis warna.

Saat sedang melihat-lihat tuxedo, pandangan Bryana tertuju pada sosok di balik kaca transparan sedang berjalan bersama gadis kecil dan wanita yang cukup cantik.

"Itu Dean bersama putrinya? Lalu, siapa wanita di sampingnya?" Bryana bertanya-tanya, dia merasa kandas dan mengurungkan niatnya untuk membeli tuxedo. 'Mungkin wanita itu kekasihnya,' batinnya kecewa.

avataravatar
Next chapter