15 Salah Sangka

Pagi yang cerah dengan suasana hari yang tenang, malah terganggu oleh kehadiran segerombolan pria berpakaian ala bodyguard menghadang tanpa melihat situasi. Louis berdecak kesal menatap gerombolan pria sialan itu, dia pun turun dari mobil, namun sebelumnya dia memberi intruksi pada Lauren untuk tetap menjaga Calvin di mobil,

"Lauren, kunci dari dalam dan jangan keluar sampai aku melumpuhkan mereka semua," seru Louis.

Lauren mengangguk kemudian berkata, "hati-hati, mereka berbahaya."

"Kamu tenang saja," seru Louis dengan tatapan dinginnya, kemudian dia segera turun dan menghampiri segerombolan pria berpakaian bodyguard sekitar lima orang.

"Kenapa menghadang, apa kalian suruhan Alex, hah? Apa tidak bisa jika tidak membuat ulah?" tanya Louis bernada tinggi dengan berlagak pinggang, dia terlihat begitu berani dan menantang.

"Serahkan bocah itu atau kamu akan tamat pagi ini juga!" ancam salah satu pria dengan kumisnya yang tebal dan kulit tubuhnya agak kecoklatan. Beberapa pria di belakangnya mengangguk seakan memaksa Louis untuk menyerahkan Calvin saja.

"Kalian pikir bocah itu adalah barang yang mudah diserah terima kan begitu saja? Dasar orang-orang tidak tahu diri!" Louis malah memaki kemudian langsung melakukan serangan dengan meninju pria paling depan.

Bughhh ....

Pertarungan sengit lima orang melawan satu orang itupun terjadi. Louis dikeroyok, namun dia berhasil menangkis setiap pukulan dari satu persatu lawan yang melawannya dengan membabi buta. Jangan ditanya, Louis sama persisnya dengan Dean saat berkelahi, begitu pandai dalam menghalau lawan karena memang dia sudah ahli bela diri.

Louis meninju perut pria di hadapannya hingga mundur dan tersungkur, kemudian menyikut pria di sampingnya dengan begitu kuat, tangan kirinya menyikut pria di sisi kirinya dengan kuat pula hingga tersungkur. Dia berbalik memutar kakinya dengan tinggi hingga pria di belakangnya mencium tendangan dari kakinya yang memakai sepatu tebal dan keras.

Sisa satu pria di hadapan Louis yang masih berdiri tegap. Tanpa ampun, dia segera menghajar pria itu dengan kecepatan tangannya dan membantingnya pada kerasnya aspal.

"Haha ... kalian harus berlatih terlebih dahulu jika akan melawanku, kemampuan kalian sebagai bodyguard sangat memalukan! Bahkan kalian tidak dapat memukulku sedikit pun!" Louis tertawa mengejek para pria di hadapannya yang sedang kesakitan.

Louis.segera kembali ke mobil, namun dia dapat melihat bayangan pria di belakang dari aspal, dia pun segera berbalik dan menendang wajah pria itu hingga keluar darah dari hidungnya.

"Sudah aku bilang, berlatihlah terlebih dahulu sebelum melawanku!" bentak Louis sembari menunjuk pria itu.

Lauren yang sedang di dalam mobil bersama Calvin pun menghela napas lega saat melihat Louis dapat melawan segerombolan pria suruhan Alex tersebut.

"Wah, uncle bodyguard hebat!" puji Calvin sembari menepuk kedua tangannya saat melihat Louis kembali ke mobil. Tampaknya bocah itu malah menganggap perkelahian tadi sebagai tontonan adu kekuatan, padahal kan untuk melindunginya.

"Apa kamu terluka, Louis?" tanya Lauren khawatir.

"Tidak, bahkan pakaianku masih rapi," jawab Louis dengan tersenyum tipis.

"Syukurlah." Lauren menghela napas lega dan muncul rasa kagum pada Louis. 'Selain humoris, pandai merayu anak kecil, dia juga sangat pandai berkelahi, pantas saja Tuan Raymond memilihnya sebagai bodyguard. Ternyata dia sangat kuat, dia begitu memenuhi kriteria suami idaman,' batinnya dengan penuh kekaguman.

Louis segera mengemudikan mobil itu kembali menuju ke sekolah Calvin.

___

Bali

Saat jam delapan, Bryana sudah kembali terlihat lebih fresh usai mandi dan mengenakan celana jeans putih dipadu dengan kemeja merah muda, membiarkan rambut panjangnya tergerai indah, memoles wajahnya dengan make up natural.

Tok ... tok ... tok,

"Siapa?" tanya Bryana sebelum membuka pintu, dia masih menyimpan rasa trauma pada siapapun yang bisa saja berbuat asusila kepadanya kecuali Dean, dia begitu nyaman dan percaya padanya.

"Ini aku, Dean," sahut Dean dari balik pintu.

Bryana tersenyum ceria ketika mendengar suara Dean. Entah kenapa, rasanya luar biasa lega ketika bodyguard itu berbicara dengan tidak terlalu formal. Janda cantik itupun segera membuka pintu dan mempersilahkan bodyguard nya untuk masuk.

"Bawakan kopernya," seru Bryana.

Dean mengangguk, kemudian mengambil koper Bryana yang berada di samping lemari. Bryana segera mengambil tas kecilnya dan berjalan keluar kamar diikuti oleh Dean yang menyeret kopernya.

Setibanya di luar kamar, Dean juga mengambil koper miliknya sendiri hingga dirinya menyeret dua koper.

"Biar kubawa sendiri koper ku," seru Bryana.

"Tidak perlu, Jill, ini tugasku," balas Dean dengan tatapan datarnya.

"Tidak apa-apa, kita kan teman." Bryana meraih koper itu dari tangan Dean, kemudian menyeretnya hingga tiba di lift.

Bryana dan Dean segera masuk lift dan akan menekan tombol menuju lantai dasar.

"Ups ...!"

Tangan Dean tidak sengaja menyentuh tombol lift secara bersamaan dengaN Bryana.

"Maaf," ucap Dean dengan tersenyum canggung pada Bryana.

"It's okay." Bryana membalas senyum itu. Astaga, senyumnya begitu tulus dan manis. Dean terpana saat melihat senyum Bryana yang seakan mampu menggoyahkan pertahanan hatinya.

'Oh, Damn it! Senyumnya begitu indah,' batin Dean dengan rahang mengeras merutuki dirinya yang terlalu mengagumi majikannya sendiri.

Bryana melirik Dean yang terus menatapnya hingga tiba di lantai dasar dan pintu lift terbuka.

"Dean, ayo keluar," serunya.

Dean tersadar dari lamunannya. "Eh, iya. Ayo kita keluar," ucapnya dengan gugup.

Bryana tertawa kecil sembari menggeleng gemas pada Dean yang kini berjalan di depannya seakan menghindar dari rasa malu karena tadi sempat melamun sambil menatapnya.

'Dia lucu sekali, dan aku tahu pasti dia terpesona olehku,' batin Bryana dengan tersenyum penuh percaya diri.

Bryana dan Dean menyempatkan diri untuk sarapan di sebuah restoran ternama di bali. Restoran itu bertemakan tentang budaya masyarakat bali yang sangat kental, pelayan memakai baju safari yang khas dengan adat bali dengan memaki udeng di kepala mereka.

Bryana bersama Dean duduk di kursi yang terbuat dari anyaman bambu yang artistik dengan cat warna coklat dipadu dengan meja kayu wana coklat.

"Kamu pesan apa, Dean?" tanya Bryana.

"Seperti pesanan mu saja," jawab Dean.

Bryana mengangguk paham kemudian kembali fokus menatap daftar menu sementara pelayan menunggu.

"Saya pesan dua chicken caesar toast dan hot sweet tea," ucap Bryana sembari mendongak menatap pelayan yang berdiri di sampingnya.

Pelayan itu segera mencatat pesanan Bryana kemudian pamit untuk ke dapur mengambil pesanan Bryana.

Dret ... dret ....

Ponsel Dean berdering. Dean segera menjawab panggilan itu.

"Hallo, Sofia,"

" ... "

"Iya, besok papa akan libur bekerja dan menemanimu jalan-jalan," ucap Dean dengan tersenyum tipis.

" ... "

"Papa juga menyayangi mu, sampai ketemu besok." Dean memutuskan sambungan telpon itu.

Bryana yang sejak memperhatikan Dean yang sedang telponan pun bertanya, "Sofia itu nama putrimu?"

"Iya," singkat Dean.

"Nama yang cantik,"

"Nama itu dibuat ibunya jauh-jauh hari sebelum dia lahir," jelas Dean.

Bryana mengangguk paham dan tiba-tiba merasakan tidak nyaman di hatinya ketika Dean berkata soal ibunya Sofia.

'Tidak seharusnya aku jealousy, wajar saja jika pria setampan dan setangguh dia punya istri, harus ku akui istrinya sangat beruntung, karena sepertinya Dean sangat menyayangi putrinya.'

Bryana menghembuskan napas kasar, merasa weekend besok akan suntuk berada di rumah, karena bodyguard nya akan libur. Dia tidak ingin melarang karena itu sudah kesepakatan awal. Duh, andai dia tahu bahwa Dean seorang duda dan akan pulang hanya untuk menemui putrinya, mungkin Bryana tidak terlalu sedih.

avataravatar
Next chapter