7 Diam - Diam Memperhatikan

Bryana mendudukan dirinya di samping Dean, supaya lebih dekat dan mudah saat mengobati luka itu.

"Aku tidak menyangka akan ada yang kembali mencoba menculikku, padahal sebelumnya tidak pernah," gumam Bryana sembari menunduk membersihkan luka Dean dengan kapas yang sudah menyedap air alkohol.

"Apa sebelumnya anda selalu aman?" tanya Dean sesekali melirik Bryana yang tampak dekat dengan tubuhnya, dia dapat merasakan aroma parfum berbau mawar dari tubuh majikannya itu.

"Iya, semenjak kak Raymond ke sini, semua kekacauan sering terjadi dan aku pikir itu ulah Alex," jawab Bryana.

"Alex mantan suami anda?"

"Iya, kamu sudah tahu?"

"Tuan Raymond sudah mengirim data tentangnya."

Bryana menghela napas, menatap mengambil beberapa plester dari kotak P3K, lalu menempelkan pada luka Dean supaya tertutup.

"Sudah selesai."

"Terima kasih, Nyonya."

Bryana menutup kotak P3K itu, lalu kembali duduk di kursi yang sebelahnya sehingga saat ini dia berposisi berhadapan dengan Dean.

Dean hanya terdiam dengan datar sesekali melirik Bryana yang sedang memainkan ponselnya. Hingga beberapa saat pesanan datang, mereka segera makan bersama tanpa ada obrolan.

Sesekali Bryana melirik Dean yang tidak mau bicara ketika dia tidak bertanya atau mengawali pembicaraan. 'Berasa seperti makan sendiri,' batinnya dengan perasaan bosan.

___

Saat sudah kembali di kantor, Bryana duduk di kursi kebesarannya sedangkan Dean berdiri di depan pintu dengan menatap ke arah depan.

Tok ... tok ... tok ....

"Masuk," seru Bryana sembari terus fokus pada file nya.

Monica masuk bersama seorang pria berpostur gagah dengan tinggi sekitar 185 cm, wajah yang terlihat seusia 30an, rahangnya yang tegas memiliki brewok yang cukup tebal dan mata kecoklatan dengan hidung yang mancung, rambutnya agak ikal dengan style hair cut. Dia berjalan menghampiri Bryana yang sedang sibuk.

"Nyonya Bryana." Pria itu duduk di kursi, lalu melirik Monica sebagai isyarat untuk segera pergi.

Bryana menghela napas, menghentikan aktifitasnya dan fokus menatap tamu yang diantar Monica, kini duduk di kursi berseberangan dengan mejanya.

"Senang bertemu denganmu, Tuan Carlos," ucap Bryana dengan sopan, karena Carlos merupakan salah satu orang yang memiliki perusahaan yang bekerja sama dengannya.

"Hem, apa minggu ini anda ada kelonggaran jadwal?" tanya Carlos dengan melirik Bryana.

"Saya sibuk akhir-akhir ini, memang nya kenapa?" Bryana balik bertanya sambil memeriksa file di mejanya.

"Akan ada pertemuan dengan para CEO dari perusahaan ternama yang kemungkinan bisa bekerja sama untuk memperkuat produk kita di pasaran. Saya pikir jika mengajak anda menghadiri pertemuan itu, kita bisa mendapat kontrak kerja sama dengan perusahaan lain," jelas Carlos dengan sopan.

"Akan saya pertimbangkan," ucap Bryana, lalu kembali berkata, "memangnya di mana pertemuan itu dilaksanakan?"

"Di bali," jawab Carlos. "Saya pikir jika anda ikut, kita bisa sekalian refresing," lanjutnya dengan tersenyum tipis.

"Kapan tepatnya?" tanya Bryana lagi, sesekali dia melirik Dean yang masih berdiri di depan pintu. 'Dasar patung, aku sungguh kasihan pada kakimu,' batinnya heran.

"Lusa," singkat Carlos.

Bryana mengangguk paham, lalu menghubungi OB untuk memesan kopi, setelah itu dia kembali melanjutkan obrolan dengan Carlos, membicarakan masalah perusahaan. Sedangkan Dean, masih setia memijakkan kakinya di lantai tanpa bergerak sedikit pun.

____

Saat jam lima sore, Bryana keluar dari kantor bersama Dean menuju parkir. Dia segera masuk ke mobil dan duduk menyandarkan tubuhnya yang terasa lelah, terutama di bagian punggungnya, karena bekerja seharian tanpa istirahat untuk rebahan sedetikpun.

"Lusa kita ke Bali, Dean," ucap Bryana dengan malas.

"Jika anda lelah, sebaiknya tidak perlu mengunjunginya," saran Dean, diam-diam dia tidak tega melihat Bryana yang tampak kelelahan. "Anda bisa meminta Monica sebagai wakil untuk menghadiri," lanjutnya sembari fokus menatap ke depan, mulai mengemudikan mobil sport milik majikannya itu.

Bryana menghela napas, mengingat rencananya lusa adalah untuk pertemuan penting, tidak mungkin meminta Monica sebagai wakil untuk menghadiri. "Aku akan pikirkan itu, Dean. Kuharap kamu juga bisa ikut untuk membantu. Jujur saja, setelah kejadian tadi siang, aku tidak bisa tenang seperti sebelumnya."

"Saya pasti ikut ke manapun anda pergi, Nyonya," ucap Dean dengan suara baritonnya yang sexy.

Selama dalam perjalanan, Bryana ketiduran. Hingga tiba di rumah, Dean merasa iba jika mau membangunkan. Dia pun membopong majikannya itu ala bridal style keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu utama dan merebahkan tubuh sexy dan mulus itu ke sofa ruang tamu.

"Whattt ... kenapa nyonya cantik digendong? Apa dia sakit, Dean?" Louis menghampiri Dean dengan ekspresi terdekat menatap Bryana yang masih terlelap.

"Dia hanya ketiduran, aku tidak tega membangunkan nya, makanya aku gendong," ucap Dean datar.

"Uh ... kamu beruntung sekali bisa menggendongnya. Andai dia istriku, aku akàn membopongnya menuju kamar sekalian." Louis berbisik dengan gemas.

Dean hanya terdiam dengan desiran aneh saat mendengar bisikan Louis yang menyinggung soal ranjang. Ah, Dean adalah orang yang sudah lupa bagaimana nikmat dan indahnya adegan ranjang sepasang suami istri, karena dia sudah menduga hampir enam tahun sesuai usia Sofia, putrinya.

"Jaga lisanmu, Louis, atau dia akan memarahi mu jika mendengar perkataan mu barusan," ucap Dean lalu berjalan menuju kamarnya.

"Mama ...!"

Calvin menghampiri Bryana yang masih terlelap, Lauren pun tidak bisa mencegahnya karena bocah itu lari membuat nya kewalahan jika ikut mengejar.

Bryana terbangun dan menyadari dapat pelukan dari putra kecilnya. "Cal."

"Mama kenapa tidul di sini?" tanya Calvin dengan suara nya yang imut dan bahkan belum bisa menyebut huruf "R"

Bryana terdiam dan menyadari dirinya sudah berada di sofa ruang tamu.

"Anda digendong oleh Dean," ucap Louis, menjelaskan Bryana yang tampak kebingungan.

'Dia menggendong ku tanpa membangunkan Aku? Entah aku harus bilang lancang atau apa, dia terkadang mematung bagai bongkahan es batu, tapi juga sangat pengertian,'

Bryana mendudukkan dirinya dan memangku Calvin yang tampak ingin di manja.

"Mama, ayo main ke mal," rengek Calvin sembari merangkulkan kedua tangannya ke leher Bryana.

"Sudah sore, Nak, mama lelah."

"Pokoknya mau main ke mal sama mama!! Mau mandi bola ... mau lompat tlampolin ... mau main tembak-tembakan ... pokoknya Cal mau main sekalang!!"

Bryana memijat keningnya karena lelah dan pusing, sebab dia baru sebentar tidur dan terbangun sebelum puas tidur, hal itu memicu rasa pusing menyerangnya.

"Lauren, kamu ajak dia ke mal duluan, ya? Nanti saya akan menyusul setelah istirahat dan juga mandi." Bryana menatap Lauren yang selalu bersama Calvin dan Louis.

"Baik, Bu, saya bersiap sebentar."

"Awasi dia, Louis. Jangan sampai lengah," seru Bryana.

"Baik, Nyonya."

Dean kembali dari kamarnya menghampiri Bryana yang masih di sofa bersama Calvin.

"Dean, sebaiknya kamu makan atau mandi atau apakah sebelum kita ke mal, biar Calvin bersama Lauren dan Louis berangkat duluan," ucap Bryana dengan malas, dia sungguh lelah, namun harus menuruti keinginan Calvin, supaya tidak merasa kekurangan perhatian dan kasih sayang darinya.

avataravatar
Next chapter